Intisari-Online.com - Dalam PD II untuk mengendalikan wilayah jajahannya agar selalu tunduk dan tidak memberontak, pasukan Jepang menerapkan disiplin yang penuh kekejaman.
Kekejaman pasukan Jepang yang pernah berjaya di wilayah Asia Tenggara antara lain terjadi di Hong Kong, yang saat ini telah menjadi wilayah China yang maju dan makmur.
Sebelum PD II hingga beberapa dekade pasca PD II, Hong Kong dikuasai oleh Inggris dan kemudian diserahkan kepada China secara damai.
Tapi sebagai penguasa Hong Kong saat PDII, banyak pasukan Inggris telah menjadi korban kebrutalan pasukan Jepang.
Sebelum Hong Kong diserbu dan dikuasai pasukan Jepang pada bulan Desember 1941, sesungguhnya Inggris yang sebelumnya sebagai penguasa persemakmuran telah memahami ancaman serbuan Jepang itu sejak tahun 1938.
(Baca juga: Pernah Alami Tingkat Korupsi yang Kronis, Hongkong Kini Jadi Salah Satu Negara ‘Terbersih’ di Dunia)
Pada tahun itu, Jepang yang meluaskan jajahannya ke Cina sudah berhasil menguasai kawasan Guangzhou sehingga posisi Hong Kong secara militer terkepung oleh kekuatan Jepang.
Untuk mengantisipasi ancaman militer Jepang yang sudah berada di pelupuk mata itu, komandan British Far East Command yang bertanggung jawab atas keamanan Hong Kong, Air Chief Marshal Sir Robert Brooke-Popham kemudian meminta jangan sampai ada pengurangan pasukan tapi justru tambahan pasukan.
PM Inggris, Wiston Churchill yang merespon dengan mengunjungi garison pertahanan pantai Hong Kong akhirnya menyetujui opsi pertambahan pasukan yang diminta Marsekal Robert Brooke.
Penambahan pasukan pun mulai didatangkan ketika pemerintah Kanada bersedia membantu Inggris dengan mengirimkan sebanyak dua batalyon infanteri dan satu brigade pasukan lagi untuk memperkuat markas besar Ingrris di Hong Kong, C Force.
Tapi hampir 2000 personil militer Kanada yang dikirim ke Hong Kong menggunakan kapal transport militer Awatea dan Prince Robert itu ternyata masih kekurangan perlengkapan serta persenjataan.
(Baca juga: 9 Foto Menyedihkan Para Tunawisma Hong Kong yang Harus ‘Numpang’ Tidur di McDonald’s)
Sesuai rencananya kapal pengangkut logistik dan senjata akan menyusul belakangan.
Satuan Batalyon Kanada itu antara lain terdiri dari Royal Rifles of Canada dan Winnipeg Grenadier.
Kedua satuan ini sama-sama minim pengalaman perang karena belum pernah bertugas di kawasan konflik.
Maka saat Jepang melancarkan serbuan ke Hong Kong, pasukan yang berusaha mempertahankan Hong Kong betul-betul keteteran.
Serbuan pasukan Jepang ke Hong Kong dimulai pada tanggal 8 Desember 1941 atau delapan jam setelah serangan Pearl Harbor.
(Baca juga: Panda Tertua di Dunia telah Mati di Hong Kong)
Kekuatan pasukan Jepang yang ditugaskan untuk menguasai Hong Kong antara lain, Imperial Japanese Army (23th Army dan Southern Expeditionary Army Group), 38th Division (228th, 229th dan 230th Infantry Regiments), serta Imperial Japanese Navy (2nd China Expedetionary Fleet).
Sedangkan kekuatan pasukan Sekutu di Hong Kong terdiri dari infantri : 2nd Batallion, 1st Battalion, 5th Battalion, 2nd Battalion, The Winnipeg Grenadier, The Royal Rifles of Canada, Hong Kong Chinese Regiment,dan Hong Kong Volunteer Defense Corps. Artleri: 8th Coast Regiment, 12th Coast Regiment, 5th Anti Air Regiment, 1st Hong Kong and Singapore Royal Artillery, 956th Defence Battery, dan sejumlah resimen Supporting Units.
Pasukan Jepang yang bertugas menyerbu Hong Kong dikomandani oleh Letnan Jenderal Sakai Takashi sedangkan pasukan Sekutu dipimpin oleh Mayor Jenderal Christopher Michael Maltby.
Jumlah pasukan Jepang yang dikerahkan ke Hong Kong selain lebih berpengalaman juga lebih banyak dibandingkan pasukan Sekutu.
Total jumlah pasukan Jepang, 52.000 personil sementara jumlah pasukan Sekutu, 14.000 personil.
Pada serbuan hari pertama, pesawat-pesawat tempur Jepang yang tiba-tiba memuntahkan bom-bomnya sukses menghancurkan pesawat Sekutu yang masih terparkir di pangkalannya.
Sedikitnya dua unit pesawat pembom torpedo, Vickers Vildebeest, dua unit pesawat amfibi RAF, hancur ketika 12 pesawat tempur Jepang melancarkan pemboman terhadap pangkalan udara, Kai Tak Airport.
Tak hanya pesawat tempur yang hancur, sejumlah pesawat sipil yang digunakan oleh Hong Kong Volunteer Defense Corp juga berhasil dihancurkan oleh pesawat pembom Jepang.
Menyadari kekuatan udara Jepang tak bisa dibendung lagi, Sekutu memutuskan menyelamatkan kapal-kapal perangnya ke Singapura.
Sementara itu pasukan Jepang yang menyerbu lewat pantai telah berhasil mencapai daratan dan terus bergerak maju.
Untuk menghambat gerak maju pasukan Jepang, Sekutu menempatkan pasukannya dalam jumlah besar di kawasan Sham Chun River.
Jembatan yang menghubungkan kawasan pantai dan kota Kowloon pun dihancurkan Sekutu agar tak dipakai pasukan Jepang.
Tapi kemampuan pasukan Jepang yang tak terbendung dengan mudah menghantam mundur Sekutu.
Jembatan i Sham Chun River yang telah rusak dibangun lagi secara darurat dalam waktu singkat.
Tiga batalyon tentara Jepang kemudian melintasi jembatan darurat itu. Mereka lalu mendobrak perlawanan Sekutu di Gin Drinker’s Line. Posisi kota Kowloon yang merupakan pintu gerbang menuju Hong Kong pun makin terancam.
Pada tanggal 10 Desember, pasukan Jepang yang telah sampai di kawasan Shing Mun segera menggelar kekuatan artlerinya dan menembaki kota Kowloon.
Guna menghindari korban yang lebih besar, Sekutu buru-buru mengungsikan pasukannya, British Indian Army, menuju Hong Kong.
Sambil mengevakuasi pasukan dan logistik, Sekutu menghancurkan semua properti sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh pasukan Jepang.
Untuk mempertahankan Hong Kong, Jenderal Maltby, membagi kekuatan pasukannya menjadi dua unit, East Brigade dan West Brigade.
Serbuan Jepang ke pulau Hong Kong pun dimulai, pesawat-pesawat tempur Jepang dengan leluasa membombandir kawasan Pantai Utara Hong Kong.
Sebelum mendaratkan pasukan, Jepang bahkan mengirimkan pesan kepada Sekutu untuk menyerah. Tapi pesan yang disampaikan pada tanggal 13 dan 17 Desember itu ditolak.
Pasukan Jepang yang marah pun mendarat di pantai Timur Laut Hong Kong pada tanggal 18 Desember malam dan terus menerjang.
Satuan meriam baterai Sekutu yang mencoba menahan gerak maju pasukan Jepang dan sebelumnya berhasil menewaskan sejumlah tentara, langsung dilibas.
Sekitar 20 personil Sekutu dari unit Sai Wan Battery yang telah menyerah langsung dibantai oleh pasukan Jepang.
Kebrutalan pasukan Jepang makin menjadi-jadi ketika kekuatan West Brigade Sekutu tercerai-berai.
Setelah berhasil menumpas perlawanan West Brigade, pasukan Jepang melancarkan sapu bersih.
Para prajurit yang tertawan kebanyakan langsung dieksekusi, termasuk prajurit yang terluka dan berada di rumah sakit, serta para staf medis, tewas oleh keganasan tentara Jepang.
Keadaan makin memburuk karena tentara Inggris yang berusaha bertahan di Semenanjung Stanley (East Brigade) sudah terkepung Jepang dan terputus jalur logistiknya.
Pada tanggal 25 Desember 1941, ketika pasukan Sekutu seharusnya merayakan Natal, mereka justru dihadapkan oleh kekejaman tentara Jepang.
Hari itu, pasukan Jepang bergerak masuk ke rumah sakit lapangan Inggris, ST Stephen College untuk melancarkan pembersihan.
Lebih dari 60 prajurit Sekutu yang terluka dan sejumlah staf medis rumah sakit dieksekusi secara brutal.
Sore harinya, menyadari kekuatan pasukan Jepang tak mungkin dilawan, Sekutu akhirnya memutuskan menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
Penyerahan Sekutu kepada Jepang diwakili oleh Gubernur Hong Kong, Sir Mark Aitchison Young di Hotel Peninsula yang masih dilestarikan hingga saat ini.