Find Us On Social Media :

Kisah Letizia, Ibu Sekaligus Pelindung Napoleon Bonaparte yang Legendaris

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 6 Oktober 2018 | 22:00 WIB

Ketika Letizia mengomel, Napoleon hanya mengingatkan bahwa kini dialah kepala keluarga. Letizia mengalah tetapi ia tidak pernah merestui pilihan putranya. Ia sebal pada Josephine sebab banyak gosip tentang perilakunya yang tidak terpuji.

Untuk mempertahankan cara hidup "wah", konon Josephine tidak segan-segan berutang kanan-kiri, termasuk menyunat gaji pembantu rumah tangganya. Sungguh beda dengan cara hidup Letizia yang sederhana dan hemat.

Selaku pengatur rumah tangga, bakat Josephine sebenarnya tidak diragukan. Sebagai pendamping suami pun, ia mampu menyelenggarakan resepsi dan menerima tamu kalangan atas dengan sempurna.

Namun, hal itu tak membuat Letizia melunak. Apalagi setelah setahun menikah, ia tidak dapat memberi anak kepada Napoleon. Maka ketika bahtera rumah tangga pasangan itu mengalami goncangan, sang ibu selalu minta mereka bercerai.

Baca Juga : Ramalan Nostradamus: Napoleon, Hitler, dan Tokoh di Timur Tengah dalam Perang Dunia

Harapan itu baru terlaksana pada 1809. Napoleon dan Josephine berpisah dengan dalih kekaisaran memerlukan generasi penerus. Josephine de Beauharnais meninggalkan Istana Tuileries, pindah ke Istana Malmaison.

Selanjutnya, 7 Februari 1810, pernikahan Napoleon dengan archiduchesse Marie-Louise, puteri Francois I dari Austria diresmikan.

Pusing cari mantu

Sukses menaklukkan Italia, Napoleon pindah ke chateau Mombelo, dekat Milan. Ia lalu merencanakan penjemputan keluarganya dengan kendaraan mewah plus pengawalan lengkap.

Tapi Letizia menolak. Ia ingin segala sesualu dilakukan secara sederhana. Di usia 48, Letizia masih tampak cantik dengan rambut cokelatnya. Yang dirasakan agak mengganggu hanyalah aksen Korsikanya yang kental.

Baca Juga : Makanan Kaleng yang Kita Konsumsi Saat Ini Berasal Dari Sayembara Napoleon Bonaparte

Mungkin itu sebabnya ia tak banyak bicara, namun sekali berbicara, apa yang dikatakannya selalu didengar orang.

Di Italia, Letizia disibukkan oleh rencana perkawinan anak-anak perempuannya. Napoleon berhasil mendapatkan jodoh buat Pauline, yakni Jenderal Leclerc yang cakap, dari keluarga baik-baik, dan kaya.

Mereka menikah pada 14 Juni 1797. Letizia sangat senang melihat Pauline terlepas dari pelukan pacarnya yang teroris.

Berikutnya, giliran Elisa dan kekasihnya Kapten Bracchiochi. Napoleon tidak menyetujui kisah kasih mereka karena orang Korsika itu dianggap tidak mempunyai masa depan cemerlang. Namun Elisa bersikeras.

Baca Juga : Napoleon, Panglima Perang yang Selalu Bertempur di Garis Depan dan Bukan Hanya ‘Duduk Manis’ di Tenda

Lagi-lagi Letizia menjadi penengah dan pemersatu klan Bonaparte. Bujukannya membuat Napoleon melunak dan membekali Elisa uang ƒ35.000.

Adik Napoleon yang lain, Jerome yang baru 20 tahun dan bekerja di Angkatan Laut, kecantol putri raja kapal, Elisabeth Patterson, di Baltimore. Mereka kemudian menikah, tanpa minta restu, baik kepada Joseph sebagai kakak sulung, Napoleon sang kepala keluarga, maupun Letizia.

Padahal, buat Napoleon dan Letizia, keluarga adalah segalanya. Pemerintahan Napoleon merupakan contoh nepotisme yang luar biasa. Setelah jadi kaisar, saudara-saudaranya banyak yang diangkat jadi penguasa.

Joseph jadi Raja Spanyol, Louis jadi Raja Belanda, anak tirinya Eugene jadi penguasa Italia, sedangkan adik iparnya Murat menggantikan Joseph di Napoli. Si bungsu Jerome akhirnya kebagian jadi Raja Westphalia, setelah ia meninggalkan istrinya yang orang Amerika.

Bahagiakah Letizia? Ternyata tidak. Di depan umtim, ia menghormati keputusah putranya, tapi ketika berbincang-bincang berdua, sang ibu dengah lugas menyatakan, adik-adik Napoleon itu tidak berpengalaman dan bukan keturunan raja-raja, sehingga akan sulit memaksa bawahannya untuk tunduk dan patuh.

 Baca Juga : Mengalah untuk Menang, Taktik Jitu Pasukan Rusia Bikin Pasukan Napoleon Terjebak dalam Musim Dingin Moskow