Advertorial
Intisari-Online.com - Pada 5 september 1972 tujuh anggota Black September meloncati pagar keamanan di perkampungan atlet Olympiade di Munich, Jerman.
Ketujuh penyerang itu mempersenjatai diri dengan senapan serbu AKM, pistol Tokarev, dan sejumlah granat.
Dengan gerakan terlatih mereka segera bergerak menuju gang bernama Konnollystrasse 31 tempat menginap atlet Olympiade Israel.
Setelah menguasai gedung mereka segera menyergap para atlet Israel.
Setelah melalui perlawanan singkat yang berakibat terbunuhnya dua atlet Israel, sebelas atlet Israel berhasil disandera dan beberapa di antaranya berhasil melarikan diri.
Black September segera mengumumkan tuntutannya kepada Israel yang sebenarnya cukup klasik. Mereka meminta agar Israel membebaskan 234 personel Black September yang ditahan.
Tak hanya menuntut Israel, Black September juga meminta kepada pemerintah Jerman agar segera membebaskan dua rekan teroris internasionalnya, Ulrike Meinhof dan Andreas Baader dibebaskan dari penjara Jerman.
Mereka juga meminta pesawat yang akan digunakan untuk kabur dari Jerman.
Berita penyanderaan di Munich itu segera mengguncang Israel karena Mossad sudah menduga serangan terhadap kontingen Israel sangat mungkin terjadi.
Semula Mossad bahkan sudah menyiapkan pengawalan khusus sekaligus mempersenjatai para atlet Israel. Tapi karena pemerintah Jerman menjamin keamanan semua atlet,meskipun sangat kesal, Mossad membatalkan rencananya.
Kini Israel merasa kesulitan karena aparat keamanan Jerman yang dianggap kurang pengalaman berniat membebaskan sandera melalui tindakan militer.
Setelah melalui perundingan yang melelahkan dan tak kunjung mencapai hasil pemerintah Jerman akhirnya sepakat untuk mengeluarkan anggota Black September dan tawananya keluar Jerman.
Para penyandera dan tawanannya kemudian dibawa menuju pangkalan udara militer di Munich menggunakan dua helikopter.
Setibanya di pangkalan udara Munich sudah menunggu sebuah pesawat Lufthansa yang tampaknya dipersiapkan untuk mengangkut anggota Black September dan tawanannya keluar dari Jerman.
Pesawat Lufthansa yang menunggu sesungguhnya berisi para aparat keamanan Jerman yang siap melumpuhkan para penyandera sekaligus membebaskan sandera.
Sementara itu di sudut-sudut pangkalan udara juga telah bersiaga para penembak jitu yang siap merobohkan para teroris.
Ketika helikopter mendarat di pangkalan, empat anggota Black September segera keluar dan menuju ke Lufthansa.
Sebagai kelompok teroris yang berpengalaman mereka ingin mengecek dahulu kondisi pesawat dan siapa saja yang berada di dalamnya.
Sementara anggota Black September dan para tawanan lainnya tetap bersiaga di dalam helikopter dengan kondisi mesin masih menyala.
Bergeraknya empat anggota Black September menuju Lufthansa sama sekali tak diduga.
Aparat kepolisian dan militer Jerman yang kebetulan masih belum pengalaman dalam operasi pelumpuhan teroris menjadi panik dan kurang koordinasi.
Penembak jitu yang berada di pinggir pangkalan dan atap bangunan segera melepaskan tembakan tapi karena kurang berlatih tembakan yang dilepaskan meleset.
Akibatnnya empat teroris yang berada diluar sempat memberikan tembakan balasan sehingga menimbulkan korban jiwa.
Keempat teroris Black September itu akhirnya tumbang setelah ditembaki dari berbagai arah.
Sementara itu ketika empat rekannya yang berada diluar ditembaki anggota Black September yang berada di dalam helikopter ternyata tidak panik.
Mereka segera berloncatan keluar dan selanjutnya menghancurkan dua helikopter yang berisi para sandera menggunakan granat dan berondongan senapan serbu.
Helikopter segera meledak dan menewaskan semua tawanan Israel. Operasi penyelamatan sandera yang dilancarkan aparat keamanan Jerman akhirnya gagal total.
Selain semua sandera dan empat anggota Black September tewas, polisi Jerman juga kehilangan salah satu anggotanya.
Namun, pihak yang paling terpukul dan malu atas semua kejadian pembantaian itu adalah kepala Mossad, Zwi Zamir.
Apalagi saat operasi penyelamatan sandera berlangsung tak ada agen Mossad pun yang terlibat.
Ketika Zwi Zamir tiba di lokasi bahkan sudah terlambat dan hanya bisa menyaksikan pertempuran sengit yang berakibat pada tewasnya semua atlet sandera Israel.
Peristiwa pembantaian Munich segera membuat seluruh warga Israel marah besar dan Mossad pun tak mau menanggung malu terlalu lama. Zwi Zamir dan Jenderal Aharon Yariv yang diangkat oleh PM Israel, Golda Meir, sebagai penasehat khusus untuk menangani teroris segera merancang serangan balasan.
Operasi balas dendam itu sendiri di kalangan Israel sudah sangat dikenal sebagai Operasi Penuntut Darah.
Untuk menghantam langsung para pentolan teroris Palestina, baik Zamir dan Jenderal Yariv tidak lagi menggunakan cara konvensional dengan membombardir perkampungan orang-orang Palestina.
Tetapi mereka sepakat untuk melaksanakan serangan balasan dengan target para pimpinan teroris, khususnya para pemegang komandonya.
Untuk menghabisi targetnya Mossad telah memegang nama-nama tertentu karena pada dasarnya tokoh-tokoh Black September adalah pemain lama.
Regu-regu pembunuh untuk mencari anggota Black September yang berada di Eropa dan Timur Tengah segera disebar oleh Mossad.
Regu pembunuh ini sebenarnya bukan terdiri dari orang-orang kejam melainkan orang-orang terlatih yang biasa melaksanakan penghilangan nyawa secara cerdik.
Setelah mempelajari secara cermat siapa saja teroris Palestina yang akan dihabisi, Mossad lalu menyodorkan nama-nama yang dipastikan sebagai pentolan Black September.
Nama-nama itu antara lain, Mohammad Yusuf El-Najjar, kepala seluruh gerakan Black September, wakilnya Kemal Adwan, dan Ali Hasan Salameh kepala seluruh operasi Black September, dan tokoh-tokoh penting lainnya.
Tapi karena untuk menghabisi para pentolan Black September itu merupakan operasi yang sulit dan perlu waktu, Mossad lalu mengubah taktiknya.
Untuk menghantam Black September, Mossad memprioritaskan sasaran yang paling mudah dan bisa memicu efek jera yaitu dengan menyerang markas Black September yang berada di Beirut.
Langkah awal Mossad yakni dengan mengirimkan enam personelnya, lima pria dan satu wanita, masuk Beirut menggunakan paspor palsu.
Agar tidak mengundang kecurigaan dan karena merupakan operasi rahasia, keenam agen Mossad itu masuk ke Beirut menggunakan pesawat dan berangkat dari tempat yang berbeda.
Ketika sudah tiba di Beirut keenam agen Mossad itu menginap di hotel yang berbeda-beda dan menyamar sebagai pengusaha, konsultan manajemen, turis dan lainnya.
Namun, dari markas besar Mossad, keenam agen yang telah menyusup ke Beirut itu diinstruksikan sebagai pelancong biasa dan bertugas menghapal semua jalan, pantai Beirut, dan sejumlah nama sopir taksi.
Selain tugas menghapal jalan dan pantai yang nantinya akan dipakai sebagai tempat pendaratan pasukan komando dan aksi serbuannya, termasuk jalur melarikan diri, keenam agen Mossad juga bertugas memata-matai markas besar PLO.
Mereka juga mengawasi secara khusus s apartemen yang digunakan sebagai markas dan gudang senjata oleh Black September.
Agar acara kumpul-kumpul para agen Mossad tidak menarik perhatian mereka menggunakan pantai Beirut sebagai tempat memancing dan berlagak pura-pura sedang pacaran.
Setelah lokasi pendaratan pasukan komando di pantai Beirut dan tempat tinggal para pentolan Black September ditemukan, keenam agen Mossad kemudian mengontak markas besar agar segera dilaksanakan serbuan komando.
Untuk melancarkan operasi serbuan komando para agen Mossad juga menyiapkan empat mobil sewaan untuk mengangkut pasukan, menyewa empat rumah untuk menampung pasukan komando yang diperkirakan akan tertinggal, dan logistik lainnya.
Untuk mengangkut pasukan setelah usai melakukan serbuan komando disiapkan pula kapal transpor yang disamarkan di lepas pantai Beirut.
Operasi serbuan komando dilancarkan oleh pasukan khusus Israel pada 9 April 1973 pukul 01.30 pagi.
Sekitar 30 personel pasukan komando secara diam-diam diturunkan dari helikopter Zodiac di tepi pantai Ramlet el Beida, Beirut sesuai petunjuk yang diberikan oleh agen Mossad.
Setelah meloncat ke air laut yang dingin ketiga puluh pasukan komando yang dilengkapi ransel kedap air berisi pakaian dan senjata, bahan peledak, alat pemancar radio dan peralatan lain yang biasa digunakan perampok professional itu, segera berenang menuju daratan berdasar panduan kilatan lampu mobil.
Panduan berupa cahaya lampu mobil itu dioperasikan sepasang agen Mossad yang sedang berpura-pura pacaran.
Pasukan komando sesuai intruksi bergerak menuju pantai dalam bentuk regu yang kemudian disambut oleh mobil pengangkut.
Tiga menit kemudian mobil kedua tiba dan regu pasukan komando berikutnya segera masuk.
Cara mengangkut pasukan komando dalam interval tiga menit sengaja dilakukan agar tidak mengundang kecurigaan.
Lima belas menit kemudian semua pasukan komando sudah berada dalam mobil transport sewaan dan bergerak menuju pinggiran kota.
Mereka menuju sebuah tempat yang selama ini diawasi terus oleh Mossad dan bisa dipastikan sejumlah anggota Black September tinggal di situ.
Berdasar info intelijen yang diberikan Mossad begitu turun dari mobil transport pasukan komando Israel segera membentuk formasi serbuan.
Sasaran pertama adalah gedung berlantai tujuh tempat tinggal para pentolan anggota PFLP dan sasaran kedua berupa bangunan berlantai empat tempat kediaman pentolan penting Black September seperti Mohammed Yussuf El Najjar, Kamal Nasser, dan Kemal Adwan.
Gerakan pasukan komando yang sangat terlatih dan agresif bukan merupakan tandingan para penjaga pintu gerbang yang sedang duduk terkantuk-kantuk.
Sebelum mereka bisa mengaktifkan senjatanya, peluru senapan mesin pasukan komando Israel telah menuntaskan hidupnya.
Sambil melompati mayat para penjaga pasukan komando segera menuju sasaran tempat anggota Black September tinggal.
Sedangkan sejumlah pasukan komando lainnya mengambil posisi bersiaga di serambi dan siap menyambut serangan lawan yang datang dari luar.
Ketiga pentolan Black September ternyata berada di kamarnya masing-masing.
Kamal Nasser yang tinggal di lantai tiga sedang asyik makan saat berondongan peluru senapan serbu menembusi pintu dan kemudian menghajar badannya.
Pria lulusan Faklutas Ilmu Sosial Politik Universitas Beirut yang kerap menjadi juru bicara PLO itu pun roboh berimbah darah.
Sasaran berikutnya, Kemal Adwan yang sedang duduk menghadap meja tulis merupakan tokoh PLO yang selalu siaga.
Sepucuk senapan serbu AK-47 selalu berada di sampingnya dan mudah dijangkau.
Ketika pasukan komando Israel menyerbu sambil mendobrak pintu, Adwan sempat meraih senjata dan siap menembak.
Tapi peluru-peluru yang ditembakkan pasukan komando terlebih dahulu menghantam tubuhnya.
Pria yang merupakan kepala operasi sabotase di wilayah-wilayah yang masih diduduki oleh pasukan Israel itu pun tewas.
Sasaran ketiga adalah Yusuf El Najjar yang juga dikenal sebagai Abu Yusuf dan merupakan ketua Black September dalam organisasi Al Fatah sekaligus merupakan tokoh nomor tiga di PLO.
Karena tinggal bersama keluarganya, pasukan komando terlebih dahulu menembak kunci pintu apartemen dan membidik Najjar yang masih berdiri terpaku.
