Find Us On Social Media :

Douglas MacArthur, Jenderal Legendaris AS yang Menyerang Irian dengan Korban 'Hanya' 14.000 Pasukan

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 5 September 2018 | 13:00 WIB

Misalnya tentang strteginya di kepulauan sebelah timur Irian (kepulauan Admiralties) seorang penulis yang tenang mengakui, bahwa MacArthur berhasil “mempercepat tercapainya kemenangan sedangkan jumlah yang mati dan luka di antara serdadunya dapat dikurangi.” (John Miller Command Decisions, edited by Hanson W. Baldwin, 1959, p.224)

Pihak admiral-admiral Amerika menghendaki serangan pada Jepang secara langsung, dari Hawai terus ke Tokyo. Sebaliknya MacArthur menghendaki rute melalui Irian dan Filipina ke Tokyo. Akhirnya kedua-duanya dijalankan.

Akan tetapi ternyata pilihan MacArthur lebih ringan bagi rakyat Amerika. Dalam operasi di seluruh wilayah Irian, dari tahun 1942 sampai 1944 MacArthur hanya menderita kerugian kira-kira 16.000 pasukan dan 2.500 perwira.

Sedangkan ketika hak armada Amerika merebut pulau-pulau kecil antara Hawaii dan Tokyo, kerugian Amerika pukul rata di setiap pulai (seperti Saipan) sudah kira-kira begitu besar.

Baca juga: Menggunakan Taktik Lucu Sekaligus Nekat, Tentara Turki Berhasil Memenangkan Perang Lawan Inggris dan Sekutunya

Strateginya di wilayah Irian itu mengagumkan karena kecepatannya dan di luar dugaan lawan: menyerang disini, meloncati, lawan di situ (leap frogging), sampai mendarat di Filipina dan dengan bangga dapat mengatakan, “I have returned”, aku telah kembali, sebagai pemenang kali ini.

Kepandaiannya sebagai militer kembali ternyata di medan Perang Korea (1950) ketika ia menyerang lawan-lawannya secara tak terduga, dari belakang, yaitu di Inchon, dan dengan begitu secara cepat dapat merebut Seoul.

Mengapa akhirnya MacArthur diberhentikan oleh Presiden Truman? Bukan terutama karena perbedaan pendapat tentang strategi, melainkan karena kebiasaan MacArthur melampaui Truman dan secara langsung mengemukakan pendapat kepada publik, dan dengan demikian merongrong kewibawaan dan kedudukan Truman.

Ia sangat sayang pada ibunya, yang sakitan. Dalam tahun 1923 dokter mengatakan kepada MacArthur, bahwa ibunya tak bisa hidup lebih dari beberapa hari saja. Setelah menghaturkan terima kasih kepada dokter, ia ke rumah sakit.

Baca juga: Kapal Jepang yang Penumpangnya Tewas oleh Sekutu Itu Akhirnya Menjadi 'Kapal Hantu'

Ia kaget melihat ibunya, tapi toh yakin diagnosa dokter itu salah. Ia lebih mengenal baik semangat bertahan ibunya daripada dokter. Inilah yang dilakukan oleh MacArthur.

“Ketika saya memasuki kamar ibu, saya menepuk bahunya dan bersikap penuh harapan. Saya katakan bahwa saya mempunyai kabar yang terbaik dari sang dokter. Kata dokter, ibu mempunyai jantung  yang kuat sekali.

Dan bahwa ibu dapat meninggalkan rumah sakit setiap saat. Tergantung dari kehendak ibu sendiri. Kurang seminggu kemudian ibu sudah pulang, bertentangan dengan ramalan pesimis dari dokter tadi. Ibu  masih hidup lima belas tahun lagi.” (Frazier Hunt, dalam The untold story of Douglas MacArthur.)

Bukan saja di medan perang, tapi juga di rumah sakit MacArthur mempraktekkan ajaran Napoleon, bahwa moril, semangat adalah empat kali lebih daripada faktor-faktor lain dikumpulkan jadi satu.

Dalam usia 57 MacArthur menikah dengan nona Jean Marie Faircloth yang baru berusia 35 tahun. Jadi selisih 22 tahun. Ini istrinya yang kedua. Setahun kemudian (1938) lahirnya anaknya satu-satunya, Arthur.

Baca juga: Opsir-Opsir Jepang yang Tiba-Tiba Begitu Baik Hati Ketika Mereka Telah Kalah dari Sekutu