Jangan Memaksakan Diri, Ini Tips Agar Olahraga Tak Berakhir Celaka

Ade Sulaeman

Penulis

Intisari-Online.com – Berolahraga yang teratur tentu sangat dianjurkan. Asalkan kita mengerti porsi masing-masing, agar malah tidak mengundang celaka.

Mari kita simak tulisan Eka Chandrasari, bagaimana Agar Olahraga Tak Berakhir Celaka, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari Extra Bugar 2013 berikut ini.

Yang kemarin berada di depan televisi, bahkan yang menonton langsung di arena pertandingan bulutangkis Asian Games 2018, mungkin deg-degan melihat pahlawan bulutangkis pada nomor tunggal putra, Antony Sinisuka Ginting, mengalami cedera.

Masih segar dalam ingatan kita, berita kematian aktor yang juga anggota DPR RI, Adjie Massaid, tak lama setelah ia bermain futsal. Sebelumnya, Basuki, seorang pelawak, juga mengalami hal serupa setelah asyik bermain sepak bola. Kematian mendadak usai berolahraga juga menimpa seniman kawakan Betawi, Benyamin Suaeb.

Baca juga: Mau Olahraga? Jangan Lupa Tetap Sarapan, Berikut 4 Makanan Terbaiknya!

Di kancah internasional, kematian mendadak saat berolahraga dialami pesepakbola asal klub Espanyol, Dani Jarque, pada Agustus 2009 silam. Pemain belakang ini tiba-tiba terjatuh dan dinyatakan meninggal dunia di sela-sela pertandingan tur pramusim di Italia.

Secara fisik, Jarque sebenarnya cukup terlatih. Pasalnya, dia sudah bergabung dengan Espanyol sejak masih berusia 12 tahun.

Di tim yunior, kemampuannya cukup diakui hingga bisa memperkuat tim pertama, dan membantu klub tersebut memenangi Copa del Rey pada tahun 2005 dan menjadi runner up di ajang Piala UEFA 2007.

Permainan dan karier pemain yang meninggal di usia 26 tahun itu terus berkembang, hingga dia ditunjuk sebagai kapten tim sebulan sebelum kematiannya.

Baca juga: Ingin Berolahraga dengan Semangat? Sesuaikan Saja dengan Kepribadianmu

Nasib serupa dialami pemain Spanyol lainnya, Antonio Puerta, dari klub Sevilla FC. Sama halnya dengan Jarque, Puerta pun telah berlatih sejak usia dini dan permainannya cukup cemerlang hingga masuk dalam daftar pemain tim nasional Matador.

Sesaat sebelum kematiannya, pemain yang mengembuskan napas terakhir di usia yang sangat belia, 22 tahun, itu terjatuh di sekitar area penalti. Mirisnya lagi, itu terjadi pada pertandingan perdana Sevilla di musim kompetisi 2007/2008, di mana mereka tengah menjamu Getafe FC di kandang.

Sesaat setelah terjatuh, Puerta sempat bangkit dan memasuki ruang ganti. Tetapi di ruangan itu, Puerta kembali kolaps. Tiga hari menjalani perawatan di rumah sakit, Puerta meninggal dunia dan dinyatakan mengalami gagal jantung.

Bukan mau jadi atlet

Baca juga: Catat! Inilah Jadwal Beberapa Cabang Olahraga yang Dipertandingkan Sebelum Pembukaan Resmi Asian Games 2018

Kisah-kisah tadi merupakan sebagian contoh kasus-kasus kematian mendadak setelah seseorang melakukan olahraga. Orang yang sudah terbiasa berolahraga sejak usia dini pun, ternyata bisa mengalami hal fatal serupa itu. Bisa dibayangkan dengan kita yang sebagian besar tidak terlatih.

Dr. Michael Triangto, SpKO., spesialis kesehatan olahraga di Jakarta, menyatakan bahwa hingga saat ini kasus kematian mendadak dalam berolahraga memang masih menjadi momok bagi para penggemar olah tubuh.

Padahal di sisi lain, olahraga sangat dibutuhkan untuk memperkuat otot, paru-paru, jantung dan membantu memperlancar peredaran darah.

Terkait hal ini, menurut Michael, persepsi masyarakat yang seharusnya diluruskan terlebih dulu. Olahraga sangat baik dan dibutuhkan untuk meningkatkan kesehatan, tetapi banyak orang yang menganggap berlatih atau berolahraga itu harus seperti atlet, yaitu mengeluarkan seluruh kemampuan diri, meraih kemenangan, menjadi juara atau menorehkan prestasi.

Baca juga: Dari Pencak Silat sampai Jujitsu, Inilah 4 Olahraga Tradisional yang Diperlombakan di Asian Games 2018

“Padahal, dalam berolahraga kita harus terprogram dan dilaku-kan teratur dalam jangka waktu panjang, untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan. Yaitu, badan bertambah sehat, sembuh dari penyakit ataupun mendapat prestasi,” ujar dokter yang aktif dalam pembinaan di Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) sejak 1994 ini.

Sebelum melakukan olahraga, menurut dia, seseorang harus menentukan lebih dulu apa tujuan yang ingin dicapai dalam berolah tubuh. Apakah untuk prestasi, proses penyembuhan atau meningkatkan kesehatan.

Setelah itu, ia harus tahu benar bagaimana kondisi kesehatannya. Jika memang ada masalah, jangan memaksakan diri untuk melakukan olahraga berat.

Karena, itu bisa digantikan dengan terapi olahraga (sport therapy) yaitu program pengobatan yang menggunakan olahraga terukur untuk mening-katkan derajat kesehatan seseorang.

Baca juga: Lakukan Olahraga Ini Agar Ukuran Payudara Tak Ikut Menyusut saat Berat Badan Turun

Setelah itu, ia juga perlu melakukan evaluasi berkala setiap tiga bulan, apakah tujuannya dalam berolahraga – misalnya untuk menurunkan berat badan atau tekanan darah — sudah tercapai.

Hitung denyut nadi dan pemanasan

Menghitung lebih dulu denyut nadi kita, merupakan cara jitu agar terhindar dari serangan jantung setelah berolahraga.

Jika normalnya denyut nadi manusia berada pada kisaran 60-90 kali denyut per menit, maka jika kita berusia sekitar 20 tahun, denyut nadi ketika berolahraga tidak boleh lebih dari 160 kali denyut per menit. Di antara kisaran normal denyut nadi tersebut, biasanya orang memiliki denyut nadi 72 kali denyut setiap menitnya.

Baca juga: Catat! Inilah 5 Olahraga yang Menawarkan Banyak Manfaat Kesehatan, Praktikkan Sekarang Juga

Dr. Michael menambahkan, jenis olahraga yang dianjurkan untuk memelihara kesehatan bukanlah olahraga prestasi atau yang bersifat permainan, seperti bulutangkis, tenis, sepakbola, ataupun futsal.

“Seorang oma berusia 70 tahun, berbadan gemuk dan menderita diabetes, tetap bisa melakukan olahraga. Tapi tentu saja bukan olahraga berat, seperti yang biasa dikhawatirkan pihak keluarga. Karena dia bisa melakukan olahraga ringan, seperti yoga misalnya,” tandasnya.

Banyak kasus kematian setelah melakukan olahraga prestasi terjadi terutama pada mereka yang memiliki risiko tinggi mengalami gangguan jantung dan sudah berusia di atas 50 tahun.

Cara menghindari musibah itu, Michael menganjurkan, mereka yang beri-siko mengalami gangguan jantung memilih olahraga jenis aerobik saja. Misalnya jalan cepat, joging, berenang, bersepeda, dayung, atau senam jantung sehat yang tidak membahayakan kerja jantung.

Baca juga: Memasyarakatkan Olahraga, Mengolahragakan Masyakat: Yuk ,Ikuti Senam Asian Games 2018, Caranya Mudah!

Pemanasan, inilah yang dianjurkan salah seorang dokter senior di bidang kesehatan olahraga, dr. Sadoso Sumosardjuno. Pemanasan diperlukan bukan hanya pada olahraga permainan, tetapi juga untuk semua kegiatan berolahraga. Pasalnya, kurang pemanasan akan berakibat fatal jika ada penyebab lain yang menyertai.

Sebelum melakukan olahraga permainan yang temponya bisa berubah-ubah, mereka yang jarang atau tidak pernah berolahraga harus melakukan latihan sedikit demi sedikit.

Pada tubuh yang tidak terlatih, terjadinya perubahan mendadak bisa membahayakan. Lain halnya dengan mereka yang sudah terbiasa mengolah tubuh.

Tahu kapan harus berhenti

Baca juga: Bukan Air Putih, Inilah 4 Minuman yang Bisa Pulihkan Kembali Otot yang Lelah Setelah Olahraga

Dr. Dwi Pantja Wibowo, dokter yang membidani klinik olahraga di RS Premier Bintaro, mengatakan bahwa untuk menghindari potensi kematian mendadak setelah berolahraga, seseorang harus tahu kapasitas dan bisa mengukur kemampuannya.

Ada batasan yang harus diperhatikan ketika kita berolahraga. Penting juga untuk mengerti kondisi kesehatan kita yang sebenarnya.

“Jadi, ketika berolahraga, kita harus tahu kapan kita harus berhenti, dan tidak memfor-sir kemampuan hanya karena ingin menang, misalnya,” ujarnya.

Ada pula hubungan potensi kematian mendadak ketika berolahraga, dengan cabang olahraga yang kita pilih. Biasanya cabang olahraga prestasi yang membutuhkan tenaga cukup besar, seperti sepak bola dan tennis, bisa menimbulkan potensi ini. Untuk kita yang gemar berolahraga, lebih baik memilih cabang olahraga terukur seperti berenang, joging atau bersepeda.

Baca juga: Manfaat Olahraga Untuk Anak Juara, Belajar dari Lalu Muhammad Zohri

“Tapi, pada dasarnya semua ca-bang olahraga punya potensi ini. Itu semua kembali kepada individunya, agar tidak terlalu memforsir diri. Kalau capek ya, berhenti,” tambah Dwi. Artinya olahraga sangat dianjurkan, tapi kalau sudah menimbulkan kematian, ya lebih baik yang slow sajalah.

Meminimalkan risiko cedera

Demi mendapatkan hasil yang lebih efektif untuk kesehatan jantung, sebagian orang lebih memilih olahraga terukur, seperti yoga, capoeira, dan muay thai, dibandingkan yang menguras tenaga.

Yoga, yang dikenal dengan aktivitas asana (postur), sekaligus sebagai pengobatan alternatif melalui latihan pernapasan, olah tubuh dan meditasi. Cara ini bahkan telah dipraktikkan selama lebih dari 5.000 tahun.

Baca juga: 4 Fakta Menarik Tentang Otak Kita, Salah Satunya Mereka Juga Butuh ‘Olahraga’

“Dulu saya sering main futsal, tapi sekarang yoga hampir setiap pagi. Karena dengan seni memberdayakan mind, body and soul ini, rasanya tubuh bisa lebih sehat, terutama jantung,” ujar Iman Mulia Rosidi, jurnalis radio swasta di Jakarta.

Menurut Iman, yoga cukup satu atau dua kali dalam sepekan dilakukan di studio, selebihnya di rumah, kapan saja. Yoga pun tidak perlu modal banyak untuk membeli peralatan, karena hanya membutuhkan yoga mat yang bisa digelar di tempat yang kita suka. Kalau mau, bisa membakar aromaterapi yang cukup jitu untuk membangun mood.

Selain yoga, Iman juga menambah porsi olahraga dengan bersepeda sepekan sekali. Iman mengatakan, dibandingkan futsal, kedua olahraga yang dipilihnya lebih terukur dan tidak menguras tenaga yang berlebihan.

Meskipun tetap mengeluarkan keringat, tetapi pelakunya seolah-olah bisa mengontrol kapan saatnya mereka untuk berhenti. “Bersepeda santai juga baik untuk kesehatan mata, karena kita bisa melihat-lihat pemandangan, dan pikiran jadi fresh kembali,” selorohnya.

Baca juga: Ngeri, Aturan Main Olahraga Kuno Ini Adalah 'yang Kalah Harus Meregang Nyawa'

Sementara itu, Raihan, mahasiswa perguruan tinggi swasta yang juga meninggalkan futsal dan sepakbola kini memilih skateboard yang tengah digandrungi anak muda. “Skateboard lebih santai meskipun tetap bisa memacu adrenalin karena ada gerakan melompat,” katanya.

Untuk menghindari cedera, kata Raihan, sebaiknya skater menggunakan pelindung lutut, siku dan helm. Dia mengatakan, sesekali menambah porsi olahraganya dengan joging atau berenang.

Saat ini, banyak alternatif olahraga yang bisa dilakukan. Memulai olahraga dengan pemanasan dan mengakhiri dengan pendinginan harus dilakukan untuk menetralkan kondisi tubuh. Tidak ada salahnya mengecek lebih dulu kondisi kesehatan kita sebelum memutuskan jenis olahraga yang akan diikuti.

Selamat berolahraga.

Baca juga: Rutin Berolahraga Malah Jatuh sakit? Begini Penjelasan Ilmiahnya

Artikel Terkait