Find Us On Social Media :

Meski Banyak yang Mencemoohnya, Dr. Konrad Adenauer Dianggap sebagai Bapak Bangsa Jerman di Abad ke-20

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 30 Mei 2018 | 03:00 WIB

Akibat petualangan Hitler, Jerman diseret ke jurang kenistaan. Negara yang sebelum Perang Dunia II terkenal perindustriannya, sehat perekonomiannya, dan makmur, sesudah kalah perang menjadi negara jembel.

Jerman menjadi negara puing. Di mana-mana berhamburan reruntuk bangunan-bangunan akibat pemboman Sekutu. Perekonomian rusak. Rakyat melarat.

Tapi yang lebih sulit ialah menanam kepercayaan diri kembali kepada bangsanya dan menanamkan kepercayaan kepada bangsa-bangsa lain, bahwa Jerman tidak identik dengan nazi. Usahanya berhasil.

Bangsa Jerman tidak lagi merasakan rasa rendah diri, rasa bersalah dan rasa berdosa. Di mata dunia RFD bukan lagi nazi Jerman. Dalam waktu yang relatif singkat rakyat Jerman dapat lagi mengecap kemakmurannya dan negara Jerman punya peranan lagi di dalam gelanggang dunia internasional.

Baca juga: Kisah Runtuhnya Tembok Berlin dan Bersatu Kembalinya Rakyat Jerman, Inspirasi untuk Korsel dan Korut

Resep dari suksesnya ialah kepribadiannya. Adenauer, semenjak muda sudah terkenal sebagai seorang yang teguh pendiriannya. Bila sudah masak pertimbangannya dan sudah ditetapkan keputusannya, sulitlah mengubahnya lagi.

Dengan demikian semua kebijaksanaannya dan tidakannya selalu berlandaskan pada garis-garis yang dengan tegas digariskan. Ditambah dengan kemauan yang keras dan jalan pikirannya yang praktis tidaklah terlalu sulit baginya membangun kembali Jerman.

Dalam menjalankan keyakinannya, Adenauer tidak pernah bimbang. Maju terus pantang mengalah. Tidak perduli konsekuensinya. Dan ini tidak jarang mengakibatkan pengalaman yang pahit untuknya.

Misalnya, ketika ia pada tahun 1933 dicopot sebagai Walikota Koln dan dicap “orang yang tidak bisa dipercaya politiknya” oleh Hitler. Dia rela mengorbankan kursi Walikotanya yang sudah didudukinya seperempat abad gara-gara menolak dengan tegas memasang bendera swasta waktu Hitler tiba di Koln.

Keteguhan pendiriannya ini sering pula dianggap orang sebagai penjelmaan dari sifatnya yang “kepala batu”. Memang sulit untuk mengharapkan Adenauer bertindak plastis fleksibel. Apalagi mengingat usianya yang sudah  mencapai kira-kira tiga perempat abad ketika ia diangkat menjadi Kanselir.

Baca juga: Dibayang-bayangi Nazi, Filsuf Jerman Walter Benjamin Memilih Bunuh Diri

Bagi mereka yang tidak mengikuti sejarah pertumbuhan RFD, lebih mudah untuk mencemoohkannya dengan macam-macam julukan negatif kepadanya. Mereka kurang menyadari, justru sifat-sifatnya itulah merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk tercapainya Jerman seperti sekarang.