Find Us On Social Media :

Kisah tentang Tanamur, Diskotek Pertama di Jakarta yang Dulu Jadi Langganan Artis hingga Rakyat Biasa

By Aulia Dian Permata, Kamis, 4 Oktober 2018 | 19:15 WIB

 

Intisari-Online.com - Bagi warga ibukota yang sedang mengalami masa remaja di tahun 1970-1980-an pasti kenal dengan Tanamur.

Tanamur merupakan diskotek pertama yang didirikan dengan legal (sah secara hukum) di Jakarta.

Bahkan kabarnya Tanamur juga diskotek legal pertama di Asia Tenggara yang namanya harum sampai ke Eropa.

Saking terkenalnya Tanamur, grup musik internasional Deep Purple pergi ke Tanamur pada tahun 1975 setelah mereka mengadakan konser di Jakarta.

Baca Juga : Dari Ratu Markonah di Era Soekarno Hingga Janin Bicara di Era Soeharto, Saat Presiden Indonesia Jadi 'Korban' Hoaks

Tanamur merupakan singkatan dari Tanah Abang Timur.

Maklum, diskotek ini beralamat di Jl. Tanah Abang Timur no.14.

Saat itu iklim bisnis di Jakarta tengah berkembang pesat dan investasi asing mulai membanjiri ibukota.

Akibatnya ada banyak sekali pekerja dari luar negeri yang tinggal di Jakarta dan tentu mereka butuh hiburan di sela padatnya pekerjaan.

Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin punya pemikiran bahwa adanya kelab malam atau diskotek bisa sangat membantu bagi Jakarta.

Baca Juga : Mobil Tak Diperbolehkan Masuk Sejak 1999, Kota Ini Justru Dianggap 'Surga' oleh Penduduknya

Diskotek bisa menjadi sumber pemasukan provinsi sekaligus sarana hiburan yang bisa menarik lebih banyak investor untuk tinggal lebih lama di Jakarta.

Peluang emas ini dibaca dan diekseskusi oleh Ahmad Fahmy Alhady.

Fahmy, sapaan akrabnya, adalah suami aktivis Ratna Sarumpaet pada saat itu. Mereka menikah tahun 1972 sebelum akhirnya bercerai pada 1985.

Fahmy sebenarnya sedang menempuh pendidikan teknik industri di Jerman dan berniat meneruskan usaha ayahnya yang berjualan tekstil di Pasar Tanah Abang.

Baca Juga : Meletus, Gunung Api Gamalama Mulai Lontarkan Abu Vulkanik di Pulau Ternate

Saat ia melihat situasi Jakarta yang sepertinya haus akan adanya tempat hiburan yang bisa terjangkau oleh semua kalangan, Fahmy mendirikan Tanamur.

Tanamur punya konsep yang berbeda dari kelab malam yang ada di hotel-hotel seperti Hotel Indonesia.

Di sini, awalnya musik hanya dimainkan lewat piringan hitam dan kaset.

Fahmy mengambil konsep dari diskotek di Amerika, Jerman dan Paris.

Diskotek memutarkan musik yang bisa dipakai bergoyang bersama tanpa aturan formal laiknya kelab malam.

Modal yang ia keluarkan kala itu antara Rp20 hingga 25 juta dan Tanamur resmi dibuka pada 12 Desember 1970.

Sejak saat itu, Tanamur tak pernah sepi pengunjung.

Kebanyakan memang para bule yang datang, tapi banyak juga remaja-remaja dan para sosialita Jakarta.

Tiket masuknya saat itu Rp10-20 ribu dan pengunjung bisa mendapat satu porsi minuman gratis dengan menukar tiket masuk.

Tiap malam acara berlangsung meriah dan lampu disko berpendar-pendar.

Salah satu DJ (disk jokey) di Tanamur yang terkenal adalah DJ Vincent.

DJ Vincent berasal dari Merauke, Papua. Awalnya datang ke Jakarta untuk mengadu nasib menjadi TNI Angkatan Laut.

Baca Juga : Kamagasaki, Kota Paling Kumuh di Jepang yang Sengaja Dihilangkan dari Peta agar Tak Dikunjungi

DJ Vincent rupanya menemukan nasib baiknya di Tanamur. Sebagai DJ, Vincent punya banyak penggemar.

DJ Vincent juga selalu memutarkan lagu yang ia kemas sendiri dan tak segan menolak memutar lagu yang sedang hits.

Meski begitu, Tanamur tidak pernah ketinggalan zaman. Bahkan, saat lagu baru dirilis, Tanamur langsung punya piringan hitamnya.

Karena eksistensinya, Tanamur makin dapat tempat di hati para pengunjung.

Bangunan Tanamur sendiri sangat unik. Rumah bercat hitam dengan pintu berwarna merah klasik memberi kesan mewah.

Bagian dalam Tanamur bisa memuat 800-1000 tamu.

Saat terjadi krisis moneter di tahun 1990-an, Tanamur mulai meredup. Tamu yang datang tak sebanyak biasanya.

Terlebih lagi sejak peristiwa bom Bali 2002 yang membuat masyarakat merasa tak aman berada dalam diskotek.

Tanamur akhirnya resmi menyudahi gemerlapnya lampu disko pada tahun 2005.

Baca Juga : Bukan Waria atau Ladyboy, Ini Sebutan 'Jender Ketiga' di Negara-negara yang Mengakuinya