Penulis
Intisari-online.com -Kondisi Corona di Korea Utara kian hari semakin memprihatinkan.
Mengutip The Korea Herald, PBB sebutkan jika Korea Utara hanya gunakan dana 5% dari APBN untuk menghadang Covid-19.
Dalam update Juli untuk Rencana Respon Kemanusiaan Global Covid-19 yang dipublikasikan Senin kemarin, kantor PBB untuk Koordinasi dan Hubungan Kemanusiaan menutup laporan finansial untuk merespon Covid-19 di masing-masing negara serta status pendanaannya.
Menurut laporan tersebut, PBB perlu 39,7 juta Dolar untuk menangani Covid-19 di Korea Utara, tapi sampai saat ini mereka baru menerima kurang dari 5% dari kebutuhan tersebut, yakni sekitar 1,8 juta Dolar.
Baca Juga: Pernah Merasakan Kedutan di Sekitar Perut? Ada Pertanda Apakah Sebenarnya Itu Ataukah Hanya Mitos?
Juni lalu PBB telah menerima 1,3 juta Dolar untuk Korea Utara, dan telah amankan setengah juta Dolar dalam dua bulan kemudian.
Status pendanaan untuk Korea Selatan berada di peringkat kelompok paling bawah dari 63 negara, bersama Tanzania, Uganda dan benin.
"Tanpa aksi apapun, kita akan melihat peningkatan kemiskinan global pertama kali sejak 1990 dan 270 juta orang menghadapi kelaparan di akhir tahun ini," ujar laporan tersebut.
Korea Utara saat ini telah mengkarantina 31 ribu warga negara, menurut Edwin Salvador, perwakilan WHO di Pyongyang.
Kesaksian Dokter di Korea Utara
Dokter Choi Jung Hun adalah seorang dokter yang telah lama bertugas di Korea Utara.
Sudah sering baginya untuk menyiapkan semua peralatan medis dan higienis sendiri.
"Aku diminta membeli masker bedah dan sarung tangan dengan uangku sendiri," ujarnya kepada media dw.com.
Para dokter sama sekali tidak menerima peralatan pelindung.
Ceritanya memang belum bisa terverifikasi secara independen, tapi cukup konsisten dengan laporan lain dari Korea Utara.
Ahli neurologi tersebut terbang ke Korea Selatan tahun 2012.
Sebelumnya ia bekerja di Center for Disease Control Korea Utara di kota pelabuhan Chongjin.
Baca Juga: Israel Gempur Suriah dengan Serangan Udara, 11 Orang Tewas Termasuk Warga Sipil
Sebagai dokter muda kala itu, ia mengalami sendiri masa epidemi SARS tahun 2002-2003.
Saat itu, ia hanya memiliki termometer untuk mendiagnosa pasiennya.
Dokter sekaligus pembelot tersebut kini menjadi peneliti tamu di Universitas Korea di Sejong.
Baginya, pemberitaan bahwa tidak ada kasus Covid-19 di Korea Utara hanyalah propaganda belaka.
Pasalnya, perbatasan Korea Utara dengan China sepanjang 1400 km yang juga menjadi titik perdagangan Korea Utara, tetap buka sampai akhir Januari lalu.
"Tentu saja warga Korea Utara telah meninggal karena virus Corona." ia berkata dengan penuh empati.
Di kampung halamannya, orang-orang telah meninggal karena virus dari waktu ke waktu, bahkan walaupun virus itu tidak mematikan di negara lain.
"Korea Utara adalah museum bagi semua virus," tambahnya.
Baca Juga: Peduli Tubuhmu; Tanda Tubuh Kelebihan Asupan Karbohidrat, Jadi Lambat!
Ia tidak terkejut jika rezim pemerintah terus-terusan berkata mereka berhasil menangani Covid-19.
"Sistem kesehatannya sangat lemah. Mereka tidak ingin tunjukkan itu ke dunia."
Serta ada pula hal lain yang dipertimbangkan: pesan bagi para warga negara.
"Jika mereka pertegas bahwa sistem kesehatan tidak bisa menjaga warga mereka sendiri, mereka akan kehilangan kepercayaan di pemerintah mereka sendiri.
"Itu akan tunjukkan jika sistem mereka sangat bobrok," jelas Choi.
Sementara media pemerintah laporkan bahwa pemerintah lakukan yang terbaik untuk melawan Covid-19, media online Daily NK yang layaknya media mata-mata Korea Utara pertengahan Juni lalu melaporkan "lebih dari 5000 warga yang dikeluarkan dari fasilitas karantina Korea Utara bisa jadi sudah meninggal."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini