Intisari-Online.com - Pada hari Selasa (12/12/2017) sebanyak 4 jet tempur F-16 C/D telah mendarat di Lanud Iswahyudi, Magetan, Jawa Timur setelah menjalani penerbangan dari Hill Air Force Base Utah, AS selama sekitar satu minggu.
Keempat F-16 itu merupakan hibah dari AS dan jumlah total F-16 C/D yang dihibahkan AS ke Indonesia sebanyak 24 unit.
Dengan dikirimnya 4 F-16 itu maka hinggga akhir 2017 ini sudah sebanyak 22 unit F-16 C/D yang diterima oleh Indonesia.
Yang jelas hadirnya 22 unit F-16 C/D di jajaran TNI khususnya Skadron Udara 3 (Lanud Iswahyudi) dan Skadron Udara 16 Lanud Rosmin Nuryadin (Pekan Baru), akan membuat TNI AU makin bertaring.
(Baca juga: Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)
Selain itu penambahan jumlah F-16 C/D hingga dua skadron itu juga untuk memenuhi ambisi TNI AU yang ingin memiliki kekuatan udara kelas dunia (world class air force).
Syarat untuk mencapai world class air force itu tak hanya kemampuan menjaga ruang udara Indonesia namun juga kemampuan menjaga ruang udara di luar Indonesia (internasional) dengan kekuatan pesawat tempur yang dimiliki.
Namun, hibah 24 F-16 C/D ke Indonesia sebenarnya bukan merupakan peristiwa yang spontan tapi merupakan perjalanan sejarah yang panjang.
Sebelum jajaran TNI AU mulai mengoperasikan sejumlah F-16 pada Desember 1989, perjalanan panjang untuk menerbangkan pesawat tempur mutakhir itu ternyata harus ditempuh dengan cara yang penuh lika-liku.
Untuk melancarkan pengadaan F-16 TNI AU terlebih dahulu menggelar program khusus yang dinamai Proyek Peace Bima Sena yang dipimpin langsung oleh KSAU.
Tugas Proyek Bima Sena adalah mengadakan pembicaraan dengan pihak AU AS hingga berlangsung tiga kali.
Pembicaraan pertama berlangsung di Bali, kedua di Hawaii, dan ketiga di Yogyakarta yang berlangsung bulan November 1988.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR