Intisari-Online.com – Senayan kala itu merupakan perkampungan Betawi dan masih rimbun dengan pohon buah-buahan. Sedangkan Tebet masih berupa hutan belukar. Rachmat membagi pengalaman masa kecilnya.
Kakek dan nenek saya berasal dari Garut, Jawa Barat. Namun, sejak tahun 50-an, mereka menetap di Senayan. Saya sendiri lahir di Bandung, tapi sejak usia empat tahun, tinggal bersama mereka.
Pasar Bundaran
Kakek saya bekerja sebagai penjaga malam gudang kantor alat-alat besar, yang kini menjadi salah satu instansi Departemen Pekerjaan Umum. Kakek berangkat kerja selepas sembahyang magrib dan pulang menjelang subuh dengan bersepeda.
Siang harinya, kakek berdagang mebel, seperti leman, meja kursi, bufet, tempat tidur beserta perlengkapannya.
Kerja sambilan ini cukup berhasil, karena rumah kakek sekaligus tokonya berada di tempat strategis, yakni di dekat Bundaran Senayan di antara dua jalan besar (kini Jl. Asia- Afrika dan Jl. Pakubuwono VI).
Delman dan gerobak kuda merajai jalan-jalan di Senayan dan Kebayoran Baru waktu itu. Delman merupakan alat angkut penumpang, sedangkan gerobak khusus untuk mengangkut barang.
Langganan toko kakek yang tinggal di sekitar Senayan dan Kebayoran pun menggunakan gerobak untuk mengangkut mebel yang mereka beli. Becak memang ada, namun jumlahnya tidak sebanyak delman atau gerobak.
Kendaraan antarkota yang paling populer waktu itu ialah oplet atau ostin, sebab kendaraan itu bermerek "Austin".
Bundaran Senayan, yang kini di atasnya menjulang Patung Pemuda, zaman dulu merupakan pasar yang ramai dan buka sampai jauh malam. Orang menyebutnya Pasar Bundaran. Di malam hari banyak pedagang buah-buahan dan makanan mangkal di sana.
Buah-buahan yang dijajakan meliputi durian, nangka, rambutan, cempedak, dll. Kakek suka mengajak kami makan buah durian di Pasar Bundaran bila libur.
Baca juga: Bagi Warga Jakarta dan Sekitarnya, Ini Tarif Tol JORR Terbaru per 20 Juni Nanti, Dipastikan Naik
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR