Secara garis besar, perayaan Natal di Manggarai biasanya dibagi dalam dua tahap, yakni dalam bentuk tradisi masyarakat setempat dan liturgi yang lazim disebut misa.
Misa dipimpin oleh pastor paroki atau uskup (bila ada) dan mengikuti tata cara universal gereja Katolik.
Sedangkan perayaan Natal dalam bentuk tradisi dipimpin oleh tua (kepala) adat, tokoh masyarakat, atau salah seorang anggota dewan gereja yang benar-benar memahami tradisi Manggarai dan liturgi gereja Katolik.
Namun, dua bentuk perayaan tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang dirayakan secara bersamaan.
(Baca juga: Kehangatan Natal di Pedalaman Papua Bersama Suku Ekari: Antara Hidangan Sup Kelinci dan Musik Disko)
Biasanya, perayaan Natal diawali dengan melakukan Tanda Salib, dilanjutkan dengan pemberkatan, pembakaran dupa, serta penyalaan lilin Natal yang dilakukan di depan pintu gereja.
Kemudian pastor pemimpin misa beserta putra-putri altar berjalan berarakan menuju altar kudus (meja perjamuan).
Pada saat bersamaan, seluruh umat berdiri untuk memberikan penghormatan pada Yesus seraya menyanyikan lagu pembukaan, biasanya lagu Malam Kudus yang dalam bahasa setempat menjadi Wie' Nggeluk Bail.
Sebelum pastor resmi memimpin seluruh rangkaian misa, sebuah rombongan yang ditugaskan untuk memimpin perayaan Natal tradisi datang menyusul.
Mereka berarakan berjalan dari pintu gereja sampai depan altar kudus. Dalam prosesi itu mereka menyanyikan lagu daerah, biasanya lagu Nakata, dan terkadang disertai dengan sanda atau tarian.
Saat itulah tampak sang pemimpin rombongan membawa ayam jantan berbulu putih, diiringi anggota lain yang membawa sebotol anggur, buah-buahan dan segala sesuatu yang akan dipersembahkan di meja perjamuan kudus.
Setiba di depan altar kudus, pemimpin rombongan menyampaikan untaian doa dalam bahasa daerah.
Penulis | : | Mentari Desiani Pramudita |
Editor | : | Mentari Desiani Pramudita |
KOMENTAR