Find Us On Social Media :

Pulau Jawa Dekade Pertama Abad 20: Negeri Dongeng dan Rumah Bahagia bagi Penghuninya

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 15 September 2018 | 20:30 WIB

Naik pangkat lewat KKN

Baca Juga : HUT DKI Jakarta Ke-491: Kala Senayan Masih Jadi Kampung Betawi dan Tebet Masih Berupa Hutan Belukar

Walaupun membosankan, seorang pegawai pemerintah tidak berani tidak hadir di pesta atasannya. Absen ke perjamuan bisa mengalangi ia naik pangkat. Istri atasannya bisa mempengaruhi nasibnya. Kalau istri bos tidak berkenan pada istri anak buah suaminya, jangan harap anak buah itu bisa  meniti jenjang karier.

Pegawai pemerintah yang ingin naik pangkat  memang tidak bisa cuma mengandalkan kepandaian dan prestasinya, tapi juga latar belakang keluarganya dan “keterampilan khusus". Umpamanya saja, kalau bosnya doyan makan enak, mungkin dia perlu mengantarkan pate-de-foiegras (makanan mahal dari Prancis yang dibuat dari hati unggas) dan anggur burgundy.

Kalau bosnya bangga betul pada  putrinya, maka berbahagialah dia yang pandai berdansa dan rajin meminta anak bos berdansa dengannya di pesta-pesta. Kalau bos keranjingan main kartu, beruntunglah dia  yang pandai dan tahan meladeni bos main kartu dalam pertemuan-pertemuan di rumah bos.

Semua hari besar yang berkenaan dengan bos sebaiknya diingat baik-baik. Kalau perlu, catatannya ditempel di kaca rias supaya jangan luput dari ingatan. Pada hari itu, begitu lonceng berbunyi tujuh  kali di sore hari, buru-buru sajalah berangkat ke rumah bos.

Baca Juga : Jakarta Diprediksi Jadi Kota Pertama di Dunia yang akan Tenggelam, Begini Penjelasannya

Bagi pendatang baru, birokrasi seperti itu tentu saja sangat menyebalkan, tapi lama-kelamaan  mereka jadi terbiasa.

Namun, setinggi apa pun  pangkat pejabat pemerintah di Jawa, ia mesti pandai menahan diri, sebab kalau ia kembali ke Den Haag, ia cuma akan menjadi sekadar  Meneer Jansen atau Meneer Smit, bukan residen lagi. Lagi pula teman sepergaulannya di Jawa bukan cuma pejabat.

Belanda yang sudah lama di Jawa, sikapnya lebih luwes  daripada Belanda "baru". Bungalow di Batavia yang terbuka, yang  dinaungi pohon-pohon tinggi, rupanya mencairkan kekakuan yang terbentuk dalam rumah-rumah keluarga yang seperti benteng abad XVII di sepanjang Heerengracht di Amsterdam.

Hidup di luar rumah

Baca Juga : Potret Perjuangan Pasukan Oranye: Berjibaku Dengan Sampah, Demi Kali Jakarta yang Indah