Sama-sama Bukti Kejayaan, Ini Perbedaan Candi Kerajaan Singasari dan Candi Kerajaan Majapahit

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Candi-candi, baik peninggalan Kerajaan Singasari maupun Kerajaan Majapahit, sama-sama melambangkan kejayaan. Meski begitu, keduanya punya perbedaan (Djarto/HAI)
Candi-candi, baik peninggalan Kerajaan Singasari maupun Kerajaan Majapahit, sama-sama melambangkan kejayaan. Meski begitu, keduanya punya perbedaan (Djarto/HAI)

Munculnya Ken Arok menandai dinasti baru yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) juga menandai lahirnya Kerajaan Singasari. Kerajaan ini kemudian "melahirkan" kerajaan baru yang dikenal sebagai Majapahit.

Penulis: Djarot AP untuk Majalah HAI edisi 27 Agustus 1991

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Ada banyak bukti kejayaan dua kerajaan tersebut, salah satunya dalam bentuk percandian alias candi-candi. Tapi mengapa candi-candi peninggalan Singasari berbeda dengan candi-candi peninggalan Majapahit.

Inilah perbedaan candi Singasari dan candi Majapahit, sebagaimana ditulis Majalah HAI edisi 35/XV 27 Agustus 1991.

Candi tak cuma sebagai tempat pemujaan. Tapi juga sebagai bukti kejayaan sebuah kerajaan. Tapi mengapa candi Singasari berbeda dengan candi Majapahit?

Baca Juga: Raja-raja Kerajaan Singasari, dari Pendiri hingga Pembawa Kejayaan

Ketika kerajaan masih menjadi sistem pemerintahan di bumi Nusantara, di bentangan pulau Jawa candi menduduki posisi penting. Bangunan purba ini tak saja sebagai tempat pemujaan. Tapi juga sebagai karya arsitektur. Lebih jauh lagi, candi dapat dianggap sebagai bukti kelangsungan sebuah pemerintahan.

Memang pada saat candi bermunculan, agama yang berpengaruh besar adalah Hindu dan Budha. Tak heran kalau bangunan candi lantas selalu dikaitkan dengan kedua agama tersebut. Apalagi candi juga dijadikan sebagai tempat pemujaan.

Tapi sebenarnya posisi candi tak berhenti sebagai tempat pemujaan. Pada saat itu, masyarakat memandang karya arsitektur sebagai bagian dari bentuk cita-cita manusia.

Karena itulah, sebuah rancangan diartikan sebagai kesempatan penuangan khasanah pengetahuan yang dimiliki saat itu. Sedang hasilnya, yakni candi, menandai kekuatan teknologi.

BUKTI KEJAYAAN

Di samping kedua hal tadi, biaya juga menjadi pertimbangan utama dalam pembangunan candi. Karena itu, jika tatanan kemakmuran di suatu negeri belum tercapai, maka negeri itu tak akan menghasilkan karya arsitektural.

Dengan kata lain, jika suatu kerajaan mampu membangun candi, maka dapat dipastikan kerajaan itu kaya. Tak cuma kaya dalam hal ekonomi. Tapi juga maju dalam hal teknologi dan wawasan pengetahuannya. Pendek kata, candi bisa dijadikan bukti kejayaan suatu masa pemerintahan.

Dalam hal ini, tempat pembuktian yang paling ideal adalah Jawa Timur. Karena di kawasan inilah masa Hindu Budha yang paling muda berlangsung dan paling lengkap data sejarahnya.

Di wilayah ini terserak bangunan arsitektur dengan urutan lengkap dan menarik. Apalagi kalau dibatasi hanya pada era kerajaan Singasari dan Majapahit.

Ketika pusat kerajaan Jawa dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, nama tokoh yang dapat diingat hanya Mpu Sendok. Dalam perjalanan sejarah, era ini memang tak banyak meninggalkan data.

Lalu raja Airlangga (1019-1042), yang dikenal banyak menghasilkan karya sastra. Selanjutnya berdiri kerajaan Kadiri (1042-1222), yang melahirkan raja Jayabaya (1130-1160), tokoh yang dikenal dengan ramalan-ramalannya tentang masa depan Jawa.

Dari Kadiri lahir kerajaan Singasari, yang pertama kali diperintah oleh Ken Arok (1222-1227). Pada masa pemerintahannya tak banyak karya nyata yang dihasilkan.

Ken Arok lebih berorientasi pada kemakmuran rakyatnya. Namun dengan dasar inilah kerajaan Singasari mencuatkan karya monumental, hasil dari para penerus Ken Arok.

Setelah kemapanan masyarakat diraih, mulai bermunculan candi. Beberapa di antaranya, candi Kidal, Jago, Singasari, dan candi Jawi.

Keempatnya masih dapat dilihat di sekitar kota Malang. Candi Kidal dikenal sebagai tempat perabuan Anusapati. Sedang Jago tempat persemayaman terakhir Wisnuwardhana. Dua yang terakhir dibangun untuk Kartanegara, seorang raja besar dan berwawasan luas.

Kecuali candi Jago yang telah runtuh bagian badan dan atapnya, ketiga candi lainnya masih menjulang tinggi. Barangkali bangunan-bangunan ini pada masanya disebut pencakar langit. Tinggi candi Kidal, misalnya, mencapai 16,2 meter.

Sedang candi yang paling tinggi, dipegang oleh Jawi yang menjulang sampai 23,8 meter. Sedang perbandingan lebar dan tingginya rata-rata satu berbanding dua sampai tiga.

Dengan demikian, pada masa kerajaan Singasari, candi merupakan bangunan yang benar-benar tinggi dan megah. Tinggi struktur dan teknologinya, megah bangunan dan persembahannya.

Karena itu candi adalah bukti ketinggian teknologi dan kemegahan sejarah.

Setelah Kertanegara mangkat, tampil nama Raden Wijaya dengan Majapahit sebagai nama kerajaannya. Masa awal kerajaan ini diwarnai dengan kekerasan. Pertumpahan darah sering terjadi akibat pemberontakan.

Keadaan pemerintahan yang tak stabil itu menyebabkan kerajaan tak bisa mengangkat tingkat kemakmuran rakyat. Soalnya lebih banyak mengurusi keamanan kerajaan.

Tak heran kalau kemakmuran baru dicapai pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389). Orientasi pun bergeser.

Kini pembangunan lebih diutamakan. Termasuk pembangunan candi untuk para leluhur. Pada masa itu, candi yang lama juga dipugar serta menyelesaikan pembangunan candi yang sempat terbengkalai.

BEDA PENEKANAN

Majapahit lebih banyak menghasilkan candi ketimbang Singhasari. Ini bisa terjadi karena masa pemerintahan Singasari lebih pendek. Singhasari hanya berumur 70 tahun (1222-1292), sedang Majapahit berusia 235 tahun (1293-1528).

Rentang waktu yang berbeda itu pula yang menyebabkan titik penekanan pembangunan candi di dua masa pemerintahan itu agak lain. Singasari lebih menonjolkan proporsi bangunan. Sedang Majapahit menekankan kemegahan.

Arsitektur Singhasari tampil ramping, hingga berkesan tinggi menjulang. Juga banyak menonjolkan unsur-unsur horison berupa bidang-bidang mendatar (bingkai).

Unsur horizontal dapat dilihat di semua bagian, mulai dari kaki sampai ke puncak bangunan. Kesan tinggi makin menonjol karena 'insinyur' zaman Singasari membiarkan bingkai-bingkainya dalam keadaan polos tak berhias.

Pahatan dekorasinya ditempatkan pada bidang-bidang luas berupa panil, atau pada bagian tubuh di tiap tingkatan monumennya. Dengan demikian pola hiasan yang berupa sulur ataupun alam kedewaan seakan muncul dari celah-celah arsitekturalnya.

Namun uniknya, pengaturan ini tak mengesankan pemisahan ornamen, karena polanya berurutan dan tak terputus.

Lain halnya dengan gaya arsitektur yang ngetren pada masa Majapahit. Pada masa itu, proporsi ketinggian bangunan tak baku.

Setiap candi memiliki selera masing-masing. Bahkan dalam beberapa candi, kesan tinggi bangunan diperoleh dengan memanipulasi perspektif.

Hingga pada titik pandang tertentu, candi itu kelihatan sangat tinggi. Walau pada kenyataannya bangunan itu cuma tinggi saja, tanpa sangat.

Arsitektur Majapahit juga mengutamakan kerayaan bangunan, melalui pola hias yang beraneka ragam. Dekorasinya muncul di setiap bidang dan celah candi.

Bahkan bingkai-bingkai pun dipahat dengan motif yang berbeda untuk setiap tingkatannya. Memandang keseluruhan bangunan karya arsitek Majapahit menimbulkan kesan ramai.

Dekorasi memenuhi di seluruh bidang. Tak heran zaman ini juga dikenal sebagai zaman keemasan pahatan candi di Jawa Timur.

Sekarang karya-karya monumental itu masih bisa diamati dan dinikmati. Perjalanan Jawa Timur pada abad ke-4 sampai abad ke-15 dapat dilihat melalui lewat karya arsitekturnya.

Yang juga bisa dipakai sebagai bukti jelas dan gamblang bahwa nenek moyang kita telah berbuat banyak dalam mengisi waktu.

Begitulah, munculnyaKen Arok menandai dinasti baru yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) sekaligus menandai lahirnya Kerajaan Singasari yang kemudian "melahirkan" kerajaan Majapahit.

(Djarot AP/HAI)

Baca Juga: Jadi Salah Satu Sumber Sejarah Kerajaan Majapahit, Kok Bisa Kitab Ini Dipertanyakan Kebenarannya?

Artikel Terkait