Find Us On Social Media :

Soal Rencana Barter Sukhoi dengan Bahan Pangan, Sebenarnya Memang Sudah Ada Aturan Internasionalnya

By Ade Sulaeman, Kamis, 24 Agustus 2017 | 12:00 WIB

Intisari-Online.com - Ketika pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk membeli 11 pesawat Sukhoi-35 (Su-35) dengan cara barter, kesebelas pesawat itu dibayar dengan bahan pangan, sebenarnya bukan merupakan hal aneh.

Pasalnya dalam aturan jual beli alat utama sistem senjata (alutsista) secara internasional atau lebih dikenal sebagai offset, cara barter sudah lazim diterapkan.

Pada dasarnya offset pertahanan (defense offset) merupakan proses pembelian atau investasi timbal balik yang disepakati oleh produsen atau pemasok persenjataan sebagai imbalan dari kesepakatan pembelian jasa dan barang-barang militer.

Terdapat dua jenis offset yakni, offset langsung atau direct offset dan offset tidak langsung atau indirect offset.

Offset langsung diartikan sebagai barang-barang atauj asa yang langsung terkait dengan peralatan militer yang dijual.

Sementara kebijakan direct offset ada tiga jenis yakni, pertama, pembelian lisensi produksi (licensed production), pengertiannya adalah penjual persenjataan setuju untuk mentransfer tekhnologi yang dimilikinya kepada negara pembeli.

Dengan demikian, keseluruhan atau sebagian barang yang dipesannya dapat diproduksi di negara pembeli.

Kedua, produksi bersama (co-production). Pengertian dari produksi bersama ini adalah bahwa pembeli dan penjual tidak hanya mengupayakan pengadaan barang barang militer saja.

Tapi baik penjual maupun pembeli sama-sama memproduksi barang barang dan jasa peralatan militer, serta memasarkannya secara bersama-sama dengan memperhatikan berbagai kesepakatan dari perjanjian yang telah dibuat.

Dengan kata lain, negara pembeli merupakan mitra dari negara penjual, dan dalam hal ini tidak ada keharusan dari negara penjual untuk melakukan transfer tekhnologi kepada negara pembeli.

(Baca juga: Indonesia Ingin ‘Borong’ Sukhoi: Terkait Perubahan Nama Laut China Selatan Jadi Laut Natuna Utara?)

Ketiga, pengembangan bersama (codevelopment). Dalam pengembangan bersama, negara produsen peralatan persenjataan dan negara pembeli berupaya mengembangkan berbagai peralatan pertahanan yang telah diproduksi oleh negara penjual.

Tujuannya agar didapat produk yang lebih baik dibandingkan produk terdahulu.

Keuntungan dari co-development adalah negara pembeli secara aktif mengadopsi serta menstranfer berbagai tekhnologi persenjataan secara langsung maupun tidak langsung dari negara penjual.

Efek positifnya secara bertahap terjadi peningkatan kemampuan SDM di negara pembeli.

Sedangkan indirect offset diartikan sebagai barang dan jasa yang tidak secara langsung terkait dengan pembelian-pembelian produk militer,namun dilekatkan (disertakan) sebagai kesepakatan dalam proses jual beli alutsista.

(Baca juga: Tragedi Sukhoi dan Penyebab Kecelakaan Pesawat Terbang yang Selalu Kompleks)

Sedikitnya ada empat jenis offset tidak langsung. Yakni: pertama, barter dan merupakan suatu proses jual-beli yang dilakukan oleh dua negara atau produsen serta konsumen persenjataan.

Kebijakan barter ini disertai dengan perjanjian bahwa penjual alutsista tersebut bersedia dibayar dengan produk non militer negara pembeli dengan nominal setara dengan harga peralatan pertahanan (alpalhankam).

Kedua,imbal beli (counter-purchase). Yakni, pemasok persenjataan setuju membeli produk non-militer atau menemukan pembeli produk non-militer tersebut dengan nominal yang disepakati dari harga persenjataan yang dipasok.

Ketiga, imbal investasi (counter-investment). Pemasok persenjataan setuju untuk terlibat atau menemukan pihak ketiga yang mau menanamkan modal langsung di negara pembeli dengan nilai tertentu dari proses jual-beli tersebut. Bentuk imbal investasi dapat berupa pendirian pabrik, transfer tekhnologi non-militer, dan sebagainya.

Keempat, imbal beli (buy back). Prosesnya agak mirip dengan imbal investasi hanya yang membedakan, pada pemasok persenjataan setuju membeli kembali atau menemukan pihak ketiga untuk membeli produk militer yang dijualnya dengan jangka waktu tertentu.

Keputusan Indonesia untuk membayar pembelian sebelas Su-35 yang tiap unit harganya 90 juta dollar AS dengan bahan pangan yang sedang dibutuhkan Rusia, jika dibayangkan memang luar biasa banyak.

Tapi bahan-bahan pangan yang digunakan untuk membayar jet tempur itu juga akan meningkatkan ekspor karena mampu ‘’menggeret’’ bahan-bahan pangan lainnya.

Misalnya ketika dibayar dengan kakao, olahan turunannya juga bisa disertakan.