Meski Banyak yang Mencemoohnya, Dr. Konrad Adenauer Dianggap sebagai Bapak Bangsa Jerman di Abad ke-20

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Intisari-Online.com – Dr Konrad Adenauer, Kanselir RFD yang pertama telah meninggal dalam usia 91 tahun. Ia diangkat menjadi Kanselir ketika umurnya sudah 73 tahun. Selama 14 tahun ia memimpin Jerman dan berhasil mengembalikan kemakmuran serta kebesaran jiwa bangsanya tahun 1949 sampai 1963.

Lepas darfi “kesalahan-kesalahannya”, kematian Bapak Bangsa Jerman di abad ke 20 ini, bukan saja meninipa bangsanya tapi juga bangsa-bangsa lain.

Pada hari Rabu tanggal 19 April bulan lalu, bangsa Jerman khususnya dan dunia umumnya kehilangan seorang negarawan ulung. Dr Konrad Adenaur telah meninggalkan bangsanya untuk selama-lamanya.

Kematian Konrad ini, langsung menimpa diri setiap orang Jerman — demikian diungkapkan oleh Bundesprasident Lubke pada waktu melepaskan almarhum ketempat peristirahatannya yang terakhir.

Kematian Adenauer pun merasuk tokoh-tokoh dunia Barat lainnya, terutama negara-negara Atlantik. Harian "Bild Zeitung" mengabadikan kejadian ini dengan menyajikan foto yang melukiskan Presiden Johnson sedang menangis didampingi oleh De Gaulle yang sedang berlutut.

Baca juga:Cara Pasukan Khusus Anti Teroris Jerman Mengenang Keberhasilan Melawan Teroris yang Menyandera Pesawat Airbus

Keduanya sama-sama pilu atas kematian negarawan tua yang kawakan itu melupakan ganjalan antara Perancis dan Amerika yang masih harus dibereskan. Selain itu nampak pula PM Inggeris Wilson dan tokoh-tokoh negara Eropah lainnya.

Ini tidak berarti Adenauer disenangi juga, ketika ia masih menjadi Kanselir RFD. Apalagi pada tahun-tahun terakhir masa jabatannya.

Ketlka itu permulaan tahun-tahun enam puluhan, makin lama makin banyak yang tidak mengakui kebijkasanaan pemerintahannya lagi. Bangsa Jerman sendiri tidak lagi menghormatinya seperti semula.

Kritik-kritik tajam dilontarkan tanpa memperdulikan lagi jasanya dan usia tuanya.

Menyinggung jawa Adenauer terhadap bangsanya, maka dapat dikatakan tanpa pimpinannya mungkin RFD tidak seperti sekarang. Waktu itu tahun 1949 ketika ia dipilih menjadi Kanselir yang pertama dari Republik Federasi Jerman.

Baca juga: Supaya Sahabatnya di Jerman Tak Terbunuh, Albert Einstein pun Menulis Surat pada Presiden AS untuk Menghentikan Pembuatan Bom

Tidak sembarang orang dapat memenuhi kewajibannya memimpin suatu negara yang telah hancur seperti Jerman.

Akibat petualangan Hitler, Jerman diseret ke jurang kenistaan. Negara yang sebelum Perang Dunia II terkenal perindustriannya, sehat perekonomiannya, dan makmur, sesudah kalah perang menjadi negara jembel.

Jerman menjadi negara puing. Di mana-mana berhamburan reruntuk bangunan-bangunan akibat pemboman Sekutu. Perekonomian rusak. Rakyat melarat.

Tapi yang lebih sulit ialah menanam kepercayaan diri kembali kepada bangsanya dan menanamkan kepercayaan kepada bangsa-bangsa lain, bahwa Jerman tidak identik dengan nazi. Usahanya berhasil.

Bangsa Jerman tidak lagi merasakan rasa rendah diri, rasa bersalah dan rasa berdosa. Di mata dunia RFD bukan lagi nazi Jerman. Dalam waktu yang relatif singkat rakyat Jerman dapat lagi mengecap kemakmurannya dan negara Jerman punya peranan lagi di dalam gelanggang dunia internasional.

Baca juga: Kisah Runtuhnya Tembok Berlin dan Bersatu Kembalinya Rakyat Jerman, Inspirasi untuk Korsel dan Korut

Resep dari suksesnya ialah kepribadiannya. Adenauer, semenjak muda sudah terkenal sebagai seorang yang teguh pendiriannya. Bila sudah masak pertimbangannya dan sudah ditetapkan keputusannya, sulitlah mengubahnya lagi.

Dengan demikian semua kebijaksanaannya dan tidakannya selalu berlandaskan pada garis-garis yang dengan tegas digariskan. Ditambah dengan kemauan yang keras dan jalan pikirannya yang praktis tidaklah terlalu sulit baginya membangun kembali Jerman.

Dalam menjalankan keyakinannya, Adenauer tidak pernah bimbang. Maju terus pantang mengalah. Tidak perduli konsekuensinya. Dan ini tidak jarang mengakibatkan pengalaman yang pahit untuknya.

Misalnya, ketika ia pada tahun 1933 dicopot sebagai Walikota Koln dan dicap “orang yang tidak bisa dipercaya politiknya” oleh Hitler. Dia rela mengorbankan kursi Walikotanya yang sudah didudukinya seperempat abad gara-gara menolak dengan tegas memasang bendera swasta waktu Hitler tiba di Koln.

Keteguhan pendiriannya ini sering pula dianggap orang sebagai penjelmaan dari sifatnya yang “kepala batu”. Memang sulit untuk mengharapkan Adenauer bertindak plastis fleksibel. Apalagi mengingat usianya yang sudah mencapai kira-kira tiga perempat abad ketika ia diangkat menjadi Kanselir.

Baca juga: Dibayang-bayangi Nazi, Filsuf Jerman Walter Benjamin Memilih Bunuh Diri

Bagi mereka yang tidak mengikuti sejarah pertumbuhan RFD, lebih mudah untuk mencemoohkannya dengan macam-macam julukan negatif kepadanya. Mereka kurang menyadari, justru sifat-sifatnya itulah merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk tercapainya Jerman seperti sekarang.

Memang, setelah Jerman “pulih” kembali dari segala kehancurannya, sistem pemerintahakannya yang agak “keras” terpimpin dan malahan autokratis itu, mudah membangkitkan rasa tidak puas.

Kadang-kadang malahan menimbulkan selisih paham di antara sesama negara Bara. Misalnya dengan Amerika.

Sebenarnya jasa dan bantuan Amerika dalam membangun kembali Jerman tidaklah kecil. Malahan dapat dikatakan negara yang paling besar sumbangannya. Ini tidak mengherankan, sebab antara Adenauer dan Duller bersaudara ada ikatan yang erat sekali.

Adenauer mengagumi John Foster Dulles Menlu AS ketika Presiden Eisenhower. “Dulles punya pandangan luas dan jauh ke muda, selain itu ia pun orang yang bisa dipercaya kata-katanya.”

Baca juga: Blitzkrieg, Serangan Kilat Legendaris Jerman yang Bikin Prancis Mengakui Kehebatan Jerman

Tokoh lain yang juga dikagumi ialah De Gaulle, komentarnya, “De Gaulle memang orang besar, tapi orang yang paling ‘besar’ tetap John Foster Dulles.”

Adenauer bukan orang yang mudah menghamburkan simpati dan kagum. Pahlawan bangsanya sendiri seperti Bismarck hanya mendapat penilaian sebagai berikut, “Seorang politikus yang kurang dapat diandalkan untuk urusan di dalam negeri, meskipun gemilang politik luar negerinya.”

Karena itulah, sekali kagum simpatinya tertanam pada seseorang, sulit untuk ditawar-tawar lagi.

Jembatan emas yang dibina atas ikatan batin tadi, pelan-pelan menjadi goyah sesudah kematian Dulles. Makin lama Adenauer makin kurang sepaham dengan kebijaksanaan AS terutama dalam menghadapi negeri-negeri komunis. Ini bukan disebabkan karena AS mengkhiataninya, tapi karena macam-macam persoalan yang biar bagaimana juga sekalipun tidak bisa diterima Adenauer.

Antara lain karena kebijaksanaan tokoh-tokoh Washington terhadap Moscow, tidak lagi sepaham denganny. Kalau AS makin lama makin ber”koeksistensi damai" dengan Moscow, maka Adenauer tetap menganggap, komunis sebagai momok.

Baca juga: Operasi Bertram: ketika Pasukan Inggris Melakukan Tipuan Perang untuk Mengecoh Nazi Jerman di Front Afrika

Baginya komunisme sama jeleknja seperti naziisme. Karena itu sikapnya pun amat kaku dan tegas terhadap RDD dan Uni Soviet. la dengan gigih mengusahakan agar pasukan AS tetap berada di Jerman.

Iapun dengan gigih mengusahakan agar Jerman dipersenjatai kembali dan betul-betul menjadi organ NATO yang punya kekuatan sendiri, bukan sekadar negara boneka saja. Tindak tanduknya seperti ini tidak sedikit mengakibatkan protes-protes.

Sebagai pemimpin Jerman sesudah tokoh-tokoh nazi hancur, ia dengan terus terang mengakui kebiadaban gembong-gembong nazi tersebut. Malahan seolah-olah ikut merasakan pertanggungan jawab, yang sebetulnya bukan menjadi tanggung jawabnya.

Diam-diam ia mengadakan pertemuan dengan Dr. Nahum Goldmann, Ketua dari Kongres Yahudi Sedunia. 25 menit lamanya Goldmann mengungkapkan kebiadaban “Jerman” terhadap bangsa Yahudi.

Selesai 25 menit, Adenauer dengan tidak menunjukkan emosi apa-apa menjawab, “Sementara Anda bicara, saya menghayati kembali kejadian-kejadian tersebut. Konkritnya apa yang Anda inginkan?”

Baca juga: Melawan Pasukan Tank Nazi Jerman ‘Sambil Tidur’, Jenderal Inggris Ini Nyatanya Bisa Memenangkan Pertempuran

Goldmann mengajukan tuntutan sebesar 1 biliun dollar untuk perbaikan negeri Israel. Dengan tidak banyak cing cong Adenauer setuju.

Konrad Adenauer dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1876 di kota Koln. Ayahnya, keturunan orang miskin, tapi menjadi terkenal karena keberaniannya dalam pertempuran Koniggritz pada tahun 1866.

Suatu kejadian yang jarang terjadi di dalam sejarah tentara Prusia, seorang prajurit dinaikkan pangkatnya menjadi letnan. Tapi setelah kawin, ayah Adenauer meninggalkan kehidupan militer dan menjadi pegawai rendahan di kantor pengadilan Koln, sebagai sekretaris.

Masa kanak-kanak dan remaja Adenauer ditandai oleh pendidikan Katolik yang serius dan keras. Kesederhanaan dan kejujuran telah mendarah daging, karena gemblengan orang tuanya. Umur 18 tahun ia mulai mencari arah hidupnya sebagai orang dewasa.

Sebentara ia belajar sebagai siswa perbankan, tapi kemudian ia mengubah pilihannya dan menjadi mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Freiburg im Bresgau.

Baca juga: Ternyata, Hampir Semua Tentara Jerman 'Dicekoki' Sabu saat Berperang, Ini Alasannya!

Oleh teman-temannya, Kondrad dianggap “genie” (manusia ulung) dalam bidang menabung dan bekerja. Memang Konrad dalam bekerja mempunyai keistimewaan, yaitu punya “tenaga kuda”.

Studinya ia selesaikan di Bonn. Dalam usia 25 tahun pada tahun 1901, Konrad menempuh ujian dan lulus sebagai sarjana hukum. Anak-anaknya tidak gemilang, biasa saja hingga tertutuplah baginya kemunginan untuk menjadi hakim.

Namun ini tidak menutup kesempatannya untuk ikut aktif dalam bidang politik. Malahan justru membantu Konrad dalam karirnya sebagai pegawai negeri di kota Koln. Terutama pengalamannya sebagai pembantu pengacara terkenal Kausen, yang pada waktu itu juga menjadi Ketua dari Partai Sentral.