Ketika terjangan peluru senapan mesin dan pistol menghantam tubuhnya, ia langsung roboh tewas.
Istrinya yang ada di ruangan sebenarnya bermaksud menghadang tapi tak ada kompromi bagi pasukan komando yang didoktrin menghabisi sasaran bukannya untuk mengasihi.
Istri Najjar pun tewas dan roboh di atas tubuh suaminya. Tapi tembakan gencar yang meletus di dalam gedung segera mengundang perhatian tentara PLO yang berada di jalanan.
Mereka bergerak menuju gedung sambil melepaskan tembakan serampangan.
Gerakan pasukan PLO menuju gedung terhenti ketika pasukan komando Israel yang berada di serambi dan dalam posisi terlindung melancarkan tembakan terarah.
Sewaktu tembak-menembak sengit sedang berlangsung agen Mossad segera menelepon kepala polisi Lebanon dan memberi tahu orang-orang Palestina sedang saling tembak.
Sadar bahwa untuk melerai tembak-menembak itu merupakan tindakan sia-sia, kepala polisi Lebanon langsung menarik anak buahnya untuk tidak turun ke jalan.
Dalam kondisi seperti itu pasukan komando Israel pun makin leluasa bergerak.
Sejumlah pasukan komando segera memasang peledak di dalam gedung sementara agen Mossad yang terlibat dalam serbuan sibuk mengangkut dokumen yang berada di kamar tiga anggota Black September yang sudah tewas tergeletak.
Sementara itu di gedung lainnya pasukan komando yang menyerbu untuk membunuh siapa saja anggota PLO yang ditemui terlibat pertempuran sengit.
Mungkin karena kurang pengalaman tempur di dalam gedung, pasukan PLO yang berada di lantai atas turun ke bawah untuk membantu teman-temannya menggunakan lift.
Tapi begitu pintu lift terbuka mereka langsung disergap pasukan komando tanpa bisa memberikan balasan.
Dengan cepat dan diam mayat-mayat disingkirkan dari lift disusul masuknya pasukan komando dalam posisi siap menembak.
Begitu lift sampai di atas dan terbuka, pasukan PLO yang sedang menunggu belum sempat menyadari kekeliruannya ketika peluru senapan mesin pasukan komando menhujani tubuhnya.
Setelah operasi pembersihan dan pemasangan bahan peledak di semua gedung selesai pasukan komando terus bergerak untuk menghancurkan gudang logistik Black September.
Selama dalam perjalanan bom yang dipasang pun meledak merobohkan gedung dan menimpulkan kepanikan yang belum ketahuan ujung pangkalnya.
Untuk menghancurkan gudang logistik, pasukan komando sempat menghadapi perlawanan tapi karena personel penjaga logistik hanya sedikit mereka segera bisa dilumpuhkan.
Meledaknya gedung PLO dan gudang senjata Black September jelas mengundang tanda tanya bagi polisi Lebanon.
Tapi ketika kepala polisi Lebanon mulai berpikir untuk bertindak agen Mossad kembali menelepon bahwa militer Lebanon akan segera mengirim helikopter untuk meredam kekacauan.
Ketika Mossad menelepon kepala polisi Lebanon tentang pengiriman helikopter, pada saat yang sama agen Mossad lainnya juga mengontak helikopter yang selama ini mendarat di tempat tersembunyi di pantai Beirut untuk datang.
Tugas helikopter itu antara lain untuk mengangkut pasukan komando yang gugur atau terluka serta dokumen yang berhasil disita.
Penerbangan heli Israel di atas Lebanon pun berlangsung tanpa dicurigai dan sukses mengangkut pasukan yang terluka serta dokumen-dokumen penting milik PLO/Black September.
Sementara pasukan komando lainnya dan agen Mossad segera masuk ke mobil menuju pantai Beirut dan kemudian berenang menuju kapal transpor Israel yang sudah menunggu.
Polisi Beirut yang kemudian tiba di pantai hanya menemukan mobil-mobil kosong dengan kunci kontak masih menempel.
Serbuan pasukan komando Israel terbilang sukses, lebih dari 100 gerilyawan PLO tewas, tiga pentolan Black September berhasil dibunuh, dan sejumlah dokumen penting berhasil disita.