Find Us On Social Media :

Ternyata Banyak Jenis Gula yang Bergentayangan di Sekeliling Kita dan Lebih Manis Dibanding Gula Tebu

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 7 Juli 2018 | 22:00 WIB

Dalam  pabrik gula, cairan sakarosa yang diperas dari batang tebu Saccharum officinarum itu digodok bersih lalu diputar dalam centrifuge, teromol pemusing, sambil didinginkan supaya mengkristal.

Baca juga: Tidak Hanya Gigi Berlubang, ini 5 Tanda Anda Telah Mengonsumsi Gula Secara 'Brutal'

Kristalnya terpelanting melalui lubang-lubang halus dinding centrifuge itu lalu rontok seperti pasir. Itu dikeringkan lebih lanjut dan diayak untuk memperoleh 'pasir' yang seragam.

Pada waktu dikeringkan ini ada sebagian yang tidak bisa bertahan sebagai bentuk pasir terus, tapi menggumpal seperti batu, gara-gara air yang tersekap antar-mereka tak bisa lolos. Tak usah ribut.

Ini masih bisa dijual sebagai pemanis juga. Kebanyakan untuk menggulai jamu nenek moyang pahit-pahit. Gula batu bisa menurunkan  suhu badan penderita demam, karena gumpalan gula sakarosa yang besar memang besar juga dayanya menyerap suhu (panas) dari lingkungan sekitarnya.

Gula semut dan palmsuiker

Tidak semua orang ternyata mampu beli gula pasir putih bermutu ekspor yang mahal itu. Untuk melayani pasaran gula murah, rakyat daerah tebu yang tebunya tidak diterima oleh pabrik penggiling modal asing, mengolah sari tebunya menjadi gula merah saja.

Baca juga: Karena Harga Gula Mahal, Dulunya Permen Hanya Dimakan oleh Bangsawan

Sayang, gula ini tidak tahan disimpan lama. Lalu ada yang mengolahnya seperti dalam pabrik. Yaitu diuapkan dalam tong yang bagian dalamnya diberi garpu pengaduk dari besi yang bisa diputar. Mirip dengan pemutaran cairan gula dalam centrifuge pabrik gula.

Sirup tebu yang sudah digodok dituang ke dalam tong bergarpu ini. Sesudah diputar garpunya, uap air dari sirup itu keluar banyak sekali sampai gula yang tinggal menjadi mawur, beremah-remah.

Mirip gula pasir, tapi kuning keemas-emasan warnanya. Harganya jelas lebih murah karena tidak perlu obat pemutih dan buruh pabrik. Cocok untuk pasaran daerah pegel (penduduk golongan ekonomi lemah).

Dari  jauh gula pegel ini seperti kumpulan semut merah. Lalu ada yang menyebutnya gula semut. Namun, dulu orang menyebutnya gula tanjung karena warnanya mirip bunga tanjung.