Advertorial
Intisari-Online.com – Kata orang, bisnis yang bisa menjangkau semua lapisan umur - mulai bayi baru lahir hingga ke liang kubur - adalah bisnis periklanan. Ini membuktikan betapa iklan sudah menyatu dengan masyarakat.
Menjelang abad XX, kegiatan perdagangan dan perekonomian makin tak bisa dilepaskan dari iklan, karena media informasi pun makin beragam.
Sejak kapan sebenarnya kita mengenal iklan? Diduga iklan tertua berasal dari Mesir, ketika pada ± tahun 3200 SM nama raja diinskripsikan pada kuil-kuil yang sedang dibangun.
Selanjutnya, iklan itu mengambil bentuk pengumuman di atas papirus yang dibawa lari oleh para budak.
(Baca juga: Wanita Ini Usir Anak dan Menantunya yang Baru Menikah, Tapi Malah Disebut Mertua Idaman. Kok, Bisa?)
Tahun 3000 SM cikal-bakal iklan juga tumbuh di masyarakat Babilonia di daerah yang kini disebut Irak. Bentuknya berupa papan nama di atas pintu toko.
Cara yang sama dilakukan pula oleh masyarakat Yunani dan Romawi kuno. Lucunya, papan itu sering tidak berisi tulisan, karena baru sedikit orang yang melek huruf.
Tak kehilangan akal, pedagang memahat simbol khusus pada batu, tanah liat, atau kayu.
Misalnya, semak anggur berarti toko minuman anggur, sedangkan sepatu menandakan toko pembuat sepatu.
Namun sumber lain mengatakan, untuk wilayah Yunani dan Mesir kuno, papan "iklan" di pintu baru muncul pada ± 1500 SM.
Rupanya sudah sejak dulu iklan menjadi peluang bisnis orang-orang yang mampu memanfaatkannya.
Khusus di Mesir kuno, ada fenomena unik yaitu jasa persewaan juru teriak. Para pedagang menyewa mereka untuk menyusuri jalan-jalan sambil meneriakkan kabar kedatangan kapal-kapal dengan barang muatannya.
Beberapa abad kemudian, tepatnya tahun 900, metode primitif ini baru dikenal di kawasan Eropa.
(Baca juga: Bikin Ngakak! Editan Photoshop Terhadap Pasangan Ini Sungguh Kelewat Batas!)
Juru teriak juga disewa oleh para pedagang untuk membujuk calon pembeli berkunjung ke toko, memberi tahu barang apa yang dijual, dan berapa harganya.
Jadi bolehlah dikata, di awal peradaban manusia, seperti dalam banyak hal lain, masyarakat Asia lebih maju ketimbang Eropa dalam beriklan.
Namun periklanan di Eropa menemukan momentumnya ketika Johannes Gutenberg dari Jerman pada ± tahun 1440 menemukan mesin cetak.
Penemuannya memungkinkan diciptakan iklan massal berupa poster, selebaran, serta iklan di koran.
Di Inggris, William Caxton, yang memperkenalkan dunia cetak ke Inggris, pada ± tahun 1477 memproduksi iklan cetak pertama dalam bahasa Inggris di London.
Bentuknya, poster pengumuman penjualan buku doa yang ditempel di pintu gereja.
Baru 1,5 abad kemudian, tepatnya ± 1622, lahir koran pertama, masih berupa mingguan, di Inggris.
Berangsur-angsur bisnis koran dan budaya koran makin merebak di sana, sehingga akhirnya iklan dalam koran pertama kali muncul di halaman.belakang koran London tahun 1625.
Demikianlah, iklan jadi bagian tak terpisahkan dari koran.
Dengan semakin berkembangnya bisnis iklan, mekanisme kerja para pelakunya pun mengalami evolusi.
Biro iklan mula-mula lebih bertindak sebagai makelar. Mereka membeli ruang di halaman koran dengan potongan harga tertentu, lalu menjualnya kepada colon pengiklan.
Materi iklannya dipersiapkan sendiri oleh pemasang iklan.
Menginjak abad XX, J. Walter Thompson Company, Lord & Thomas, N.W.Ayer & Son, dan Pettengill & Company merintis layanan persiapan produksi materi iklan.
Media informasi lain adalah radio. Stasiun radio komersial sendiri baru lahir tahun 1920-an.
Pada 2 November tahun itu stasiun radio Westinghouse KDKA di Pittsburgh, AS, menyiarkan hasil pemilihan presiden.
Jumlah pendengar radio tumbuh pesat, hasilnya radio pun dipilih sebagai media iklan utama.
Perkembangan teknologi mendorong riset "transmisi wajah dan gambar" sekitar akhir tahun 1920-an.
Meski selama PD II perkembangan riset stasiun TV komersial ini terhambat, namun tahun 1949 saja sudah ada 75 stasiun operator TV komersial di AS.
Masa depan TV sebagai media iklan yang ampuh rupanya sudah dipahami. Lebih dari 200 biro iklan yang ada saat itu sudah siap menerima layanan iklan TV.
Meski era iklan di TV belum berakhir, kini sudah muncul media info super bebas: internet. Naga-naganya, internet bakal meraup sebagian porsi iklan di beberapa media yang sudah ada sebelumnya. (Dari pelbagai sumber/Sht)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 1998)
(Baca juga: Saking Terisolasinya, Keluarga yang Tinggal di Wilayah Ini Tidak Tahu Jika Pernah Terjadi Perang Dunia II)