Intisari-Online.com – Sore itu Jakarta diguyur hujan deras. Tahu-tahu datang ke rumah saya seorang anggota ABRI membawa undangan bersampul surat kepresidenan.
Ternyata undangan itu dari Istana Negara. Malam itu Presiden Soekarno mengundang para pengusaha untuk menghimpun dana. Kalau saya tidak salah ingat, untuk pembangunan pelbagai sarana keindahan kota.
Karena sedang hujan lebat, saya segan memakai kendaraan sendiri, takut harus berhujan-hujan dari tempat parkir. Jadi saya rnemesan mobil sewaan.
Dalam perjalanan ke istana, saya teringat pada beberapa cara menghimpun dana yang mungkin dipakai.
Baca juga: Terbiasa Hidup Susah, Bung Karno Pun Jadi 'Penyelundup' Saat Diasingkan ke Flores
Apakah ada semacam lelang barang-barang sumbangan dari beberapa tokoh? Ataukah panitia menentukan jumlah minimum sumbangan dan setiap orang?
Di forum seperti itu orang biasanya mempertaruhkan gengsi pribadi atau perusahaannya, dengan memberikan sumbangan yang jumlahnya aduhai.
Kalau cara terakhir ini dipakai oieh panitia, celakalah saya! Keadaan perusahaan yang saya pimpin sedang tidak menguntungkan.
Lebih baik saya tidak jadi datang saja. Saya segera berkata kepada supir, "Pak, kita ...," Tahu-tahu ia menyela, "Kita sudah sampai ...."
Baca juga: Tak Ingin Lihat Istri-Istri Suaminya, Fatmawati Tak Pernah Jenguk dan Hadiri Pemakaman Bung Karno
Hari masih hujan rintik-rintik, ketika saya menaiki tangga istana dengan hati risau. Saya segera berada di antara para pengusaha nasional. Mereka yang sukses bisa bergeiak tertawa, tetapi saya ....
Pada saat sedang kebingungan itu, tiba-tiba muncui dewa penolong dalam bentuk seorang pengusaha terkemuka, DM, yang saya kenal baik, sebab ia seprofesi dengan ayah saya sejak sebelum perang.
Tanpa pikir panjang lagi, saya dekati dia. Setelah sedikit basa-basi dan setelah mendapat perkenan duduk di sebelahnya, saya kemukakan kekhawatiran saya. Celaka saya kalau yang dipakai bukan sistem lelang.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR