Advertorial

Bukan Gara-gara Salah Taktik, Napoleon Kalah Perang Justru Gara-gara Dasi

Ade Sulaeman

Editor

Seseorang pantang menyentuh cravat orang lain. Kalau sampai terjadi, tindakan itu bisa berakibat fatal, yakni duel. Bahkan, takhayul pun berkembang di seputaran cravat.
Seseorang pantang menyentuh cravat orang lain. Kalau sampai terjadi, tindakan itu bisa berakibat fatal, yakni duel. Bahkan, takhayul pun berkembang di seputaran cravat.

Intisari-Online.com- Dasi, konon menurut Asosiasi Aksesori Leher Amerika, punya sejarah panjang yang melilit perkembangannya.

Sejak zaman batu pun aksesori di leher dan dada sudah ada, khususnya untuk memberi ciri pada kelompok pria dari strata tinggi.

Malah, pada zaman Romawi kuno sudah dipakai kain untuk melindungi leher dan tenggorokan, khususnya oleh para juru bicara.

Pada perkembangannya, prajurit militer Romawi pun memakainya. Bukti dipakainya aksesori kain leher tampak pada patung batu di makam kuno Xian, Cina.

(Baca juga:(Foto) Operasi Plastik Tidak Seinstan yang Dibayangkan, Wanita Ini Menderita 3 Bulan Setelah Jalani Operasi)

Aksesori leher terkenal lainnya muncul di masa Shakespeare (1564-1616), yakniruff.

Kerah kaku dari kain putih itu bentuknya serupa piringan besar yang melingkari leher.

Untuk mempertahankan bentuk,ruffsering dikanji. Lambat laun orang merasaruffyang bertumpuk-tumpuk hingga mencapai ketebalan beberapa sentimeter mengakibatkan iritasi.

Lahirlahcravatpada masa pemerintahan Louis XIV tahun 1660-an. Namun, Kroasia lebih tepat disebut sebagai tanah asal dasi.

(Baca juga:Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)

Ini sesuai penuturan Francoise Chaile dalam bukuLa Grande Historie de la Cravate(Flamarion, Paris, 1994). "... Sekitar tahun 1635, sekitar enam ribu prajurit dan ksatria datang ke Paris, yang disewa oleh Louis XIII dan Richelieu.

Pakaian tradisionel mereka amat menarik. Sehelai sapu tangan diikatkan di leher dengan cara khusus.

Sapu tangan itu terbuat dari beberapa kain, dari yang serupa seragam, katun halus, hingga sutera. Gaya unik ini segera 'menaklukkan Prancis'.

Apalagi cara ini lebih praktis ketimbang kerah kaku. Sapu tangan itu cuma diikat, dengan ujung-ujungnya dibiarkan lepas."

(Baca juga:7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi)

Maka disebutlah sapu tangan itucravat, artinya "penduduk dari Kroasia". Sebagaimana asesori leher di zaman batu, keindahancravatdan cara mengikatnya menunjukkan kelas si pemakai.

Konon Beau Brummell (1778-1840), yang banyak memengaruhi perkembangan mode, perlu waktu berjam-jam untuk mengikatcravat-nya.

Banyak buku teknik mengikatcravatditerbitkan. Salah satunya menampilkan 32 cara, meski kenyataannya ada lebih dari 100 cara yang resmi dikenal saat itu.

Begitupun, ada saja orang yang ingin mengekspresikan kepribadian mereka dengan kreasi sendiri. Selanjutnya muncul adab menggunakancravat.

(Baca juga:Pantas Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest Terlihat Memilukan, Ternyata 13 Hal Ini Yang Terjadi)

Seseorang pantang menyentuhcravatorang lain. Kalau sampai terjadi, tindakan itu bisa berakibat fatal, yakni duel. Bahkan, takhayul pun berkembang di seputarancravat.

Konon saat Napoleon mengenakancravathitam yang dililitkan dua kali memutari leher, ia selalu menang perang. Celakanya, saat terjun di Waterloo, ia memakaicravatputih. Akibatnya? Ia pun "jatuh".

Tahun 1980-an,cravatdengan ujung yang panjang mulai menyerupai asesori leher modern alias dasi. Ketika muncul mode kemeja berkerah, dasi disimpulkan di bawah dagu, ujung panjangnya terjuntai di depan kemeja.

Sementara dasi berbentuk kupu-kupu baru populer tahun 1890-an. Dengan kemajuan teknologi, kini dasi jadi makin beragam warna, desain, dan teksturnya.

Alhasil, lebih dari 100 juta dasi menyerbu berbagai gerai dasi setiap tahun. (Nur Resti AgtadwimawantiIntisari)

(Baca juga:Yang Konyol-Konyol di Perang Dunia II: Nazi Gelar Pesawat Palsu dari Kayu dan Sekutu Mengebomnya Dengan Bom Kayu)

Artikel Terkait