Advertorial
intisari-online.com
Intisari-Online.com -Ketika Perancis berada di bawah kekuasan Napoleon Bonaparte, pasukannya pernah berambisi melakukan ekspedisi ke Mesir melalui lautan..
Tujuan pertama Perancis adalah menduduki Mesir sebagai koloni.
Kemudian memperbaiki kemakmuran di Mesir setelah selama dua dekade mengalami kegagalan pemerintahan.
Dengan demikian Perancis bisa mendapatkan kekayaan Mesir yang masyhur dan peninggalan-peninggalan sejarah yang begitu luar biasa.
Baca juga:Ramalan Nostradamus: Napoleon, Hitler, dan Tokoh di Timur Tengah dalam Perang Dunia
Tujuan kedua adalah mengancam posisi Inggris di India yang menjadi sumber kemakmuran bagi Inggris selama puluhan tahun.
Setelah itu Napoleon berniat mengambil kendali Laut Merah sekaligus menjadikan Perancis sebagai raja lautan.
Untuk itu Perancis diam-diam akan mengerahkan bantuan bagi pemimpim India saat, yakni Sultan Tipu.
Sultan yang berkuasa di wilayah Mysore ini merupakan pimpinan musuh Inggris di India dan memiliki pengikut yang cukup besar untuk dibentuk sebagai pasukan perlawanan.
Baca juga:Makanan Kaleng yang Kita Konsumsi Saat Ini Berasal Dari Sayembara Napoleon Bonaparte
Meskipun tak cukup besar untuk mencoba menduduki Mesir sendirian, kapal-kapal ekspedisi yang dikerahkan Perancis terhitung banyak.
Ekspedisi Napoleon terdiri dari 30.000 pasukan infanteri, 2.800 pasukan kavaleri, 60 meriam lapangan, 40 meriam untuk pengepungan (siege gun) dan persenjataan lainnya.
Untuk mengangkut pasukan sebanyak itu ke Mesir, dibutuhkan satu armada (fleet) penuh. Hampir 300 kapal angkut dikawal 13 kapal perang dan tujuh kapal pemandu (frigat).
Agar misi berhasil ekspedisi ke Mesir dipersiapkan dalam waktu singkat dan penuh rahasia.
Diusulkan pada awal 1798, disetujui pada 12 April dan semua pasukan tempur meninggalkan Toulon pada 20 Mei.
Hanya dalam waktu 10 minggu persiapan, demi kerahasiaan, dari pelabuhan Toulon ekspedisi menggunakan sejumlah pelabuhan kecil seperti Marseilles, Genoa, Civitavecchia dan Corsica.
Bahkan demi menjaga misi rahasia para persoinil pasukan tidak diberitahu tujuan ekspedisi hingga sudah berada di tengah laut.
Tapi pemerintahan Inggris mendengar juga bahwa ekspedisi laut Perancis yang besar berlayar dari pelabuhan French Mediterranean di bawah komando Napoleon.
Sebagai tanggapan, pemerintah Inggris memerintahkan kapal-kapal perangnya di pelabuhan Mesir dan sekitarnya untuk cepat-cepat berlayar memasuki laut Mediterania untuk melakukan penghadangan.
Salah satu panglima AL Inggris, Lord St.Vincent, yang memimpin pemblokiran di Cadiz, diperintahkan untuk segara masuk ke Mediterania.
Perintah ini kebetulan bersamaan dengan kedatangan Horatio Nelson, panglima perang kapal-kapal perang Inggris yang terkenal berani dan berbakat dalam pertempuran laut.
Saat itu, Nelson adalah admiral yang masih sangat junior. Ia dipromosikan setelah pertempuran laut di Cape St Vincent (Battle of Cape St.Vincent) pada 14 Februari 1779.
Nelson kehilangan satu lengan setelah ekspedisi pertamanya sebagai admiral ke Santa Cruz di Canaries. Tapi kehilangan satu lengan tak membuat karir Nelson berhenti.
Mei 1798, Nelson dan armadanya dikirim untuk melakukan ekspedisi ke Mediterania dengan kekuatan tiga kapal.
Masing-masing bersenjata 74 meriam. Tambahan perkuatan diharapkan datang dari Inggris.
Tapi ekspedisi ternyata tidak berjalan lancar. Tanggal 20 Mei, kapal markas Nelson, HMS Vanguard bahkan hancur karena diterjang badai.
Namun berkat kegigihan Nelson, kapal berhasil diselamatkan. Sayang, kapten kapal frigatnya bersikukuh kembali ke Gilbraltar untuk perbaikan kapal yang rusak.
Karena tak sependapat, tinggalah Nelson tanpa frigat.Frigat ibarat mata bagi armada. Tanpa frigat, armada Nelson menjadi kurang awas.
Saat itu tanpa tahu kemana tujuan kapal-kapal perang Napoleon, akhirnya Nelson hanya bisa menduga-duga dan berharap saja.
Pada mulanya rute yang dijalani cukup jelas dan sama dengan rute Napoleon. Termasuk Elba (12 Juni) dan Civitavecchia (12-14 Juni 1798).
Di Naples, Duta Besar Inggris, Sir William Hamilton malah memperkirakan kapal-kapal perang Perancis sedang menuju Malta.
Tapi Nelson sendiri memperkirakan armada kapa perang Naoleon menuju Alexandria, Mesir dan India sesungguhnya adalah target utama.
Sementara itu, pangkalan Inggris di Cape St Vicent mengirimkan kapal lebih banyak lagi kepada Nelson.
Kapal-kapal ini bergabung dengan Nelson pada 7 Juni. Jajaran armada baru tersebut berkekuatan 14 kapal.
Kapal-kapal perang di bawah komando Nelson akhirnya bertemu dengan armada kapal Napoleon di bawah komando Laksamana Francois Paul Bruey yang berkekuatan 17 kapal perang.
Saat itu semua armada Laksamana Francois sedang dalam posisi lemah dan tidak siap bertempur karena sedang istirahat dan berlabuh di Teluk Aboukir.
Tanpa membuang waktu kapal-kapal perang Nelson segera melaksanakan serangan mendadak dan serentak.
Setelah terjadi pertempuran sengit kapal-kapal Nelson yang dari awal perang telah melakukan pengepungan akhirnya berhasil menghancurkan hampir semua armada kapal perang Laksamana Francois.
Dalam pertempuran sengit yang mengakibatkan sekitar 1700 pelaut Perancis tewas dan Nelson sendiri kehilangan 218 anak buahnya, membuat ambisi Napoleon untuk menguasai Mesir dari lautan akhirnya gagal total.
Selain peperangan laut di Kopenhagen dan Trafalgar yang dimenangkan Inggris atas Perancis, Battle of the Nile merupakan kemenangan besar pertama bagi Rear Admiral Sir Horatio Nelson atas armada laut Napoleon Bonaparte.
Konfrontasi kedua tokoh besar ini memang tidak sampai terjadi secara langsung, tapi Nelson telah membuat catatan sejarah.
Ia berhasil menggagalkan rencana besar Napoleon di wilayah Timur untuk menguasai Mesir dan India.
Kemenangan Nelson dalam Battle of the Nile (dikenal juga sebagai Battle of Aboukir Bay) membuat nama Nelson dikenal di seluruh daratan Eropa.
Sebaliknya menjadi peristiwa tragis bagi pasukan Napoleon yang hancur di lautan meski armada kapal perangnya memiliki kekuatan jauh lebih besar.
Sejarah pun mencatat peristiwa tersebut sebagai kemenangan paling besar dan berpengaruh di dalam sejarah peperangan laut.