Find Us On Social Media :

Prajuritnya Dihukum Mati karena Tak Mau Turuti Perintahnya, Bung Karno Merasa Bersalah Seumur Hidup

By Agustinus Winardi, Kamis, 9 Agustus 2018 | 09:00 WIB

Perlakuan pasukan Jepang terhadap rakyat Indonesia itu akhirnya memunculkan kemarahan pada pasukan PETA dan mereka pun merencanakan pemberontakkan.

Baca juga: Gara-gara Harus Memberikan Sumbangan pada Bung Karno, Diturunkan Pangkatnya di Istana Merdeka

Bung Karno sebenarnya mengetahui rencananya pemberontak para prajurit PETA karena sewaktu berkunjung ke Blitar, ia sempat ditemui para pemimpin PETA, salah satunya adalah Supriyadi.

Bung Karno berusaha keras mencegah aksi pemberontakkan itu karena waktunya dianggap belum tepat dan pemberontakkan pasti bisa ditumpas militer Jepang.

Pasalnya saat itu militer Jepang masih kuat dan jika sampai pemberontakkan gagal, para pemimpin PETA bisa dikenai sangsi hukum militer berupa hukuman mati.

Selain itu, meski Bung Karno dipercaya Jepang sebagai tokoh yang bisa memimpin rakyat Indonesia, jika para pemimpin PETA ditangkap dan dijatuhi hukuman mati, ia tidak bisa melakukan pembelaan.

Karena dalam kasus yang begitu sensitif itu, Bung Karno malah akan dianggap sebagai pendukung pasukan pemberontak.

Jika Bung Karno sampai diketahui mendukung aksi pemberontakan PETA, ia juga bisa dijatuhi hukuman mati sehingga cita-citanya untuk memerdekakan bangsa Indonesia akan menjadi kandas.

Pemberontakan para prajurit PETA memang meletus pada Februari 1945 dan yang paling terkenal adalah pemberontakan PETA di Blitar di bawah pimpinan Supriyadi. 

Tapi aksi yang oleh Bung Karno dianggap sebagai reaksi yang terlalu emosional dan kurang terencana itu segera bisa ditumpas militer Jepang dengan cara yang kejam.

Banyak para pemimpin PETA yang dihukum mati dengan cara dipenggal kepalanya, bahkan Supriayadi hingga saat ini tidak diketahui rimbanya.

Bung Karno sendiri sangat menyesali atas aksi pemberontakan PETA karena tidak berhasil mencegahnya. Bungkan Karno juga merasa bersalah karena tidak bisa melakukan pembelaan.

Perasaan bersalah itu bahkan terus menghantui Bung Karno seumur hidupnya seperti tertulis dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Cindy Adams, Media Pressindo, 2014.

Baca juga: Hasni Disembunyikan di Balik Batu Selama 15 Tahun oleh Dukun, Kok Tidak Ada Warga yang Tahu?