Sambil menggenggam ayam, ia berdoa, "Io, Mori Yesus. Ui kin manuk bakok te tiba Ite dami mendit. Tegi dami, okes koe ndekok dami Lite ...."
Artinya kira-kira, "Ya Yesus. Inilah ayam putih untuk menerima kedatangan-Mu. Permintaan kami, buanglah segala dosa kami….”
Pemimpin rombongan juga menyampaikan doa permohonan untub para hierarki gereja Katolik, mulai Paus, Kardinal, Uskup, Pastor, Frater, Bruder, hirigga Suster, kesembuhan orang-orang sakit, penghiburan bagi prang yang miskin, pembebasan bagi para tawanan, perdamaian dunia, keberhasilan usaha, keselamatan arwah orang yang sudah meninggal, dll.
(Baca juga: ‘Cedrus libani’, Pohon Natal Tulen yang (Nyaris) Hanya Ada di Tanah Palestina dan Lebanon)
Saat itu, suasana di dalam gereja benar-benar terasa sakral karena seluruh umat merasa ikut terlibat di dalam doa-doa tersebut.
Untaian doa itu disebut tokok atau rangkaian kata-kata magis untuk keperluan tertentu, sedangkan segala persembahan - ayam, anggur, buah-buahan, dan yang lainnya - disebut naka (pujian).
Dalam perayaan Natal bayi Yesus digambarkan sebagai tamu agung yang harus dihormati, disembah sujud, dipujimuliakan, dan diperlakukan secara istimewa.
Konon, menurut kepercayaan masyarakat daerah ini, tanda-tanda kehadiran Yesus akan terlihat di dalam hati ayam yang dipersembahkan itu.
Bila hati ayam menunjukkan tanda-tanda tiddk baik, berarti Yesus masih berada di tempat yang sangat jauh. la tidak mau datang karena umat yang dikunjungi-Nya masih berlumur dosa.
Sebaliknya, bila hati ayam menunjukkan tanda-tanda baik, berarti Yesus sudah datang.
Unik memang.
(Ditulis oleh G.Sujayanto/TimoTeweng. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2001)
(Baca juga: Meski Selalu Ditunggu Kehadirannya saat Natal, Sinterklas Sejatinya Bukanlah Tokoh Natal)
Penulis | : | Mentari Desiani Pramudita |
Editor | : | Mentari Desiani Pramudita |
KOMENTAR