Advertorial

Pasukan Sekutu di Malaysia yang Jumlahnya Dua Kali Lipat Pernah Dihancurkan Tentara Jepang yang Bersepeda Ontel

Moh Habib Asyhad

Editor

Intisari-Online.com -Ketika melancarkan serbuan ke Malaysia pada Perang Dunia II, pasukan Jepang tak begitu menghiraukan ratusan ribu pasukan Sekutu yang menghadang.

Berkat dukungan ratusan pesawat tempur dan tank yang kemampuannya jauh lebih unggul dibandingkan arsenal yang dimiliki Sekutu, serta para personel yang dilengkapi sepeda ontel, gerak maju pasukan Jepang benar-benar tidak terbendung.

Serbuan pasukan Jepang ke Malaya dimulai pada tanggal 8 Desember 1941.

Untuk menguasai wilayah Malaya yang dipertahankan oleh 140 ribu pasukan Sekutu, Jepang hanya mengerahkan 70 ribu personil pasukan yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Yamashita.

(Baca juga:Mustafa Kemal Ataturk, Hanya Bermodal 500 Tentara Berhasil Kalahkan 15 Ribu Pasukan Sekutu)

(Baca juga:Joachim Peiper, Pembantai Pasukan Sekutu yang Setelah Diadili Justru Lolos dari Hukuman Mati)

Satuan pasukan Sekutu yang bermarkas di Malaya antara lain Indian III Corps, US 8th Division, Malay Regiment, 53rd Infantry Brigade (Inggris), dan ML-KNIL.

Sedangkan pasukan Jepang yang diterjunkan ke Malaya merupakan satuan dari Japanese 25th Army dan terdiri atas beberapa unit seperti Imperial Guards, 5th Division, 18th Division, dan 3rd Air Division.

Meskipun jumlah personil yang diturunkan ke Malaya hanya separuhnya kekuatan Sekutu, kekuatan pasukan Jepang terbilang superior karena didukung oleh 568 pesawat tempur dan 200 tank.

Sementara Sekutu hanya memiliki 158 pesawat tempur dan sejumlah tank ringan.

Target pertama serbuan pasukan Jepang adalah perndaratan amfibi secara besar-besaran di pantai Utara Malaya, Kota Bharu.

Dari posisi ini, pasukan Jepang selanjutnya akan bergerak ke arah tenggara sehingga bisa bertemu dengan pasukan Jepang yang telah menguasai pantai Pattani dan Songkhla, Thailand.

Di lokasi yang merupakan perbatasan antara Malaysia dan Thailand itu, pasukan Jepang kemudian akan mendobrak pertahanan Malaysia dari arah barat.

Seperti biasa, operasi pendaratan amfibi pasukan Jepang diawali dengan bombardemen udara secara besar-besaran.

Kawasan yang terlebih dahulu mendapat serangan udara pada pukul 04.00 dini hari adalah Singapura (saat itu Singapura belum memisahkan diri dari Malaya).

Upaya pendaratan amfibi Jepang yang dilancarkan pada waktu pagi hari itu segera memicu pertempuran sengit.

Pasukan Sekutu dari satuan III Corps Indian dan sejumlah batalyon pasukan Inggris berusaha menahan operasi pendaratan yang dilancarkan secara sistematis dan tatktik brilian itu.

Karena kalah pengalaman, taktik, dan persenjataan perlawanan pasukan Sekutu akhirnya kendor dan kawasan Malaya Utara pun berhasil dikuasai Jepang.

Apalagi operasi pendaratan amfibi itu mendapat perlindungan udara yang baik sehingga gerak maju pasukan Jepang sulit dibendung.

Ketika tank-tank dan ribuan pasukan bersepeda Jepang telah mencapai daratan yang landai, kecepatan gerak transportasi tempur itu betul-betul makin mendukung operasi serbuan kilat Jepang.

(Baca juga:‘Divisi Hantu’, Pasukan Tank Nazi yang Mampu Tawan 100.00 Pasukan Sekutu Tanpa Sempat Disadari Lawan)

Ribuan tentara Jepang yang terkenal kejam dan brutal itu saling berlomba menggenjot sepeda untuk menuju basis pertahanan pasukan Sekutu yang dipertahankan dengan moril tempur yang mulai pudar.

Ditambah dengan hadirnya tank-tank Jepang dari wilayah Thailand, wilayah Kota Bharu pun sepenuhnya berhasil direbut Jepang.

Pada tanggal 11 Desember 1941 wilayah bagian Selatan dan Utara Malaysia bahkan telah jatuh ke tangan pasukan Jepang serta membuat posisi pasukan Sekutu kian terjepit.

Kapal-kapal perang Sekutu dari satuan Force Z dan terdiri dari penjelajah berat HMS Prince of Wales dan HMS Repulse serta 4 destroyer lainnya sebenarnya sudah turun ke medan tempur.

Tapi armada laut Sekutu yang dipimpin oleh Admiral Tom Philip ternyata datang terlambat.

Ratusan pesawat tempur Jepang yang telah berhasil menguasai udara Malaya dengan mudah menenggelamkan kapal-kapal perang Sekutu yang nahas itu.

Sebelum dilumpuhkan Jepang, armada udara Sekutu di Malaya terdiri dari sejumlah skadron Brewster Buffalo, Bristol Blenheim, Lockheed Hudson, dan Vickers Vildebeest.

Armada pesawat yang sangat penting itu ternyata kurang perawatan dan suku cadang dan pilot-pilotnya kurang menjalani latihan.

Akibat kondisi seperti itu sebagian besar pesawat tempur Sekutu di Malaya berhasil dihancurkan Jepang baik ketika berlangsung pertempuran di darat maupun dogfight di udara.

Selain ditentukan oleh superioritas di udara sukses pendaratan pasukan Jepang di Malaysia juga ditentukan oleh bantuan mata-mata dari perwira AD Inggris, Kapten Patrick Heenan.

(Baca juga:Death March: Long March Maut yang Sebabkan Puluhan Ribu Pasukan Sekutu Tewas di Filipina pada PD II)

Sementara itu pasukan Sekutu yang bermarkas di Penang dan terus dibombardir sejak tanggal 8 Desember juga mengalami nasib yang sama.

Akibat pemboman udara yang dilancarkan pesawat-pesawat yang berpangkalan di Thailand selama satu minggu penuh, pasukan Sekutu yang kian kocar-kacir memilih kabur.

Banyak peralatan tempur Sekutu seperti alat komunikasi, kapal-kapal kecil, senjata, dan lainnya yang masih berfungsi baik jatuh ke tangan pasukan Jepang.

Kekacauan di pihak Sekutu makin menjadi-jadi karena pasukan Jepang tak hanya bertindak biadap terhadap anggota militer tapi juga kepada penduduk sipil.

Pada tanggal 23 Desember, untuk menghindari akibat yang lebih buruk, komandan Indian 11th Infantry Division, Mayor Jenderal David Murray Lyon dipindahkan dari markas besarnya di Penang.

Saat itu hampir semua wilayah Malaysia bagian Utara jatuh ke tangan Jepang dan keadaan tambah parah karena militer Thailand ternyata malah bergabung dengan pasukan Jepang.

Posisi pasukan Sekutu benar-benar makin terpojok dan tinggal menunggu waktu untuk dihancur-leburkan atau menyerah kalah.

Pada posisi yang sangat kristis itu, pasukan Sekutu masih berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan wilayah Kuala Lumpur.

Tapi karena semangat dan moril tempurnya sudah runtuh, pada tanggal 11 Januari 1942, Kuala Lumpur akhirnya jatuh ke tangan pasukan Jepang.

Saat pasukan Jepang melanjutnya operasi sapu bersihnya menuju wilayah Kampar, sisa-sisa pasukan dari 11th Infantry berusaha menghadang dan terjadi pertempuran sengit.

Untuk beberapa hari, 11th Infantry berhasil menahan laju pasukan Jepang.

Tapi perlawanan 11th Infantry justru membuat pasukan menjadi marah dan lebih brutal. Dalam pertempuran akhir di kawasan Slim River pasukan Jepang yang mengamuk membantai ratusan personil 11th Infantry yang sudah tak berdaya.

