Find Us On Social Media :

Kampung Blangkon di Solo: Filosofi Moral Mendalam dan Eksistensinya Bagi Orang Jawa

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 30 Oktober 2018 | 19:30 WIB

Mawardi mewarisi usaha ini dari ayahnya yang dahulu juga mewarisinya dari sang kakek.

Usut punya usut, sang kakek dahulu adalah abdi dalem Kasunanan Solo bagian kesenian.

Tak hanya memproduksi blangkon khas Solo, kampung blangkon ini juga membuat blangkon khas Jogja, Sunda, Betawi, Madura, Ponorogo, dan masih banyak lagi.

"Setiap daerah punya ciri khasnya masing-masing," kata Mawardi menjelaskan.

Baca Juga : Bosan Makan Kacang Almon? Rupanya Ada 7 Jenis Kacang Lain yang Bisa Jadi Penggantinya lho!

"Di Solo sendiri dibagi menjadi dua, model Kasunanan dan Mangkunegaran, modelnya beda tapi bentuk depannya sama," imbuhnya.

Harga blangkon pun bermacam-macam, mulai dari paling murah sekitar Rp 10 ribu hingga yang paling mahal mencapai Rp 300 ribu tergantung bahan dan pembuatannya.

Untuk daerah pasaran pemesan blangkon, justru kebanyakan berasal dari luar Jawa Tengah.

Baca Juga : Bukan Apple, Google, Apalagi Facebook, Perusahaan Paling Bernilai Sepanjang Sejarah Itu Bernama VOC!

Jakarta, Sumatera, dan Kalimantan menjadi daerah dengan permintaaan tingi.

Sedangkan untuk di Solo sendiri cenderung sepi karena tingginya persaingan dengan rumah produksi di kampung blangkon ini lainnya.

Sebagai pelopor usaha produksi blangkon, menjalarnya industri ini diawali dengan para bekas anak buah ayahnya yang mulai memisahkan diri guna mendirikan usaha serupa.

Hal itu selanjutnya menjamur hingga kampung Potrojayan menjadi sentra pengrajin blangkon seperti sekarang ini.

Baca Juga : Kisah Orang-orang Jawa di Suriname: Sempat Dianggap Bodoh, Pandir, dan Mudah Ditipu