Find Us On Social Media :

13 Tahun Meninggalnya Pejuang HAM Munir: Kisah Manusia Biasa Bernama Munir

By Ade Sulaeman, Kamis, 7 September 2017 | 14:45 WIB

Umi lantas -membahu dengan anak-anaknya menjaga toko sepatu milik keluarga. Munir kecil belajar melayani pembeli.

Tawar-menawar harga lantas menjadi bagian inte-gral dari kesehariannya.

Di kemudian hari Munir mengungkapkan bahwa nilai-nilai egaliter yang ia pegang teguh berawal dari kehi-dupannya di pasar.

”... Interpretasi hubungan manusia yang saya miliki ya mengacu pada pasar. Orang yang paling egaliter itu kan pedagang kecil di pasar. Cara menghargai orang, cara berhubungan, komunikasi, nilai, macem-macem itu, ya di pasar. Itu mempengaruhi saya karena sejak TK saya sudah di pasar,” tutur Munir.

Kehidupan yang sulit membentuk Munir menjadi sosok yang temperamental dan keras.

Ia me-nuturkan bahwa secara intuitif ia akan membela anak “biasa-biasa saja” yang dikeroyok oleh “anak sok kaya atau sok mentereng-mentereng” kendati ia tidak mengenal mereka.

Munir tidak nakal tapi jika diganggu ia tak keberatan untuk berkelahi. Saat kuliah ia juga pernah memukul seseorang sampai orang itu masuk rumah sakit.

“Dia itu berantemnya profesional, bukan berantem sembarangan. Berantem-nya itu spesifik, dia enggak bisa melihat sesuatu yang enggak benar bagi dia. Dia berani, apa pun risi-konya, walaupun berantemnya enggak seimbang,” begitu cerita Jamal, adik Munir dalam Bunga Dibakar, sebuah film yang didedikasikan untuk Munir.

Jika ketika kecil amarahnya ter-hadap ketidakadilan dia ungkapkan dalam rupa bogem mentah, saat dewasa rasa geramnya diluapkan dalam tindakan yang elegan yakni mendirikan institusi yang memper-juangkan hak asasi manusia.

Cintanya pada sesama membu-ahkan banyak kisah menarik. Pencuri buru-buru mengembalikan motor yang dicurinya begitu tahu bahwa pemiliknya adalah Munir. 

Munir pernah mendatangi seseorang di Pamulang untuk suatu urusan.

Hanya gara-gara didatangi Munir yang top banget, orang yang semula dipandang sebelah mata oleh para tetangga karena miskin, mendadak naik derajat.