Intisari-Online.com – Meskipun balatentara Mataram menderita kekalahan dalam dua kali serangannya atas Batavia.
Namun rupanya akibat serbuan itu cukup parah dirasakan oleh Kompeni.
Sebabnya ialah, karena sejak itu Kompeni mengalami boikot ketat dari Mataram sehingga mereka sukar memperoleh suplai beras dan kayu bakar.
(Baca juga: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi)
Diboikot dari Barat maupun Timur
Sebagaimana diketahui, sejak kekalahannya yang kedua pada tahun 1629, Sultan Agung Mataram mulai membuka daerah Karawang menjadi daerah persawahan dengan maksud akan dijadikan batu loncatan dan gudang pangan bagi rencana serbuan berikutnya.
Meskipun sampai wafatnya Sultan Agung serbuan itu tak pernah terwujud lagi, namun akibat yang harus diderita Batavia sama saja.
Dalam Koloniaal Archief No. XXXIV antara lain dapat dijumpai keterangan bahwa Kompeni biasanya menebang kayu-kayu di hutan-hutan sebelah Barat sungai Citarum untuk keperluan kayu bakar.
(Baca juga: Pantas Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest Terlihat Memilukan, Ternyata 13 Hal Ini Yang Terjadi)
Juga sebagian dari beras untuk keperluan penghuni benteng Batavia diperoleh dari daerah Karawang ini. Akan tetapi kemudian Sultan Agung menempatkan pasukannya di daerah Karawang sejumlah 10 sampai 12 ribu orang.
Mereka ini menyita setiap kayu yang ditebang dan dimaksudkan untuk dikirim ke Batavia.
Mereka juga mencegat perahu-perahu penduduk yang berlayar di sungai-sungai dan di sepanjang pantai; apabila perahu-perahu itu memuat beras dengan tujuan Batavia, maka beras itupun disita pula.
Tindakan Mataram sedemikian itu sudah tentu amat menyulitkan Kompeni, karena hubungannya dengan Banten pun kurang baik. Apalagi ketika Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Banten (1651 — 1683).
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR