Advertorial
Intisari-Online.com – Penemuan teknologi kacamata berhubungan sangat erat dengan perkembangan kaca pembesar.
Sejarah tertua dimiliki oleh masyarakat di kota kuno Niniwe. Mereka telah mengenal "kacamata", yang sebenarnya lebih berfungsi sebagai kaca pembesar dengan materi lensa bukan dari kaca melainkan kristal.
Bangsa Yunani kuno pun mempunyai kaca pembesar berujud bola kaca berisi air.
Baru pada abad XII, hampir secara bersamaan kaca pembesar dari kuarsa yang dipasang pada bingkai muncul di masyarakat Cina dan Eropa.
Melihat manfaat kaca pembesar, maka tahun 1268 Roger Bacon, filsuf, ilmuwan, dan pembaharu pendidikan berkebangsaan Inggris, berpendapat perlunya lensa sebagai peralatan optik.
Namun tidak semua orang mau menempatkan Bacon sebagai orang pertama pencetus lahirnya kacamata.
Dengan bukti-bukti di tangan, ada yang berpendapat kacamata kemungkinan besar lahir di Italia pada ± tahun 1286.
Sedangkan mengenai siapa penemunya pun muncul dua versi, apakah Alessandro di Spina dari Florence ataukah Florentine Salvina Armato.
Dalam waktu singkat, pada tahun 1300-an kacamata mulai diproduksi dengan pusat pembuatan di Venesia. Tapi, kacamata saat itu belum seperti sekarang.
Kualitas lensanya sederhana, pemakaiannya juga merepotkan. Alat baca yang biasa dipakai para rahib dengan gangguan rabun dekat itu hanya terdiri atas dua lensa yang disambung, tanpa tangkai.
Setelah menempelkan sambungan di batang hidung, sang pemakai harus terus memeganginya. Meski lambat laun sambungannya makin kuat, kacamata tersebut tetap dianggap berbahaya.
Berbagai macam percobaan dilakukan untuk menemukan cara terbaik dan teraman mengenakan kacamata. Ada yang memasang lempengan logam panjang yang dipasang mulai dari batang hidung hingga ke bagian tengah kepala lalu turun ke bagian leher.
Karena pemasangan yang rumit dan tidak praktis, kacamata itu pun tidak diminati. Model lain adalah dengan rantai kecil yang dipasang pada kedua sisi kacamata. Kemudian rantai ini diikatkan di bagian belakang kepala, layaknya kacamata khusus bagi perenang atau pengendarasepeda motor.
Ada lagi yang mengaitkan kacamata pada topi. Ini pun merepotkan, bahkan mengganggu, terutama saat harus membaca di dalam ruangan atau membuka topi untuk memberi salam. Akhirnya, ada orang yang cukup kreatif dengan memasang tangkai, sehingga kacamata dapat "berpegangan" pada telinga.
BACA JUGA:(Foto) Kisah Memilukan dari Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest
Akhir abad XIV ketika kacamata mulai umum digunakan dan dianggap sebagai benda berharga, alat baca itu sering muncul sebagai aksesori subjek dalam lukisan. Salah satunya adalah lukisan Paus Leo X yang dibuat oleh Raphael tahun 1517.
Perkembangan selanjutnya adalah saat berhasil ditemukannya kacamata bifokus, yang memiliki sekaligus lensa cembung dan lensa cekung dalam satu bingkai. Tahun 1784 kacamata bifokus pertama di dunia dibuat oleh Benjamin Franklin - politikus, penulis, sekaligus ilmuwan Amerika.
Namun alat optik yang bisa membuatnya nyaman saat melakukan perjalanan, karena selain dapat menikmati pemandangan alam juga sekaligus membaca buku-buku kegemarannya, masih sederhana bentuknya.
Setelah berhasil memisahkan kaca cembung dan cekung, ia memotong secara horizontal masing-masing lensa tersebut di bagian tengah. Kemudian dengan dijepit oleh bingkai, potongan lensa cembung ditumpangkan di atas potongan lensa cembung.
Hingga tahun 1884 masih juga dihasilkan lensa bifokus yang dibuat dari potongan-potongan, meski sudah berperekat. Barulah pada tahun 1908 dan 1910 dikenal lensa cembung-cekung yang benar-benar menyatu dalam satu lensa. Materi lensa pun turut berkembang, yang mula-mula dari kuarsa, selanjutnya dibuatlah lensa kaca.
BACA JUGA: Dulu Dicampakkan, Kini Buah Ceplukan Harganya Selangit
Beberapa dekade terakhir, pilihan lensa pun makin beragam saat diperkenalkan lensa plastik. Lensa ini lebih disukai karena ringan dan tidak mudah pecah. Perkembangan alat optik tak berhenti sampai pada lensa plastik.
Tahun 1888 di Prancis diproduksi lensa kontak pertama sebagai alat kesehatan, karena gangguan pandangan si penderita tidak mungkin lagi dibantu dengan kacamata biasa. Namun lensa itu hanya dipakai beberapa orang, itu pun terpaksa. Saat dipasang lensa kontak yang terbuat dari kaca tersebut akan menutupi seluruh bagian depan mata.
Untunglah, pada 1938 ditemukan lensa kontak plastik. Satu dekade kemudian, mulai diperkenalkan lensa kontak yang hanya menutupi kornea. (*/sht)
BACA JUGA:Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur