Intisari-Online.com - Dalam Perang Dunia II, ketika pasukan Sekutu terus bergerak makin mendekati kepulauan Jepang, khususnya Okinawa, pada April 1945, para petinggi militer Jepang seperti sedang meghadapi mimpi buruk.
Mereka berprinsip lebih baik semua pasukan Jepang mati terhormat dalam pertempuran daripada kalah melawan pasukan Sekutu.
Maka demi mempertahankan kepulauan Okinawa, Kekaisaran Jepang telah mempersiapkan pertahanan yang sangat kuat dan semua prajurit diperintahkan bertarung sampai mati.
Prajurit yang terluka dan waga sipil bahkan diperintahkan menyerang pasukan Sekutu sampai mati melalui serangan Banzai meskipun hanya bersenjatakan pisau dapur.
Prinsip satu orang prajurit Jepang lebih baik mati setelah membunuh sebanyak mungkin pasukan Sekutu telah menjadi doktrin yang membuat setiap pasukan Jepang haus darah.
(Baca juga: Pertempuran Iwo Jima pada Perang Dunia II Laiknya Misi Bunuh Diri Massal Puluhan Ribu Pasukan Sekutu, Kok Bisa?)
Para pilot kamikaze yang juga sudah mendapat doktrin serupa bahkan bertekad untuk bertempur mati-matian dengan cara sebisa mungkin menabrakkan diri ke kapal-kapal perang Sekutu pada bagian ruang penyimpanan senjata.
Dengan cara itu korban yang ditimbulkan pihak Sekutu akan jauh lebih besar dibandingkan melancarkan dogfight melawan para pilot tempur Sekutu.
Bom-bom berdaya ledak besar kini tidak hanya dipasang di pesawat tapi juga di tubh para pilot kamikaze berupa rompi berisi bahan peledak berkekuatan besar.
Wajar saja jika pertempuran di Okinawa antara pasukan Jepang dan Sekutu disebut sebagai perang habis-habisan.
Bagi Jepang Pulau Okinawa merupakan pulau sakral dan pertahanan terakhir.
Sedangkan bagi Sekutu, Okinawa merupakan pintu gerbang paling strategis untuk memasuki daratan Jepang.
Kekuatan militer yang dikerahkan Sekutu untuk merebut Okinawa terbilang sangat besar khususnya kapal perang dan pesawat tempur.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR