Find Us On Social Media :

Kala Jepang Iming-imingi Kebebasan Kepada Rakyat Indonesia Lewat Nujuman Jayabaya tentang Ratu Adil

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 10 Agustus 2018 | 12:45 WIB

Intisari-Online.com – Pada  tanggal 1 Maret 1942 angkatan perang Jepang meningkatkan gerak  serbuan ke Asia Tenggara dengan pendaratan serentak pada tiga tempat dipulau Jawa antara lain di Kragan (Rembang).

Pendaratan di pulau Jawa adalah serbuan utama ke dalam batang tubuh imperium Belanda yaitu pulau Jawa dengan pertahanan induk: benteng Bandung. Kejatuhan pertahanan Belanda di Jawa berarti keruntuhan imperialisme Belanda di Asia Tenggara.

Maka oleh sebab itu pendaratan 1 Maret 1942 itu oleh Jepang dilaksanakan sebagai puncak gerakan propaganda yang diselenggarakan dengan cermat dan tepat selama beberapa tahun. Dalam pada itu Jepang mendasarkan gerak propagandanya atas suatu naluri yang hidup dalam lubuk hati bangsa Indonesia.

Naluri itu adalah kekuatan konkrit yang bergolak berabad-abad lamanya dibawah sadar kebangsaan kita: masyarakat adil dan makmur atau dengan ujud konkritnya sebagai Ratu Adil.

Baca juga: Tiru Taktik Bertempur Gerilya Pejuang Indonesia di Perang Kemerdekaan, Viet Cong Sukses Bikin Babak Belur Pasukan AS

Pada tahun 1926 — 1927 naluri itu membangkitkan arus-dinamika kebangsaan dalam perlawanan perintis-kemerdekaan: pemberontakan Komunis. Arus-dinamika menuju kemasyarakatan sama-rasa dan sama-rata yaitu masyarakat  adil dan makmur.

Dengan bertekad melenyapkan penjajahan Belanda, ribuan pejuang mempertaruhkan diri-pribadinya.

Kenyataan itu menjadi alas-dasar angkatan perang Jepang. Radio Tokio dalam siaran-siaran  yang ditujukan kepada rakyat Indonesia di pulau Jawa senantiasa mengkumandangkan kedatangan Ratu Adil diwaktu dekat.

Nujuman Jayabaya tentu dan pasti akan menjadi kenyataan. Penjajahan Belanda yang senantiasa membawa penindasan kemelaratan dan pemerintahan yang sewenang-wenang akan lenyap. Dan tentara Jepanglah yang akan menyapu bersih bumi Indonesia dari tiap-tiap serdadu Belanda.

Baca juga: Pembantaian Nanking: 'Neraka' Sementara Buatan Tentara Jepang di China

Apabila Belanda-sikulit putih lenyap, si-bule (kebo-bule = kerbau putih) dihancurkan maka barang semestinya tibalah masa yang diharap-harap dan dengan sepenuh jiwa: masa Ratu Adil.

Bukankah barang semestinya apabila Jepang minta dan menganjurkan agar rakyat Indonesia membantu tentara Jepang. Sewajarnya kita bangsa Indonesia menyongsong kedatangan Jepang untuk melenyapkan ketidakadilan dan kemelaratan.

Penderitaan rakyat Indonesia cukup luas dan cukup dalam dan dengan mudah sekali tertanamlah keyakinan dihati-sanubari rakyat jelata: kedatangan Jepang tentu dan pasti mengakhiri penderitaan.

Tanggal 1 Maret 1942 diwilayah Jepara-Rembang, disambut dengan meriah dengan penuh harapan. Dentuman meriam kapal-kapal perang Jepang dipantai Kragan terdengar sampai jauh dipedalaman.

Baca juga: Kisah Warga Negara Belanda yang Menjadi Jugun Ianfu Bagi Tentara Jepang di Indonesia

Asap tebal mengepul di kota-kota seperti Kudus, Pati, Jepara dsb. sebagai akibat siasat bumihangus Belanda: Tangki-tangki bensin, minyak dibakar dan beberepa ledakan menghancurkan bangunan penting.

Tentara Belanda mundur sebelum bertempur, pasukan-pasukan pengamanan kota dan wilayah (stadswacht dan landwacht) terdiri atas pegawai-pegawai dan penduduk tanpa komando membubarkan diri.

Pakaian seragam dibuang jauh-jauh dan senjata yang tak ada artinya dilempar kedalam selokan-selokan. Demikian pula poIisi-Belanda.

Terjadilah sesuatu yang luar biasa selama beberapa hari menjelang pendudukan Jepang. Diseluruh wilayah tidak terdapat suatu kekuasaan atau pemerintahan. Rakyat bergerak karena naluri azasinya dan tampak dengan jelas sekali arus-dinamika baru.

Baca juga: Rekaman Mengerikan Ini Ungkap Bagaimana Belasan Mayat Budak Seks Asal Korea Dibuang oleh Tentara Jepang saat PD II

Dimanapun jua rumah-rumah dan pintu-gerbang kampung, desa dan kota dihiasi dengan daun kelapa muda. Pada tiap-tiap pintu rumah ketupat-ketupat yang dibuat dari daun kelapa-muda bergantungan.

Manusia pun sama jua: Laki-Iaki, wanita, anak, tua-muda mengenakan kalung daun kelapa-muda. Itulah pertanda menjongsong kedatangan Ratu Adil. Warna pusaka, merah-putih mulai tampak berselingan dengan daun kelapa-muda. Bendera triwarna sudah lenyap dan tiada  seorang pun yang ada hajatnya membela Belanda.

Sepanjang hari dan sepanjang malam orang keluar di jalan-jalan, di lorong-lorong bersorak-sorai: Sekarang tidak ada pemerintahan sewenang-wenang lagi. Tidak ada pajak apapun. Rakyat  tidak perlu membajar apa-apa.

Setiap keluarga  dapat rumah. Tidak perlu bayar listrik. Setiap anak sekolah di Sekolah Tinggi. Mulai sekarang tidak ada ndoro, tidak ada tuwan atau njonja, tidak ada kuli dan budak : semua orang sama.

Baca juga: Kisah 3 Tentara Jepang yang Ikut Berjuang Melawan Penjajah, Hingga Akhirnya Gugur di Tangan Belanda

Perbedaan antara kaya dan miskin tidak ada lagi. Semua orang kaya dan semua orang miskin. Hukum sama-rata dan sama-rasa berlaku.

Semua manusia sama, semua orang sama-sama; sama tinggi-sama rendah, sama kaya sama miskin.

Dengan gerakan-serentak yang sukar dimengerti terjadilah suatu perubahan mendadak. Perubahan itu terjadi dimana-mana seolah-olah digerakkan oleh satu komando.

Di kampung-kampung, di kota-kota, di desa-desa, dan dusun-dusun disusunlah pasukan-pasukan suka-rela untuk menjaga keamanan dan mengatur tata-tertib. Setiap orang harus ikut-serta dengan tidak pandang bulu, pegawai, pedagang, ningrat dsb. ikutserta.

Baca juga: Pasukan Sekutu di Malaysia yang Jumlahnya Dua Kali Lipat Pernah Dihancurkan Tentara Jepang yang Bersepeda Ontel

Sebutan ndoro lenyap dalam waktu 24 jam. Bapak (pak), ibu (bu), bung, saudara mulai merata diseluruh lapisan masyarakat. Pergaulan antara lapisan-lapisan manusia semakin menjadi erat, seolah-olah sudah terwujudlah persaudaraan antara manusia dengan manusia!

Tetapi gelora sama rata sama rasa bergolak kearah usaha untuk meratakan segala sesuatu. Kekayaan harus sama, milik harus sama, harta bendapun harus sama. Justru gelora inilah yang sudah disiapkan penampungannya oleh pihak Jepang.

Gerombolan-gerombolan dan sekawanan-sekawanan perampok disiapkan dan mereka itulah yang maju bergerak yepat pada waktu kekuasaan Belanda kabur. Perampokan merajalela dan kekacauan ditimbulkan dengan penggedoran rumah-rumah si kaya dan bekas-bekas kediaman Belanda.

Kawanan-kawanan perampok memusat di kota-kota dan rakyat dari perkampungan-perkampungan dan dusun-dusun ikut-serta dalam gelora per-samarasa-samarataan itu. Jalan raya antara Rembang dan Semarang riuh-ramai dengan ribuan manusia yang bergerak sambil  bersorak-sorak.

