[ARSIP INTISARI]
Siapa sosok di balik takluknya Kubilai Khan di Tanah Jawa? Menurut konsep mandala yang dianutnya, dia tidak boleh menyeberangi lautan. Namun, hal itu dilanggarnya. Akibatnya memang buruk. Pasukan Kubilai Khan takluk di tangan Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit dari Pulau Jawa.
Penulis:Bambang Budi Utomo untuk Majalah Intisari edisi Jauni 1989
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Ketika Genghis Khan meninggal tahun 1227 dia mewariskan kekaisaran yang membentang dari Siberia Selatan sampai Cina Selatan dan dari Polandia sampai Laut Jepang. Wilayah itu dibagi-bagikan kepada empat dan sekian banyak putranya.
Salah seorang dari empat anak Genghis Khan yang memperoleh kekuasaan adalah Tului.
Namun, selama masa pemerintahan Tului tidak ada kejadian-kejadian yang tercatat dalam sejarah. Barulah ketika putranya yang bernama Kubilai Khan memerintah, Kekaisaran Mongol dapat disatukan bahkan diperluas.
Lebih hebat dari kakeknya
Kubilai Khan yang dikenal juga dengan nama Shih-tsu lahir di Beijing pada tahun 1241 dan meninggal pada 12 Februari 1294. Dia berusaha keras membangun kembali kekaisaran yang telah dibangun mendiang kakeknya.
Berbagai peperangan di daratan Asia dia lakukan, sehingga wilayah kekaisaran Mongol menjadi lebih luas dari wilayah yang dibangun oleh mendiang kakeknya. Kekaisaran Mongol pada masa pemerintahannya membentang dari Polandia sampai Laut Jepang dan dari Siberia sampai Pagan (Birma) dan Champa (Vietnam).
Meskipun dia banyak menaklukkan negara-negara lain, Kubilai Khan tetap menghormati adat-istiadat daerah yang didudukinya, bahkan dia juga mempelajarinya. Sebagai contoh, misalnya ajaran Konfusius dia terapkan pada sistem pemerintahannya. Ibu kota kerajaan dia pindahkan ke Beijing, dan dinamakan Khanbalik (Kota Khan), Tai-tu atau Cambaluk.
Pada tahun 1271 Khubilai Khan mendirikan dinasti Yuan yang berarti "yang besar". Dia sudah tidak lagi hidup di tenda-tenda besar seperti pendahulunya.
Sebuah istana yang megah di Khanbalik menjadi terkenal berkat laporan-laporan Marco Polo, seorang pedagang dari Venesia, yang pernah mengabdi pada kaisar itu antara tahun 1275-1292.
Berdasarkan catatan sejarah, Kubilai Khan adalah seorang penganut agama Buddha Tantrayana dari aliran kalachakra. Dalam hal politik perluasan wilayah, dia menganut konsep mandate.
Menurut konsep itu, wilayah kerajaan seharusnya hanya sampai di daratan Asia saja. Tidak perlu menyeberang laut. Dalam kenyataannya, dia meluaskan mandalanya sampai ke seberang lautan.
Diselamatkan kamikaze
Di antara tahun 1274 - 1281 dia berusaha menaklukkan kepulauan Jepang di sebelah timur. Pada mulanya dia mengirimkan utusan yang menyampaikan pesan supaya Jepang mau tunduk mengirimkan upeti dan mengakui Kubilai Khan sebagai penguasa di Asia.
Jepang mengabaikan pesan Kubilai Khan, bahkan kaisar Jepang memenggal kepala utusan itu. Tentu saja peristiwa ini membangkitkan kemarahan Kubilai Khan. Dengan segera dia memerintahkan penyerangan ke Jepang dengan mengerahkan seribu buah kapal perang.
Penyerangan itu mengakibatkan Jepang mengalami kerugian besar. Namun, suatu keajaiban melindungi Jepang. Langit yang semula cerah tiba-tiba menjadi gelap, dan arus air yang kuat membelah lautan.
Angin topan menenggelamkan banyak kapal angkatan laut Kubilai Khan. Orang Jepang menamakan arus dan gelom-bang air pasang kamikaze yang berarti "angin dewa", yang melindungi negaranya dari ancaman Kubilai Khan. Gagallah usaha Kubilai Khan menguasai Jepang.
Utusannya diusir Kertanegara
Peristiwa kegagalan di Jepang rupa-rupanya tidak membuat jera Kubilai Khan. Dia mengirim utusan ke Singasari di Jawa Timur, meminta agar Kertanegara mau mengakui kekuasaannya.
Memang Kertanegara berani menentang kebesaran kaisar. Dengan tegas dia mengharuskan kapal-kapal Tiongkok bayar pajak di Pelabuhan Melayu yang letaknya di Jambi. Pada waktu itu, sekitar 1275, Melayu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Singasari.
Pengiriman utusan dimulai tahun 1280. Lebih tiga bulan mereka mengarungi samudra dan daratan, maka tibalah mereka di tanah Jawa.
Utusan itu diusir oleh Kertanegara. Namun, Kubilai Khan mengulanginya pada tahun 1281, 1286, dan yang terakhir tahun 1289.
Tujuh ratus tahun yang lalu itu, saking berangnya membaca surat dari Kubilai Khan, Kertanegara menyuruh melukai muka utusan itu. Lalu diusirnya pulang ke negerinya. Nama utusannya Meng-chi.
Kini giliran Kubilai Khan yang marah besar. Dia memerintahkan tiga orang panglima perangnya: Shih-pi, I-heh Mi-shih dan Kao Hsing untuk menyerang Jawa.
Kertanegara tewas
Tiga tahun setelah peristiwa Meng-chi, pasukan balas dendam Khubilai Khan tiba di tanah Jawa. Namun, di Kerajaan Singasari telah terjadi perubahan kekuasaan.
Adalah Jayakatwang, raja bawahan Kerajaan Singasari, melakukan kudeta berdarah pada Kertanegara. Dia saudara sepupu Kertanegara, tetapi di masa yang lampau leluhur Jayakatwang yang bernama Kertajaya dibinasakan oleh nenek moyang Kertanegara, Ken Angrok.
Menurut Prasasti Mula Malurung(1255), Jayakatwang diangkat menjadi penguasa Gelang Gelang oleh Wisnuwardhana, ayah Kertanegara.
Jayakatwang menyerang Singasari karena hasutan Wiraraja, bupati Sumenep (Madura) yang tidak senang atas pemerintahan Kertanegara. Keraton dikepung dari dua jurusan, Utara dan Selatan dengan strategi yang matang, sehingga Kertanegara terlambat mengantisipasi keadaan. Dia sempat mengirimkan menantunya, Wijaya dan Ardharaja, untuk menghalau serangan yang datang dari Utara.
Pasukan Jayakatwang yang datang dari Selatan, berhasil menyerang keraton. Saat itu Kertanegara sedang melakukan upacara keagamaan sekte Bhairawa, dengan cara minum minuman keras sampai mabuk. Raja Singasari itu mati terbunuh bersama patih dan pembesar kerajaan, demikian kisah dalam Kitab Pararaton.
Musuh dalam selimut
Wijaya tetap melanjutkan perlawanan.
Di Kapulungan, letaknya di utara Gunung Penanggungan, pasukan Wijaya berhasil mengalahkan pasukan Jayakatwang. Demikian juga di Rabut Carat (letaknya dekat Sungai Porong, cabang Sungai Brantas). Namun, pada pertemuan selanjutnya di Hanyiru pasukan Wijaya kalah, bahkan ada yang memihak musuh.
Setelah itu Wijaya kalah terus, sampai pasukannya tinggal enam ratus orang. Setelah mengalami penderitaan dalam perjalanan melewati daerah Terung, Kulawan, Kembang Sri sampailah pasukan Wijaya yang tinggal dua belas orang itu di Desa Kudadu.
Dari desa ini Wijaya melanjutkan perjalanan menuju Madura untuk menemui Wiraraja. Bupati ini ternyata menghormati dan setia kepada Wijaya. Bahkan dia berusaha agar Wijaya dapat merebut kembali Singasari dari tangan Jayakatwang.
Wiraraja menyarankan agar Wijaya berpura-pura menyerah dan mengabdi kepada Jayakatwang. Wijaya melaksanakan saran itu.
Dia sampai mendapat kepercayaan penuh dari Jayakatwang. Selama menjadi musuh dalam selimut itu Wijaya sering mengadakan kontak dengan Wiraraja dalam mengatur siasat menghimpun pasukan untuk menyerang Jayakatwang.
Atas usaha Wiraraja, Wijaya boleh membuka desa di Hutan Tarik dengan alasan desa itu sebagai benteng yang menahan serangan musuh melalui Sungai Brantas. Desa Tarik ini kelak menjadi tempat kerajaan Majapahit yang besar.
Penyerangan tentara Kubilai Khan
Pucuk dicinta ulam tiba, bertepatan dengan rencana penyerangan ke Singasari, pasukan Kubilai Khan datang pada tahun 1293. Pasukan besar itu berangkat dari Ch'uan-chou pada bulan pertama tahun 1293.
Tiba di Belitung mereka merundingkan siasat untuk menyerang Jawa (Singasari). I-heh Mi-shih bersama Sun (wakil panglima), ajudan dan tiga pegawai tinggi dari Lembaga Penertiban berangkat lebih dulu dengan membawa maklumat kaisar yang isinya supaya raja-raja Jawa mau tunduk dengan jalan damai.
Pasukan inti menyusul sampai di Chi-li-men (Pulau Karimunjawa) untuk selanjutnya menuju Tu-ping-tsu (Tuban). Di situ seluruh pasukan bertemu kembali, kemudian mengatur siasat untuk menyerbu Daha, ibukota Singasari.
Shih-pi dengan membawa setengah pasukan, pergi dengan kapal ke Pa-chiech-Chien (Pacekan). Dari sana mereka langsung menuju ke muara Kali Mas. Sedangkan I-heh Mi-shih, Kau-Hsing, Cheng Chen-Kuo dan Tuo Huan, dengan pasukan berkuda berangkat dari Tuban menuju pedalaman. Shen-yuan dengan 10.000 tentara berada paling depan, berjalan kaki.
Kedatangan pasukan Mongol ini diketahui Wijaya dan Wiraraja. Mereka pun bersepakat memanfaatkan pasukan Mongol. Wijaya mengirimkan utusan kepada panglima pasukan Mongol untuk menyampaikan kabar dia bersedia tunduk dan bergabung menyerang Jayakatwang. Tentu saja kehendak itu diterima dengan senang hati oleh panglima Mongol.
Pada awal bulan ketiga, terjadilah pertempuran antara pasukan Mongol dan Jayakatwang di muara Kali Mas. Pasukan Jayakatwang kalah dan banyak perahu mereka ditenggelamkan pasukan Mongol.
Kini tiba saatnya menyerang keraton Jayakatwang di Daha. Namun, tiba-tiba datang utusan Wijaya untuk meminta bantuan karena Majapahit diserbu pasukan Jayakatwang.
I-heh Mi-shih dan Chang segera berangkat menemui Wijaya, sedangkan Cheng Chen-kuo bersama pasukannya pergi ke Chang Ku (Canggu), sebuah pelabuhan di Sungai Brantas untuk memberi bantuan. Berkat bantuan pasukan Mongol, serbuan Jayakatwang ke Majapahit gagal total.
Setelah tertunda, barulah pada tanggal 15 bulan ketiga pasukan Mongol menyerbu Jayakatwang. Pasukan dibagi tiga, dua lewat darat dan satunya melalui Sungai Brantas. Di darat, I-heh Mi Shin memimpin pasukan melalui arah timur, sedangkan Kao Hsing melalui arah barat. Wijaya dan pasukannya dengan aman mengikuti dari belakang.
Sementara itu Jayakatwang pun telah siap siaga. Lebih dari 100.000 prajurit terlibat pertempuran yang berlangsung sengit dari pagi hingga siang.
Akhirnya pasukan Jayakatwang dipukul mundur ke dalam kota dengan meninggalkan korban yang mati lebih dari lima ribu orang. Ibu kota pun dikepung ketat dan membuat Jayakatwang frustrasi, hingga pada sore harinya dia menyerahkan diri dari tempat persembunyiannya. Dia ditawan bersama anggota keluarga dan para pembesar kerajaan.
Raja Jayakatwang kemudian dibawa oleh panglima pasukan Mongol ke benteng pertahanan mereka di Hujung Galuh, letaknya di muara Sungai Mas, daerah Surabaya sekarang. Dalam tahanan dia meninggal dunia setelah menulis Kakawin (prosa) Wukir Polaman.
Panglima minta dua putri Singasari
Setelah Jayakatwang berhasil ditundukkan, kini Wijaya berniat menghancurkan pasukan Mongol yang telah membantunya itu. Namun, dia tidak merasa cukup kuat melawan pasukan Mongol secara langsung, jadi harus dipakai taktik lain.
Kesempatan itu muncul ketika panglima pasukan Mongol menagih janji. Wijaya pernah menjanjikan dua putri Singasari kepada panglima, sebagai imbalan mengalahkan Jayakatwang. Wijaya pun melancarkan tipu muslihatnya.
Katanya, kedua putri itu takut melihat senjata. Seluruh pasukan diminta untuk tidak membawa senjata ketika menjemput mereka. Di tengah perjalanan, pasukan Mongol yang bertangan kosong itu tiba-tiba disergap oleh pasukan Wijaya dan Wiraraja. Sejarah mencatat kurang-lebih tiga ribu prajurit kapal yang tersisa. Pasukan Mongol meninggalkan tanah Jawa pada tanggal 13 Mei 1293.
Mereka yang kabur ke laut terus berlayar lewat Kalimantan Barat untuk kembali ke daratan Cina. Pada waktu singgah di Kalimantan Barat, konon Panglima I-heh Mi-shih memerintahkan tujuh orang perwiranya beserta 250 prajurit untuk membangun basis perbekalan di Kalimantan Barat. Basis perbekalan ini agaknya disiapkan untuk suatu penyerbuan balasan ke Jawa.
Hancurnya pasukan Mongol oleh kecerdikan Wijaya diakui pula oleh orang-orang Cina yang dimuat dalam berita Cina:
"Pada bulan keempat, pada hari kedua Wijaya disuruh kembali ke Majapahit untuk menyiapkan upeti. Orang yang diperintahkan mengawal Wijaya adalah Nieh-chih-pu-ting dan Kan-chou-pu-hua dengan membawa 200 prajurit. Pada hari ke-19, Wijaya berontak dan meninggalkan pasukan kami. Pasukan yang tertinggal mengadakan perlawanan. Nieh-chih-pu-ting, Kan-chou-pu-hua, dan Feng Hsiang, ketiganya gugur dalam pertempuran melawan Wijaya."
Sejarah berjalan terus. Wijaya akhirnya menjadi penguasa tunggal tanah Jawa dengan mendirikan dan mengembangkan Kerajaan Majapahit. Kerajaan ini selanjutnya sanggup mempersatukan wilayah-wilayah Nusantara.