Advertorial
Intisari-Online.com -Pada tahun 1942-1943 rakyat Indonesia sedang menghadapi kehidupan yang sangat berat akibat penjajahan oleh Jepang.
Tapi Jepang masih mengakui tokoh yang bisa memimpin rakyat Indonesia, yakni Soekarno (Bung Karno) yang secara diam-diam tetap berusaha keras memperjuangkan kemerdekaan RI.
Tujuan ‘memakai’ Bung Karno oleh Jepang adalah untuk dimanfaatkan sebagai ‘penyambung lidah rakyat’ dan Bung Karno pun terpaksa mau bekerja sama sebagai sarana untuk bisa meraih kemerdekaan.
Meski segala sesuatu yang dilaksanakan rakyat Indonesia seperti hasil bertani dan ternak harus diberikan kepada Jepang untuk membiayai peperangannya melawan pasukan Sekutu, Bung Karno tetap mengajak rakyat Indonesia untuk tidak gampang menyerah.
Baca juga:Maksud Hati Ingin Curhat eh Fatmawati Malah Ditembak Bung Karno dengan Pernyataan Cinta
Bung Karno sendiri oleh panglima pasukan Jepang di Indonesia, Letnan Jenderal Imamura dijinkan mendirikan organisasi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang bisa menjadi wadah untuk mengumpulkan masyarakat.
Dalam acara-acara pengumpulan massa yang kadang jumlahnya mencapai ratusan ribu orang, Bung Karno sering berpidato sangat berapi-api dan diam-diam memasukkan semangat agar rakyat mau gigih menjadi bangsa yang merdeka.
Tapi tidak mudah bagi Bung Karno untuk berpidato secara terus-terang mengenai kemerdekaan RI.
Pasalnya Bung Karno selalu diawasi secara ketat oleh militer Jepang terutama oleh para personel polisi militer (Kempetai) yang terkenal sangat kejam dan biadap.
Tujuan utama Jepang terhadap Bung Karno sebenarnya adalah membunuhnya.
Namun, selama Bung Karno masih bisa dimanfaatkan untuk menggalang rakyat Indonesia demi memenuhi kepentingan Jepang, Bung Karno masih dibiarkan untuk tetap hidup.
Oleh karena itu Bung Karno yang tinggal di sebuah rumah bersama istrinya, Inggit Ganarsih, juga diawasi secara ketat oleh Kempetai.
Suatu kali ketika militer Jepang sedang menerapkan jam malam dan semua lampu minyak (sentir) harus dimatikan demi menghindari serangan udara musuh (Sekutu), Inggit ternyata lupa untuk mematikannya meskipun hanya beberapa detik saja.
Baca juga:Agar Bisa Disiplin, Waktu Kecil Bung Karno Biasa Dihajar Pakai Gebukan Rotan oleh Ayahnya
Meski Inggit sempat mematikannya, para Kempetai yang sudah memergokinya lalu mendatangi rumah Bung Karno sambil menggedor-nggedor pintu.
Bung Karno yang kemudian keluar langsung digampar mukanya oleh seorang kapten pimpinan Kempetai hingga babak-belur dan berdarah-darah akibat kelalaiannya tidak segera mematikan lampu sentir.
Namun meski hidungnya berdarah dan bibirnya pecah-pecah, Bung Karno hanya diam dan sama sekali tidak melakukan perlawanan.
"Kesakitan yang dirasakan oleh siapa saja ini hanyalah kerikil di jalan menuju kemerdekaan. Langkahilah dia. Kalau engkau jatuh karenanya, berdirilah kembali dan terus berjalan,’’ geram Bung Karno dalam batinnya seperti dikutip dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Cindy Adams, Media Pressindo,2014.
Baca juga: