Advertorial

Tangani Gizi Buruk di Asmat, Tim DERU UGM Harus Berjibaku dengan Ganasnya Ombak dan Liarnya Hutan Bakau

Ade Sulaeman

Penulis

Ada yang memilih tidur di kapal dan ada pula yang membuat tenda. Posisi tenda pun tidak jauh dari kapal. Sebab, di pulau yang masih terdapat hutan bakau tersebut banyak hewan liar seperti buaya.
Ada yang memilih tidur di kapal dan ada pula yang membuat tenda. Posisi tenda pun tidak jauh dari kapal. Sebab, di pulau yang masih terdapat hutan bakau tersebut banyak hewan liar seperti buaya.

Intisari-Online.com - Tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tergabung dalam Disaster Response Unit (DERU) dikirim ke Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, untuk membantu penanganan masalah gizi buruk.

Tim DERU UGM ini bertugas dari tanggal 23 Januari hingga 29 Januari 2018.

Selama perjalanan, tim ini harus berhadapan dengan ombak yang kondisinya tidak dapat diprediksi untuk bisa sampai ke Agats.

Kapal yang ditumpangi tujuh orang anggota tim terpaksa harus memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan malam ke Agats karena kondisi ombak sangat besar.

(Baca juga: Inilah Sisi Gelap Seseorang Berdasarkan Zodiaknya, Jangan Takut dan Malu Mengakuinya)

Nakhoda kapal menyarankan kepada tim yang terdiri dari dokter, perawat, dan peneliti UGM ini untuk singgah sementara di sebuah pulau tidak berpenghuni.

Sembari menunggu ombak kembali normal, malam itu beberapa anggota tim memanfaatkan untuk beristirahat. Ada yang memilih tidur di kapal dan ada pula yang membuat tenda.

Posisi tenda pun tidak jauh dari kapal. Sebab, di pulau yang masih terdapat hutan bakau tersebut banyak hewan liar seperti buaya.

Kesesokan harinya, ombak lebih bersahabat dari sebelumnya. Tak ingin membuang waktu, tim DERU kembali melanjutkan perjalanan menuju Agats.

Setelah melakukan perjalanan panjang di atas kapal, akhirnya pada Jumat (26/01/2018) tim ini tiba di tujuan.

"Tanggal 26 Januari kami tiba di Agats. Kira-kira kami menempuh 22 jam hingga sampai ke Agats," ujar Rachmawan Budiarto, salah satu anggota tim DERU UGM, Senin (5/2/2018).

Sesampainya di Agats, semua anggota tim lantas berpencar guna membantu penanganan KLB gizi buruk dan campak.

Sebelumnya, mereka berkoordinasi dengan pemkab setempat, Kemenkes, dan TNI dalam penanganan masalah gizi buruk dan berbagai dampaknya.

(Baca juga: Waspada! 6 Tanda Ini Bisa Menunjukkan Anak Anda Akan Menjadi Psikopat Saat Dewasa Nanti)

"Para perawat dan dokter langsung terjun membantu penanganan pasien anak yang terkena kurang gizi," ucapnya.

Tim DERU UGM juga memetakan berbagai persoalan lain yang dihadapi warga Asmat, dari persoalan layanan kesehatan, infrastruktur, teknologi, hingga kondisi sosial budaya.

Rachmawan menyampaikan, dari 23 distrik yang ada di Asmat, hanya dua distrik yang terjangkau oleh PLN.

Distrik yang tidak terjangkau PLN untuk sementara masih menggunakan genset.

Melihat kondisi itu, peneliti dari pusat studi energi UGM melakukan pemasangan panel surya di puskesmas distrik Sawaerma.

Tim harus menempuh perjalanan 50 menit dari Agats menuju Sawaerma dengan menggunakan speed boat.

"Kami memasang sistem panel surya 200 Wp di Puskesmas Sawaerma karena belum ada listrik PLN di sana. Pemasangan panel surya ini guna menunjang operasional layanan kesehatan," tuturnya.

Menurut Rachmawan, sejak ada kasus KLB gizi buruk dan korban meninggal akibat campak, program kegawatdaruratan yang dilaksanakan antar-kementerian, pemkab, serta unsur TNI dan Polri cukup berjalan efektif.

Hanya saja, Rachmawan menyampaikan, diperlukan upaya tindak lanjut untuk mengatasi persoalan kasus gizi buruk di Asmat.

Di sana, akses layanan kesehatan sangat terbatas. Moda transportasi yang ada juga membuat warga sulit menjangkau layanan kesehatan.

"Dari 23 distrik, hanya ada 16 distrik yang memiliki puskesmas. Dari 16, baru Lima puskesmas yang memiliki tenaga dokter," bebernya.

Persoalan lain yang dipetakan oleh tim UGM, lanjutnya, yakni kondisi tempat tinggal warga Asmat yang mayoritas berada di daerah rawa.

Selain itu, warga juga menggunakan sumber air minum dari air hujan sehingga menyebabkan kondisi sanitasi lingkungan yang cukup memprihatinkan.

Rachmawan mengungkapkan, UGM Yogyakarta juga akan mengirimkan mahasiswanya dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) beserta tim gabungan lain ke Kecamatan Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua.

Program ini akan diberangkatkan pada akhir Maret nanti.

KKN yang dikirimkan ini sekaligus menindaklanjuti misi awal tim DERU UGM pada 23 Januari hingga 29 Januari 2018 lalu.

Salah satu anggota tim medis DERU UGM, Hendro Wartatmo, menuturkan, anak-anak yang menjadi korban meninggal akibat campak disebabkan menderita kurang gizi.

"Kurang gizi menyebabkan infeksi campak dan infeksi lain sebab saat kurang gizi akan menurunkan daya tahan tubuh," ujar Hendro.

Kasus kurang gizi bukan hanya terjadi dalam 2-3 minggu, melainkan bisa terjadi dalam waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan banyak korban.

Mengatasi kasus gizi buruk tidak bisa dilakukan dengan program pemenuhan logistik semata, tetapi ditindaklanjuti dengan program selanjutnya, dari sisi layanan kesehatan, infrastruktur, dan sosial budaya masyarakatnya. (Wijaya Kusuma)

(Baca juga: Bukan Daging, Inilah Menu Makan Siang Paling Enak dalam Pendidikan Komando Marinir yang Sangat Keras Itu)

Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Perjalanan Tim DERU UGM Bantu Tangani Gizi Buruk di Asmat

Artikel Terkait