Baca juga: Inilah Pertempuran Habis-habisan antara Tentara Sekutu Melawan Tentara Jepang yang Berujung pada Jatuhnnya Bom Atom

Rumah-rumah besar, toko-toko, gedung-gedung pemerintah, gudang-gudang diserbu. Rumah- gadai pun tidak luput dari serbuan.

Dimanapun jua, di pinggir jalan, di sawah, di halaman kosong barang-barang  berharga berceceran: radio, perabot rumah-tangga, beras, tekstil dsb. dsb. Arus-manusia tanpa arah, tanpa tujuan bergerak sambil merusak dan menghancurkan apa jua, menurut barisan pelopornya yaitu kawanan-kawanan perampok.

Rakjat jelata, massa bergerak dalam kemabokan kebebasan; bebas dari ketakutan dan keangkeran kekuasaan Belanda. Lima hari lamanya gelora kemabokan dan gelora sama-rasa sama-rata bergolak.

Dalam kekalutan itu beberapa orang manusia yang bernyali  besar dan berjiwa besar dapat mengendalikan massa, yaitu di Kudus dan di Juana.

Baca juga: Hiroo Onoda, Tentara Jepang yang Sampai Ajal Menjemput pun Tak Sudi Menyerah kepada Tentara Sekutu

R. Soebarkah wedana-kota Kudus dengan tabah dan tenang menyusun kembali anggota-anggota kepolisian lama dan dengan tegas dan pasti diadakan patroli-patroli dimanapun jua.

R. Soebarkah dengan beberapa gelintir orang dapat menenteramkan rakyat diseluruh kabupaten Kudus, sehingga terhindarlah rakyat dari kehancuran. Maka terbuktilah bahwa manusia Indonesia dapa mengatur bangsa dan negara sendiri.

Dengan tabah R. Soebarkah menyusun kembali tata tertib serta ketenteraman tanpa merusak api-revolusi yang mulai menyala itu. Berkat ketangkasan, keberanian, dan keyakinan atas Indonesia Merdeka yang pasti datang, rakjat dapat dipertahankan kepada batu loncatan perjuangan kemerdekaan: siap untuk mewudjudkan cita-cita samarasa-samarata dengan cara-cara revolusioner tetapi dengan disiplin yang teguh.

Jasa R Soebarkah sebagai penyelamat, pembina dan pembela jiwa-revolusi rakyat di kabupaten Kudus antara 1942 — 1946 sudah dilupakan orang. Jiwa besar almarhum hanya tampak sebagai salah seorang pendidik besar dalam Angkatan Kepolisian.

Baca juga: Mengunjungi Sungai Kaki Naue yang Dulu Pernah Jadi Tempat Mandi Tentara Jepang

Tetapi jelaslah bahwa karena dasar-dasar kepimpinan yang diciptakan oleh R. Soebarkah, rakyat kabupaten Kudus dengan tegas ikut-serta dalam gelora-revolusi sejak 1942.

Kabupaten Pati diselamatkan dari malapetaka kehancuran oleh R. Soenarjo seorang guru H.I.S. di Juana. Sendirian, tanpa kawan, tanpa pasukan tanpa apa-apa. R. Soenarjo dapat menguasai massa rakyat yang berjumlah puluhan ribu manusia.

Massa yang menuju ke Juana dan Pati dicegat di jembatan Kali Juana dan dengan kewibawaannya massa itu dibubarkan. Berulang-ulang R. Soenarjo berhasil mencerai-beraikan gelombang manusia yang bergerak kearah samarasa-samarata secara khas itu.

Kewibawaan kekuatan batin dan keberanian luar biasa dari satu orang manusia itu dapat mencegah malapetaka. Kota-kota Pati, Juana, Rembang terhindar dari kehancuran karena puluhan ribu rakjat yang sudah mengelompok menjadi massa yang padat dapat diperintah mundur dam bubar oleh R. Soenarjo.

Baca juga: Presiden Jokowi Pindah ke Istana Bogor: Istana Bogor Pernah Dijarah Tentara Jepang (Bagian Ketiga)

Untuk mencegah kekacauan selanjutnja R. Soenarjo "menyusun suatu" pemerintahan sementara. Dengan demikian tata-tertib kemasyarakatan dan kenegaraan diseluruh Kabupaten Pati dapat dipulihkan tanpa merusak semangat revolusi yang mulai bergerak.

Justru oleh sebab itu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus diseluruh daerah sekitar Gunung Muria dapat menggerakkan semangat perjuangan yang luar biasa.

Ketika Tentara Jepang mulai pendudukan militer, wilayah sekitar Gunung Muria sudah dalam keadaan teratur, berkat keberanian R. Soebarkah dan R. Soenarjo.

Tetapi pengaruh R, Soenarjo meluas dan menguasai hati-sanubari rakyat jelata yang merasa terima kasih atas pimpinan yang menyelamatkan rakyat dari suatu bencana.

Baca juga: (Foto) Sungguh Memilukan, Begini Kondisi Kota Hiroshima Pascajatuhnya Bom Atom Little Boy di Jepang

Begitu tentara Jepang menduduki wilayah tersebut, maka sandiwara juru selamat dimulai. Pemimpin-pemimpin perampok ditangkapi dan diadili. Dengan tak segan-segan Jepang membinasakan mereka yang telah berjasa untuk Jepang?

Dengan kejam Jepang menghukum setiap manusia yang pernah menimbulkan huru-hara dan kekacauan meskipun kekacauan itu direncanakan dan dibayar oleh Jepang sendiri.

Berkat ketangkasan dan keberanian R. Soebarkah dan terutama R. Soenarjo jumlah korban peradilan Jepang tidak banyak. Tetapi justru oleh sebab itu Kenpetai Jepang menangkap dan menyiksa R. Soenarjo sampai diluar  batas kemanusiaan.

Penyiksaan R. Soenarjo dilaksanakan secara tertutup maupun cara terbuka di alun-alun Juana. Didepan ribuan rakyat R. Soenarjo disiksa tetapi berkat doa dan harapan yang timbul dari lubuk hati rakyat jelata akhirnya beliau dibebaskan.

Baca juga: Sekutu Ramai-Ramai Menghancurkan Nazi Demi Memperebutkan Senjata Canggihnya, tapi Kemudian Malah Menggunakannya untuk Saling Berperang

Dan sekali lagi yaitu beberapa hari sesudah Proklamasi Kemerdekaan R. Soenarjo dapat memungut buah perjuangannya dalam masa Maret 1942!

Rakyat dan pemuda wilayah Pati dipimpin untuk merebut kekuasaan dari pasukan-pasukan  istimewa Jepang. Perebutan kekuasaan berhasil dengan gemilang.

Bahwa R. Soenarjo dilupakan jua jasa-jasanya mungkin dapat dipahami dengan gelombang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang terus memuncak dalam perjuangan bangsa kita lebih-lebih sekarang menghadapi konfrontasi dengan imperialisme dan neo-kolonialisme.

Gelora revolusi Indonesia bukan sesuatu yang baru timbul karena Perang Pasifik! Peristiwa-peristiwa dalam bulan Maret 1942 di Kudus dan Juana menunjukkan hasrat-hajat manusia Indonesia kearah perwujudan masyarakat adil, makmur dan bahagia.

Baca juga: Mengenang Kembali Sutan Sjahrir yang Berjuang di Masa Kolonial Belanda dan Sesudah Kemerdekaan Indonesia

R. Soebarkah aim. dan R. Soenarjo adalah bukti bahwa pemimpin-pemimpin yang bernyali besar dan berjiwa mulya senantiasa muncul dari hati-sanubari rakyat sendiri pada waktu dan tempat yang pasti!

Maka tepat dan benarlah ajaran Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno bahwa pemimpin revolusi dan pemimpin kenegaraan harus berpadu.

Demikianlah kenyataan sejarah dan khususnya kenyataan di Kudus dan di Juana dalam bulan Maret 1942 dan dalam bulan Agustus 1945.

(Ditulis oleh R. Moh. Ali, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1964)

Baca juga: Menurut Pejuang Kemerdekaan Ini, Bendera Pusaka RI Ternyata Terbuat dari Tenda Warung Soto, Bagaimana Kisah Kompletnya?