Suasana di bulan Agustus itu memang mengharukan. Di televisi kita bisa melihat pasangan-pasangan muda yang terpaksa berpisah karena salah satu harus berangkat bertempur.
Padahal banyak yang sudah menentukan tanggal pernikahan. Tidak heran kalau pada detik terakhir sebelum berangkat, ada juga yang nekad menjadi pengantin.
(Baca juga: Perang Teluk, saat Tentara Amerika Menjadi Kaya karena Dimanjakan oleh ‘Perang’ Sponsor)
Sampai terpaksa dibangun tenda-tenda sebagai gereja darurat lengkap dengan pastor, untuk memberkati penikahan kilat itu.
Begitu sudah disahkan jadi suami-istri, sang tentara pun langsung menuju pesawat yang sudah menunggu. Pengantin dan pihak keluarga yang ditinggal hanya bisa menitikkan air mata.
Pertempuran kini benar-benar telah pecah. Kekejaman di front dirasakan jauh, sampai, ke rumah-rumah keluarga yang ditinggalkan.
Saat ini hampir setengah juta tentara AS sedang mengadu nyawa di Teluk.
Entah berapa istri, anak, pacar, tunangan dan sanak keluarga di tanah air yang menunggu dengan harap-harap cemas.
Di Syracuse, tak jauh dari tempat tinggal kami, ada dua orang anak berusia 5 dan 7 tahun, yang terpaksa ikut neneknya, karena ayah dan ibu mereka kebetulan sama-sama militer dan keduanya dikirim ke medan perang.
Kini rata-rata keluarga yang ditinggal itu, kebanyakan hanya duduk di depan televisi.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR