Find Us On Social Media :

Punakawan yang Suka Bergurau Namun Patuh pada Junjungannya

By K. Tatik Wardayati, Senin, 20 Agustus 2018 | 21:00 WIB

Intisari-Online.com – Zaman sekarang, buku dan kartun humor memancing tawa. Dulu, orang bisa terpingkal-pingkal mengikuti gambar relief di candi.

Bagaimana Mati Ketawa Cara Singasari, Budi T. Prasetyo/Citrakara menuliskannya di Majalah Intisari edisi Agustus 1990.

Jauh sebelum munculnya buku-buku Mati ketawa ala ..., orang juga sudah mengenal tradisi tertawa. Tertawa memang menyehatkan, mengendurkan saraf-saraf yang tegang, serta dapat mengurangi stres yang berkepanjangan.

Atau mungkin lebih tepat kalau dikatakan, bahwa tertawa itu perlu dalam hidup manusia.

Baca juga: (Foto) Penumpang Kereta Paling Aneh dan Paling Nyeleneh, Asli Bikin Ketawa!

Bukan hanya di lingkungan rakyat jelata, tetapi di kerajaan yang sangat tradisional pun dikenal adanya para penghibur.

Unsur hiburan tidak hanya terbatas pada nyanyian dan tarian saja, tetapi juga lawakan. Gejala ini  terlihat lebih mencolok dalam cerita-centa wayang. Baik wayang kulit maupun wayang lainnya, selalu menyelipkan bagian-bagian lucu dan mengandung humor.

Bahkan  dalam wayang kulit, inti cerita atau goro-goro, dilontarkan oleh para pelawak, atau yang dikenal dengan punakawan yang terdiri atas tokoh Semar dan anak-anaknya: Gareng, Petruk, dan Bagong.

Punakawan dari Jawa Timur

Baca juga: Kocak, 10 Meme dari Video Kasidah yang Viral Ini Dijamin Bikin Ketawa

Rupanya peran punakawan dalam cerita Jawa Kuno cukup penting. Terbukti dengan penampilan tokoh-tokoh ltu secara utuh di Candi Jago, di Malang.

Candi yang dibangun di masa Kerajaan Singasari mi, menurut Kitab Negarakertagama, aslinya bernama 'Jajaghu. Kemudian untuk memudahkan sering disingkat menjadi 'jago'.

Candi Jago dibangun dengan tiga teras, dan seperti layaknya candi-candi Jawa Timur lainnya, garbhagrha atau bagian tersuci terletak di bagian belakang dari bangunan.