Memasuki pertengahan bulan Januari, pasukan Jepang terus melabrak kawasan Malaysia Selatan.

Sewaktu mendekati wilayah kota Johor, pasukan Sekutu yang terdiri dari Australian 8th Division dan dikomandani Mayor Jenderal Gordon Bennett, berusaha keras melawan.

Pasukan Mayjen Gordon, kendati harus bergerak mundur tapi mampu menyiapkan pertahanan yang memadai.

Gerak maju pasukan Jepang untuk menguasai jembatan strategis di kawasan Gemas sempat terhambat dan jatuh banyak korban.

Sekitar 600 personil pasukan Jepang tewas akibat perlawanan sengit Sekutu. Tapi bantuan pasukan Jepang yang lebih besar menyusul sehingga pasukan Sekutu terdesak.

Pasukan 8th Division akhirnya memutuskan mundur sambil merusak jembatan. Namun, berkat kemampuan batalyon teknik Jepang, jembatan strategi Gemas bisa diperbaiki lagi dalam waktu enam jam.

Pasukan 8th Division yang dalam kondisi kocar-kacir terus berusaha mundur ke arah Barat dan tak sempat membawa para korban yang terluka.

Untuk menahan gerak maju pasukan Jepang yang akan mendarat di pantai Muar River, Mayjen Gordon menempatkan pasukan dari 45th Indian Brigade. Tapi kemampuan 45th Indian Brigade untuk melawan pasukan Jepang ternyata demikian lemah.

Setelah terjadi pertempuran yang berlangsung singkat, 45th Indian berhasil dihancurkan pasukan Jepang.

Hampir semua personil pasukan 45th Indian tewas, termasuk komandan brigade, Brigjen H C Duncan dan tiga komandan batalyon lainnya.

Meskipun terus mengalami kekalahan sambil mengundurkan diri ke arah Selatan pasukan Sekutu sebisa mungkin tetap memberikan perlawanan.

Di bawah pimpinan Letkol Charles Anderson, pasukan gabungan India dan Australia setelah berhasil menarik mundur kekuatannya selama empat hari bahkan berhasil membangun pertahanan yang tangguh di kawasan Parit Sulong.

Tapi pertahanan Sekutu di Paril Sulong akhirnya berhasil dilibas Jepang dan personilnya terancam dibantai.

Letkol Anderson hanya bisa memerintahkan kepada setiap anak buahnya untuk melarikan diri serta sebisa mungkin bergabung dengan markas induk yang berada di Yong Peng.

Sementara itu, pasukan Jepang yang telah sepenuhnya menguasai Parit Sulong tak memberi ampun kepada personil Sekutu yang terluka dan ditinggalkan rekan-rekannya.

Sekitar 135 personil Sekutu yang terluka dan tak berdaya kemudian disiksa serta dibantai pasukan Jepang.

Pada akhir Januari 1942, kondisi pasukan Sekutu di kawasan Malaya betul-betul makin terdesak, sekitar 50 ribu personil selain tertawan pasukan Jepang juga telah tewas.

Ketika pada tanggal 20 Januari kawasan Endau jatuh ke tangan Jepang dan Johor tinggal selangkah lagi dilibas Jepang, Jenderal Percival akhirnya diijinkan oleh markas besar Sekutu untuk mengungsikan pasukan menuju Singapura.

Evakuasi besar-besar pasukan Sekutu menyeberangi Selat Johor menuju ke Singapura, berlangsung pada tanggal 27 Januari.

Namun, beberapa hari kemudian Singapura yang dipertahankan mati-matian oleh Sekutu akhirnya jatuh juga ke tangan Jepang.

Puluhan ribu pasukan Jepang dan banyak di antaranya menggunakan sepeda termasuk pasukan gerak cepat yang sukses menguasai Singapura.

(Baca juga:Pertempuran Iwo Jima pada Perang Dunia II Laiknya Misi Bunuh Diri Massal Puluhan Ribu Pasukan Sekutu, Kok Bisa?)

Artikel Terkait