Find Us On Social Media :

13 Tahun Meninggalnya Pejuang HAM Munir: Kisah Manusia Biasa Bernama Munir

By Ade Sulaeman, Kamis, 7 September 2017 | 14:45 WIB

Intisari-Online.com - Masih ingat Munir? Aktivis hak asasi manusia? Pendiri KontraS?

Menyebut namanya niscaya akan membawa benak kita melayang ke kabin pesawat, tempat ia mati diracun dalam sebuah penerbangan menuju Belanda.

Membuat kita teringat pula akan rangkaian teror yang tak pernah mampu menghentikan keberaniannya.

Melempar kita ke headlines koran-koran di masa lalu.

Sebagian dari kita tentu masih ingat betapa sering sepak terjangnya, yang membuat jantung berdegup kencang itu, masuk halaman utama surat kabar.

(Baca juga: 13 Tahun Meninggalnya Pejuang HAM Munir: Ahli Forensik Ternama Ini Pun Penasaran dengan Kematian Munir)

KontraS, lembaga yang dipim-pinnya saat itu punya lawan yang sungguh tak main-main: Presiden Soeharto. Sebuah bom yang diletakkan di bawah jendela kamar ibunya sekali pun tak mampu mem-bungkam pria bertubuh ringkih ini.

Dengan reputasi seperti itu, tak heran banyak orang menganggapnya sebagai manusia langka, pemberaninya engga keru-keruan, nekat bin ngawur. Benarkah?

Saya beruntung sempat mewawancarainya untuk keperluan membuat makalah kuliah.

Dalam perbincangan di kantor KontraS, ia menekankan bahwa persepsi masyarakat tentang keberaniannya perlu dikoreksi.

“Aku itu penakut,” kata dia berterus terang. Kalimat-kalimatnya terpotong oleh panggilan telepon sebanyak dua kali.

Isi salah satu di antaranya ia ceritakan seusai telepon ditutup, ”Di Surabaya ada orang ngumpulin dana dari masyarakat atas namaku dan Nabi Muhammad buat bikin Partai Buruh,” begitu tutur dia.

Munir berbicara dengan gaya cuek, iramanya datar dan bahkan saat menggunakan pilihan kata yang cukup keras, ia tetap saja berbicara dengan intonasi rata.