Anggota Brimob kemudian menginatruksikan warga untuk mundur dengan cara berjalan tiarap.
(Baca juga: Saat Maut Tak Jadi Menjemput, Wanita Ini Berhenti Bekerja Sehari Sebelum Pabrik Mercon Meledak)
Anggota Brimob dan warga kemudian berjalan tiarap melewati sebuah tanah kosong berumput tinggi yang terletak di sisi kanan pabrik.
Selain melewati tanah, mereka juga bertiarap di atas jalan aspal untuk sampai ke gedung serbaguna.
Sekitar 15 pekerja berhasil dibawa ke gedung serbaguna tersebut dengan cara mengeluarkannya dari lubang yang telah dibuat di sisi kanan gedung tersebut.
Ketika sampai di gedung serbaguna tersebut, pertolongan pertama yang anggota Brimob dan warga berikan adalah dengan menyirami air bagi pekerja yang terkena luka bakar.
Setelah itu, anggota Brimob langsung membawa pekerja yang terluka tersebut dengan menggunakan mobil untuk dilarikan ke rumah sakit.
Hal itupun diakui oleh petugas pengawas gedung serbaguna, Lukas yang saat kejadian ikut membantu evakuasi korban.
Menurut Lukas, para korban yang berhasil diselamatkan tampak berpakaian compang-camping dengan kulit yang terkelupas dan bahkan ada yang sudah tidak berbusana sama sekali.
Lukas mendengar teriakan meminta tolong tersebut milik pekerja perempuan yang terjebak di dalam pabrik.
(Baca juga: Detik Demi Detik Meledaknya Pabrik Mercon di Tangerang yang Tewaskan 47 Jiwa)
Lukas sendiri melihat bahwa kebanyakan pekerja yang berhasil keluar sendiri dengan memanjat tembok pabrik adalah pekerja perempuan.
Lukas yakin bahwa ketika ia dan anggota Brimob telah kembali ke gedung serbaguna karena suhu semakin panas, pintu depan pabrik masih dalam keadaan tertutup.
"Kulitnya udah terkelupas. Rata-rata (teriak) minta tolong. Sekitar 15-an keluar dari lobang, tapi karena api sudah semakin panas, kita nggak berani lagi lama-lama di sana," ungkap Lukas.
(Gita Irawan)
Artikel ini sudah tayang di tribunnews.com dengan judul “Perjuangan Anggota Brimob Tembus Kobaran Api demi Selamatkan Korban Ledakan Pabrik Petasan”.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR