Advertorial
Intisari-Online.com – “Memamerkan kemegahan dan kemewahan termasuk kewajiban seorang raja", kata Napoleon. Maka itu istananya meneruskan kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat dan etiket dari monarki Bourbon yang lampau.
Namun satu hal tak dilanjutkan Napoleon. “Wanita tidak boleh berkuasa di istanaku. Lihat pengalaina Louis XIV". Maka baik Josephine de-Beauhamais, isterinya yang pertama maupun Marie – Louise, ratunya yang kedua - tak diizinkan berpengaruh sedikitpun di bidang politik. Itu adalah monopoli Napoleon sendiri.
Pendapat umum kota Paris tak begitu dihiraukannya. “Saya tak pernah mengharap-harapkan pujian penduduk Paris. Saya bukan bintang opera". Hanya pendapat para petani yang berada diperhatikannya.
Juga persediaan makanan dan jumlah penganggur diantara kaum buruh Paris. “Saya lebih takuti pemberontakan disebabkan o!eh kelaparan daripada pertempuran dengan suatu tentara dari 200.000 orang.”
Baca juga: Ternyata Letusan Tambora-lah yang Menyebabkan Kekalahan Napoleon Bonaparte
Tapi ia tak takut terhadap keselamatan dan keamanan dirinya sendiri. Tawaran bekas anggota Garde du Corps (barisan pengawal pribadi bekas raja Louis ke-16) untuk menjadi bodyguard Napoleon ditolaknya mentah-mentah. Bukan karena menyangsikan kesetiaan mereka. Tapi karena menganggapnya tak perlu.
Istananya dipusat kota Paris (“Tuileries") hanja dijaga oleh beberapa prajurit saja. Kalau tidur ia hanya dijaga oleh bujangnya yang bernama Constant (orang Perancis) dan seorang berkulit hitam asal Mesir, Roustam namanya. Mereka benfaa ini tidur dekat pintu kamar tidur Napoleon.
Daya kerjanya
Pukul 7 pagi ia sudah bangun. '(Sangat pagi, menurut ukuran Eropah). Lalu membaca laporan. Ini merupakan pekerjaan utama dari setiap kepala pemerintah. Yang dilaporkan pada Napoleon bukan saja berita agen-agen rahasianya, tapi juga tembusan surat-surat yang dikirim orang melalui pos, tapi dipegat (intercepted) oleh agen-agen kaisar Perancis ini.
Lalu mendikte surat-surat sampai jam 9. Banyak sekali yang ditulisnya setjara demikian. Ketika dikumpulkan dan dicetak sesudah ia meninggal, ternyata 32 jilid banyaknya. Tulisannya sendiri buruk, hingga sering ia sendiri tak dapat membacanya.
Maka ia mendikte surat-suratnya. Selama berkuasa 15 tahun ternyata Napoleon telah mendikte kira-kira delapan puluh ribu surat. Pukul rata setiap hari 15 pucuk.
Habis mendikte ia menerima dokter pribadinya, serta para menterinya satu per satu.
Napoleon tak memperhatikan pakaiannya. Juga kalau makan, ia jarang membutuhkan waktu lebih dari 15 menit. Anggurnja (“Chambertin") pun termasuk kelas menengah. Seorang ahli anggur yang pernah diundang untuk mencoba persediaan anggur istana, memberi komentar berikut, ”Ada yang lebih baik.”
Baca juga:Nenek Buyut Raja Swedia Saat Ini Ternyata Bekas Pacar Napoleon
Kalau tidak berperang, setiap hari dilewati Napoleon pada meja kerjanya atau meja konperensi. Tapi tidak sampai jauh malam (seperti kebiasaan Hitler). Jam 10 malam ia sudah ke kamar tidurnya, meskipun adakalanya ia bangun jam 1 atau jam 2 untuk bekerja beberapa jam lagi.
Kadang-kadang iapun suka berbuat seperti Harun Alrashid: secara incognito berjalan-jalan diwaktu malam di Paris, dengan hanya didampingi satu orang: jenderal Duroc.
Napoleon selalu ingin mengontrol sendiri pekerjaan yang ditugaskannya kepada bawahannya. Sekalipun mereka itu jauh dari dia, terasa benar oleh mereka “hawa" pribadi Napoleon.
Ketika ia suatu kali menuduh bawahannya tidur dijam kerja, pegawai itu menyahut, “Kalau benar itu, saya akan girang sekali - Sri Paduka demikian menakutkan kami hingga pules diwaktu kerja sama sekali mustahil.”
Baca juga: Bukan Pasukan Musuh, Tapi Karena Serbuan Hewan Ini Pasukan Napoleon Kocar-Kacir
Kesehatannya
Mengenai kesehatannya terdapat banyak dongeng. Baru-baru ini (tahun 1959 dengan terbitnya buku J. Kemble “Napoleon Immotal") seorang dokter telah menyelidiknya. Anggapan bahwa Napoleon tak membutuhkan tidur harus ditolak.
Ajudannya (Marmont) mengatakan bahwa Napoleon suka tidur lama, akan tetapi ia dapat menentukan saat tidur itu menurut kehendaknya. Misalnya ditengah-tengah suatu pertempuran.
Meskipun banyak menunggang kuda dan tak banyak makan, ketika sudah menjadi kaisar ia makin gemuk.
Baca juga: Battle of the Nile : Misi Rahasia Pasukan Napoleon Mengusasi Mesir Lewat Laut yang Berakhir Tragis
Akan tetapi rahasia dari daya kerjanya yang luar biasa bukan terletak dalam kesehatan tubuhnya melainkan pada kemauannya yang keras,
Kerja keras yang dipaksakan terhadap diri sendiri ini mengakibatkan ia cepat tua. Bahkan sebelum tahun 1805, ketika usianya baru 35 tahun, ia dua kali mengalami krisis urat saraf.
Sesudah pertempuran di Austerlitz (1805) Napoleon sendiri mengaku iahwa ia masih hanya beberapa tahun saja dapat menuntut hidup yang begitu penuh dinaik: berperang terus-menerus.
Sesudah kalah di medan perang Rusia (1812) nyata sekali bagi orang lain, bahwa “telah terjadi perubahan besar dalam diri Napoleon, baik jasmaniah maupun mental.” Sulit mengenal kembali dalam pemimpin yang cepat tua, terlampau gemuk, dan sering ngantuk ini.
Baca juga: Ramalan Nostradamus: Napoleon, Hitler, dan Tokoh di Timur Tengah dalam Perang Dunia
Napoleon yang di waktu masih menjadi Consul Pertama (1799 dalam usia 30 tahun) ternyata langsing, ganteng dain luar biasa energik.
Ketika terdjaii pertempuran di Borodino (1812 Rusia) ia menderita sangat karena masuk angin dan sakit kandung kencing. Sesudah pertempuran di Dresden ia tak berdaya sama sekali karena sakit perut.
Selama perteropuran di Waterloo (yang begitu memutuskan) berlangsung ia tak mempunyai stamina cukup untuk mempertahankan tempo cepat yang biasa tampak dalam pertempuran-pertempurannya yang lampau.
Teori memerintah
Baca juga: Makanan Kaleng yang Kita Konsumsi Saat Ini Berasal Dari Sayembara Napoleon Bonaparte
Teori memerintah menurut Napoleon mengenai tiga pokok ini : kesatuan kekuasaan, pengontrolan terus-menerus, dan ketakutan.
“Diluar dan didaiam negeri aku memerintah dengan perasaan takut yang kutanam di mana-mana.” Kepada adiknya, Louis, raja Holland, ia memberi nasihat berikut, “Raja yang dalam tahun pemerintahannya yang pertama dianggap sebagai raja yagn baik budi akan merupakan sasaran keluhan dalam tahun keduanya.”
Kepada sekertarisnya (Fain) Napoleon pernah berkata, bahwa kemurkaannya sering dipertimbangkannya terlebih danulu yaitu untuk menanam ketakutan. “Kalau tidak, mereka akan menggigit tanganku sendiri". Kata-kata “sahabat” dan “persahabatan" tak ferdapat dalam kamusnya.
Napoleon mengatakan tentang dirinya sendiri: “Dalam diriku terdapat dua manusia : yang satu menuruti pikirannya, yang lain hatinya.”
Ratunya yang pertama, Josephine berkata, “Orang akan menilai dia lebih baik, bila ia tidak menekan dan mengekang perasaannya. Menuruti perasaan dianggapnya sebagai tanda kelemahan.”
Mempesonakan
Diantara orang-orang yang pernah bertemu dengan Napoleon, sedikit sekali yang tidak terpesona oleh pribadinya yang luat biasa, yang formidable.
Inipun ternyata ketika ia dalam tahun 1815, setelah dikalahkan, menaiki tangga kapal yang akan membawa dia ke pembuangan (St. Helena). Dalam waktu dua hari ia sudah berhasil menawan hati Kapten, para perwira lain dan awak kapal Inggris itu, hingga pimpinan Armada Inggris menjadi khawatir.
Kata Lord Admiral Lord Keith, “Bila Napafeon dapat bertemu dengan Seri Paduka (Raja Inggeris) saja khawatir bahwa dalam waktu setengah jam mereka akan menjadi sahabat terkarib di seluruh tanah Inggeris.”
Meskipun menurut ukuran orang Eropah Napoleon termasuk orang yang bertubuh kecil, namun kehadirannya senantiasa menarik pethatian. Menurut Meneval, salah seorang sekretarisnya, “bentuk dan garis pada kepalanya tak kurang indah-indahnya daripada patung yang terindah pernah ditinggalkan oleh senipahat Yunani atau Rumawi".
Madame Remusat memberi penilaian yang bersamaan, “Keningnya, letak matanya, garis hidungnya, semua memiliki keindahan klasik.”
Penulis Chateaubriand meninggalkan kesan berikut tentang pertemuannya yang pertama kali dengan Napoleon, “Senyumnya indah dan manis ; matanya mengagumkan, terutama karena letaknya dibawah keningnya dan harmoninya dengan alisnya.”
Baca juga: Napoleon Bonaparte Itu Pendek, Satu dari 100 Mitos yang Ada di Situs Ini
Setelah meninggal dibuat cetakan dari mukanya (death-mask). Patung yang dibuat dari cetakan itu membuktikan penilaian diatas. Ketika meninggal Napoleon telah kurus. Maka patung mukanya itu mirip dengan mukanja ketika masih berusia 30 tahun sebagai Consul Pertama.
Tambahkanlah pada air muka yang indah ini, pikiran yang terang benderang dan kegesitan yang luar biasa, maka dapat dibayangkan bahwa efek dari kehadirannya sesungguhnya mengesankan sekali.
Suka membaca
Napoleoa suka sekali membaca. Sekalipun di medan perang, buku-buku selalu mengikutinya. Bukan saja buku sejarah tapi juga buku sastra. Iapun suka pads musik Italia. Beberapa bagian dari opera Le Devin du Village suka didendangkannya (neurien humming).
Akan tetapi sikapnya terhadap seni dan sastra bersifat politik. Ia ingin menggunakannya sebagai alat propaganda.
Baca juga: Bukan Gara-gara Salah Taktik, Napoleon Kalah Perang Justru Gara-gara Dasi
Napoleon tidak cemerlang dalam percakapan-percakapan yang tiada bertema tertentu. Tapi bila berbicara tentang suatu perkara tertentu yang konkrit, percakapannya dapat mencapai tingkat yang tinggi.
Metternich dalam tahun 1820 menulis : “Apa yang paling mengesankan saya mula-mula ialah kecerdasannya yang luar biasa, tapi juga kesederhanaan yang agung dari pikirannya. Bercakap-cakap dengan dia mengandung sesuatu yang menarik bagi saya, meskipun saja suka tidak dapat menerangkan di mana letaknya daya tarik itu.”
Perasaan humor juga ada pada Napoleon. Pada'suatu malam di Vienna, sebelum terjadinya pertempuran di Wagram, ia minta dihidangkan makan malam yang biasanya terdiri dari ayam goreng.
Ketika makanan ditaruh di meja, ia berkata, “Sejak kapan ayam itu dilahirkan dengan satu kaki dan satu sayap? Rupanya saya ini mesti hidup dari sisa-sisa makanan yang ditinggalkan oleh pelayan-pelayan saya". Ternyata Roustam yang setia itu telah tak tahan godaan untuk mencicipi makanan untuk majikannya.
Baca juga: Mistero Halevy's Charles VI, Pertunjukan Opera Terkutuk. Bahkan Napoleon Nyaris Menjadi Korbannya
Seringkali orang-orang besar tak dihargai tinggi oleh pelayan-pelayannya yang mengenal mereka dari dekat sekali. Akan tetapi tidak demikian dengan Napoleon.
Pembantu-pembantu dekatnya, para sekertarisnya dan pelajan-pelayannya mengatakan bahwa Napoleon manis budi. Bila marah, sebentar saja, sesudah itu ia biasa lagi. Dan biasanya ia kemudian minta dimaafkan.
Karena pandai bergaul dengan bawahannya seolah-olah mereka itu sederajat dengan dia, maka bawahannya itu setia pada dia. Ini juga ternyata dalam pergaulannya dengan serdadu-serdadunya. Akan tetapi bila seorang jenderal lain bertindak menurut resep ini, mungkin akibatnya justru kebalikannya.
Salah satu rahasia kemenangan militernya, ialah semangat dan moril dikalangan pasukannya baik sekali. Menurut Wellington (lawannya yang akhirnya mengalahkannya) kehadiran Napoleon ditengah-tengah tentaranya adalah sama dengan penambahan kekuatan dari empat puluh ribu orang.
Baca juga: Tunjangan Napoleon Bonaparte di Pengasingan Pascakekalahan di Peperangan Waterloo Cukup Mewah
Meskipun tentaranya mengundurkan diri dan Moskow dalam keadaan yang sangat buruk, namun tak terdengar keluhan, apalagi pemberontakan atau pelanggaran disiplin yang berarti.
Berapa banyak orang Perancis yang mati dalam perang yang Napoleon kobarkan itu? Penulis sejarah Taine yang hidup pada pertengahan abad ke-19 menaksir bahwa antara 1804 dan 1815 Perancis kehilangan 1,7 juta jiwa.
Akan tetapi kini dapat dikatakan bahwa jumlah itu jauh lebih kurang: kira-kira 400 ribu. Selama empat tahun Perang Dunia I (1914-1918) Perancis kehilangan (mati) lebih banjak; 1.360 ribu pasukan.
Napoleon mempunyai empat saudara laki-laki. Tiga dari ini dijadikannya raja (Louis dari Holland, Joseph dari Spanyol dan Jerom dari Westphalia). Adik perempuannya, Elisa didjadikan ratu Napoli, dan Caroline achirnya menikah dengan seorang Pangeran.
Napoleon lebih banyak mendapat sakit kepala daripada kesenangan dari saudara-saudaranya yang dijadikan raja itu. Memang, mereka bukan orang yang pandai-pandai.
Ibundanya
Madame Letizia Bonaparte, ibu dari kaisar, raja-raja, ratu dan puteri ini tidak turut campur dalam politik. Beliau hidup terasing dan sederhana sekali, bahkan kikir. Kata Madame Mere, “mungkin suatu hari saya perlu menyediakan makanan untuk raja-raja yang kulahirkan ini".
Memang ketika beliau menutup mata dalam tahun 1836 (dalam usia 86 tahun; Napoleon sendiri wafat tahun 1821) kerajaan-kerajaan tadi sudah tak ada lagi. Tapi wanita luar biasa ini tak kekurangan setelah Napoleon dibuang.
Semasa ia masih jaya, Napoleon telah menghadiahkan ibundanya suatu rumah besar (“chateau"), dan uang berjuta-juta francs.
Baca juga: Napoleon Ternyata Tidak Pendek
Setelah Napoleon runtuh, Madame Mere menurut taksiran telah mengeluarkan 10 juta francs untuk membiayai keluarga Bonaparte, keluarga ex-raja, ex-puteri, dan ex-pangeran itu. Ketika menutup mata Letizia Bonaparte masih meninggalkan warisan yang lumayan.
Dalam perkara kekeluargaan Letizia tetap memegang pucuk pimpinan. Ketika suatu kali Napoleon sebagai Kaisar coba menyuruh Ibundanya mencium tangannya sebagai tanda pengakuan terhadap Napoleon sebagai Daulatnya, wanita agung itu mengabaikan tangan yang ditawarkan puteranya itu! Dan kemudian mengecam pedas si Kaisar.
Madame Mere sering cekcok dengan Josephine de Beauharnais. Ketika Napoleon bertengkar dengan adiknya Lucien dalam urusan famili juga, sang Ibunda memilih pihak Lucien.
Teori wanita agung itu sederhana saja : “Anak emasku ialah senantiasa anakku yang berada dalam kesulitan".
Giliran itu tiba bagi Napoleon ketika dalam tahun 1815 dikalahkan dan dibuang ke St Helena.
(Disarikan dari majalah History Today (September 1963) yang memetiknya dari buku Felix Markham Napoleon, terbit 18 Oktober di London. Dan dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 1963)
Baca juga: Dokter Bedah Menggagalkan Penaklukan Napoleon atas Rusia pada 1812