Find Us On Social Media :

Tradisi Seblang, Cara Sakral Masyarakat Banyuwangi Mengusir Petaka dengan Kesurupan

By Ade Sulaeman, Selasa, 12 September 2017 | 16:30 WIB

Karenanya seblang tidak tepat disebut kesenian tradisional, mengingat riwayatnya semula adalah upacara sakral - yang kebetulan mengandung unsur seni.

Seblang lebih pas disebut tradisi, sedangkan gandrung murni kesenian.

Gandrung biasa dipertunjukkan di banyak tempat, setiap saat, sedangkan seblang menetap di asalnya dan hanya dihelat pada masa-masa tertentu.

Setahun 2 kali kesurupan

Dalam bahasa Osing, seblang berarti tidak sadar, kesurupan, atau terjemahan Inggris-nya: trance.

Seblang, sebagai sebuah peristiwa, memang mewadahi ketidaksadaran. Pelaku alias penarinya - seorang wanita - bergerak di luar kesadaran diri.

la dirasuki arwah, baik leluhur si penari maupun arwah lain. Dengan mata tertutup ia melenggang, menari, berjalan, kadang bicara dalam bahasa yang tak terpahami.

Begitulah.  Tarian berlangsung dalam iringan musik dengan instrumen sederhana: gong, gendang, saron (gamelan kecil), bonang (gong kecil), kadang dilengkapi biola.

Arenanya tercipta secara spontan, dikelilingi gubuk-gubuk berhiaskan makanan, palawija, dan sesaji hasil swadaya masyarakat.

Pengunjung dan penonton terlibat dalam suasana penuh hiburan namun sakral, dan siapa pun yang ketiban sampur (diserahi selendang) si penari, wajib ikut menari.

Sayang, peristiwa yang sudah menjadi bagian tontonan wisata di Propinsi lawa Timur ini tak bisa sering-sering dilangsungkan.