Advertorial
Intisari-Online.com - Seorang bocah penderita gizi buruk, meninggal dunia di RSUD Sultan Imanuddin, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (18/1/2017) malam.
Anak sebatangkara ini mengembuskan napas terakhir saat gerakan penghimpunan donasi untuknya cukup besar.
Namanya, Yani Ato. Ia ditemukan saat merintih kesakitan, terlantar di sebuah tepi jalan protokol di Nanga Bulik, ibu kota Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah 27 Desember 2017.
Badannya kurus kering. Jauh di luar kelaziman seorang bocah berusia enam tahun. Saat ditemukan pertama kali, beratnya hanya 6,7 kilogram.
(Baca juga: (Foto) Kisah Memilukan dari Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest)
Ekspose terhadap penderitaannya di media sosial, membuat banyak warga tergerak.
Dikawal pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Lamandau, ia dirujuk ke RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun pada 28 Desember 2017.
Di ibu kota Kabupaten Kotawaringin Barat itu, ia yang saat itu masih didampingi ayah tirinya, Antonius Ato, mendapat dukungan penuh dari Relawan Kobar.
Mereka adalah kelompok relawan yang sering menghimpun dana untuk membantu masyarakat miskin yang sakit.
Dalam perawatan RSUD Sultan Imanuddin, kondisi Yani terlihat membaik.
Namun di tengah perkembangan positif itu, sang ayah tiba-tiba menghilang, tanpa meninggalkan kabar apapun, seminggu lalu.
Perginya sang ayah diduga menjadi penyebab merosotnya kembali kesehatan bocah yang kedua orangtuanya berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
"Terakhir berat badannya 8,2 kilogram. Awalnya dia masuk itu 6,7 kilo. Masuk dua hari 7,5. Timbang lagi tiga hari 7,9," jelas Udin Loteng (50), anggota Relawan Kobar yang turut mendampingi Yani sehari-harinya, Rabu (18/1/2017) malam.
(Baca juga: (Video) Penuh Haru, Keluarga Arab Lepas Kepulangan TKW Indonesia yang Sudah 33 Tahun Bekerja Dengan Mereka)
"Semenjak 7,9 itu bapaknya pergi, ditimbang lagi sudah drop. Turun lagi ke 7,5. Setelah berapa hari, timbang 8,2 kilogram, agak naik. Cuma tidak ada daya lagi," tuturnya.
Menurut Udin, saat kondisinya membaik, Yani sudah bisa berlari-lari di sekitar ruangan perawatannya. Itu terjadi pada saat Ato, masih ikut menjaganya.
"Biasanya kalau minta minum teriak, 'aku mau minum'. Tiga hari terakhir ngedrop karena dia panggil bapaknya terus," papar Udin.
Sebenarnya, bukan kali ini saja Yani ditangani di rumah sakit. Beberapa bulan lalu, ia pernah diopname di rumah sakit yang sama.
Namun, belum tuntas perawatannya, ayah tirinya membawa Yani keluar dari rumah sakit.
Hal senada dikatakan Rudi Irawan, Ketua Relawan Kobar.
"Bapaknya ini menerut keterangan teman-teman di Lamandau berpindah-pindah tempat. Anaknya selalu dibawa, dan dia selalu minta sumbangan," ungkapnya.
Kehidupan Yani memang menyedihkan. Ia tak terawat dengan baik sejak ibunya meninggal setahun lalu.
Sementara ayahnya lebih dahulu meninggal dunia saat ia baru lahir. Ia merupakan anak dari orangtua yang semula bekerja di perkebunan kelapa sawit.
Kepiluan Yani membuat penggalangan dana untuknya cukup besar. "Belum kita total keseluruhan.
Kemungkinan untuk Rp50 juta lebih itu ada. Cuma belum dikalkulasi semua. Karena ada yang ditangani pihak KNPI Lamandau, ada yang langsung kita," kata Rudi.
Tak hanya pengumpulan dana, dalam penanganan kesehariannya di rumah sakit, salah satu relawan Indra Alfian (40), kerap menungguui Yani. Begitu tahu Yani meninggal, Indra sempat pingsan.
Hingga kini, Direktur RSUD Sultan Imanuddin, Akhamd Faozan belum bisa berkomentar karena masih berada di Jakarta. (Nugroho Budi Baskoro)
(Baca juga: Tragis, TKW Ini Pulang Tak Bernyawa, Tubuh Penuh Jahitan dan Tanpa Mata, Otak Serta Organ Lainnya)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Akhir Hidup Bocah Sebatangkara Penderita Gizi Buruk”