Dusun Turgo yang terletak di sebelah barat Dusun Kinahrejo, tempat tinggal Supiyem, dilanda awan panas alias glowing cloud atau beken dengan istilah lokal wedhus gembel.
Puluhan penduduk tewas, hilang, dan terluka parah. Rumah-rumah roboh, pohon-pohon meranggas, sementara lalat-lalat beterbangan menari-nari di atas bangkai ternak-ternak yang mati.
(Baca juga: Kisah Raja Mataram yang Gemar Menghukum Musuhnya dengan Tangan Sendiri)
Nganeh-anehi
Penduduk Dusun Turgo, serta beberapa dusun lain yang masuk wilayah Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta, tersentak oleh peristiwa itu.
Selama ini sebagian masyarakat di lereng selatan itu percaya, mereka akan selamat dari ancaman meletusnya G. Merapi, meski menghuni areal yang menurut Kantor Seksi Penyelidikan Gunung Merapi merupakan daerah terlarang.
Konon, selama G. Turgo di belakang dusun-dusun itu masih berdiri, mereka percaya bakal aman-aman saja.
Lelehan lava pijar mustahil menerjang kawasan itu. G. Turgo yang hanya beberapa kilometer sebelah barat daya puncak Merapi itu mereka yakini sebagai benteng terhadap ancaman Merapi.
Posisi geografis yang dianggap aman ini masih diperkuat lagi dengan dongeng maupun mitos yang berkembang turun-temurundan kuat diyakini kebenarannya.
Menurut dongeng itu, G. Turgo (1.205 m dpl) dianggap lebih tua dari Merapi. la diyakini sebagai "biyung bibi" (tante) yang mengasuh Merapi sejak kecil.
"Mana mungkin kotoran (lava - Red.) sang kemenakan melangkahi bibinya sendiri. Itu kualat ... akan kualat dan terkutuk," kata Arjo Sutrisno (74).
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR