Find Us On Social Media :

Tan Malaka: Pahlawan Nasional yang Kesepian, Nasionalis Spesialis Bawah Tanah, dan Simpatisan Komunisme yang Aktif

By K. Tatik Wardayati, Senin, 24 September 2018 | 19:45 WIB

Tan Malaka sering kali bentrok dengan Fabius, terutama jika pembicaraan menyinggung masalah politik. Bentrokan terulang beberapa kali sampai akhirnya bantuan beasiswa dihentikan.

Sebagai akibat, ia harus menanggung kondisi keuangan yang amat memprihatinkan yang membuat dia sakit-sakitan, selain menanggung banyak utang. Setelah dua kali gagal, baru upaya ketiga ia berhasil meraih hoofdakte (ijazah untuk menjadi kepala sekolah), karena sempat sakit dan motivasi menurun.

Utang menumpuk tidak memungkinkannya tetap tinggal di Belanda, sehingga tahun 1919 ia angkat koper untuk menjadi guru anak-anak kaum buruh perkebunan tembakau di Sumatra Timur.

Semasa Tan Malaka di Belanda, gagasan revolusioner kebetulan sedang tumbuh subur di seluruh kawasan Eropa. Ide-ide Karl Marx tentang komunisme sedang disemai dalam ujudnya yang praksis. Tidak jelas benar bagaimana ide-ide komunisme mulai menariknya, sampai ia menerjuninya secara praksis.

Baca Juga : Mulai dari Pattimura Hingga Tan Malaka, Inilah para Pahlawan Tanpa Makam di Indonesia

Yang jelas, di Belandalah minat politik Tan Malaka tergugah. la terbentuk menjadi nasionalis yang berkobar-kobar sekaligus simpatisan komunisme yang aktif.

Tidak mengherankan pula betapa ia sangat tertarik dengan kemenangan Revolusi Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Gagasan-gagasannya terbentuk antara lain di dalam kelompok diskusi yang ditokohi oleh Sneevliet, yang lalu dilahirkan kembali dalam bentuk artikel di koran.

Tan Malaka juga sempat menjadi  anggota Indische Inlichtingendienst (Dinas Penerangan Hindia) yang dibentuk oleh Sneevliet. Lembaga ini berperan sebagai pemberi informasi mengenai situasi di Hindia Belanda kepada koran-koran komunis dan para anggota parlemen Belanda.

Menggagas Persatuan Indonesia

Baca Juga : Pahlawan Nasional Tan Malaka; Menghilang Sampai Akhir Hayat

Selentingan tentang aktivitas Sarekat Islam (SI) yang sedang marak di Jawa bisa jadi terdengar di telinga Tan Malaka sehingga tahun 1921 ia tinggalkan gaji lumayan tinggi di perkebunan Senembah, Deli, Sumatra Timur, untuk berangkat ke Jawa.

la pun mulai mengenal Sarekat Islam melalui seorang sahabatnya, R. Soetopo, guru Sekolah Pertanian di Purworejo. Soetopo-lah yang membawa Tan Malaka ke kongres Centrale Sarekat Islam (CSI) di Yogyakarta, 2 - 6 Maret 1921.