Dalam waktu yang tidak begitu lama, ia diangkat menjadi Wakil warga kota yang kesebelas. Tidaklah bisasa Partai Sentral mempertahankan seorang wakilnya yang masih berumur 30 tahun.

Dalam waktu enam tahun, kedudukannya meningkat menjadi Wakil Pertama dari warga kota Koln yang telah manik bertambah luas dan makmur itu (tahun 1906). Timbul banyak kritik, terutama karena usianya muda, pengalamannya kurang, orang partai dan karena terlalu “fanatik” keagamaannya.

Baca juga: Pasukan Nazi Jerman yang Garang dan Sangar Itu Ternyata Sangat Gemar Minum Fanta

Memang Konrad seorang Katolik sejati, meskipun ia pernah mengalami krisis keagamaan di dalam kehidupan batinnya. Tapi krisis hanya melanda sebentar saja, agama yang telah dihayatinya itu tetap menjadi sebagian daripadanya sampai akhir hidupnya.

Pada tahun 1917, dengan pilihan suara yang dapat dikatakan “bulat” 52 setuju dan 2 kosong Konrad dipilih menjadi Walikota Koln. Oleh pimpinan Prussia ia pun diberi kehormatan untuk duduk sebagai wakil rakyat di dalam Majelis Tinggi Prussia.

Pada saat-saat inilah ia mengalami kecelakaan kendaraan bermotor yang cukup parah. Tulang pipinya tulang hidungnya dan beberapa otot muka menjadi tidak bisa berfungsi lagi. Karena itulah maka kadang-kadang mukanya terkesan kaku, seperti pakai topeng yang lebih payah ialah penyakit insomnia (tidak bisa tidur) timbul sesudah kecelakaan tersebut.

Selama memimpin kota Koln untuk kira-kira seperempat abad lamanya banyak sekali kejadian-kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Terutama dalam memimpin Jerman sesudah Perang Dunia II.

Semenjak menjadi Walikota pun Konrad sudah terkenal sebagai Bapak Koln yang dicintai oleh warga kotanya. Ia menghidupkan kembali Universitas Koln dan memperoleh gelar Doktor Honoris Causa sebagai tanda terima kasih.

Baca juga: Hitler Nyatanya Tak Terlalu Menyukai Perempuan Jerman dan Hanya Menganggapnya sebagi Mesin Pencetak Anak yang Efektif

Ia mendirikan Museum Rhineland, membangun rumah tinggal yang baik untuk rakyatnya, membuat daerah pinggiran kota yang indah untuk tempat peristirahatan, menghiasi Koln dengan taman-taman, membuat jalan darat untuk menampung lalu lintas cepat, memodernisir pelabuhan di sungai Rhine yang mengiliri Koln, membangun proyek-proyek industri di kotanya, dll.

Untuk semua itu tentunya perlu uang. Konrad tidak segan-segan meminjamnya dari mana saja, tidak peduli orang-orang di Berlin menggerendeng. Namun usaha-usahanya yang konstruktif itu meskipun nekat-nekatan, tidak mengakibatkan ia terguling dari kedudukannya.

Kedudukannya sebagai Walikota baru copot gara-gara menolak memasang bendera swastika seperti yang sudah diceritakan di atas. Sejak tahun 1933 sampai datangnya Sekutu Konrad bukan saja tidak pernah aktif memimpin rakyat Koln, melainkan sering keluar masuk penjara akibat macam-macam fitnahan.

Pemerintah Militer Ameriak mempercayakan kota Koln kembali segera Sekutu menduduki Jerman (Juni 1945). Tapi pada bulan Oktobernya, Koln dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Inggris.

Tanpa alasan yang dapat dimengerti, Konrad dicopot lagi dengan catatan: tidak cukup punya energi. Diperkirakan alasan yang sebenarnya ialah atas dasar politik. Lebih pahit lagi ketika Konrad bekas Walikota Koln untuk kira-kira 25 tahun lamanya, ditolak memasuki kota Koln oleh petugas keamanan Inggris untuk menjenguk istrinya yang sedang dirawat di Rumah Sakit kota.

Baca juga: Kisah Stubby, Anjing Bulldog Prajurit Perang Dunia I Berpangkat Sersan yang Pernah Memergoki Mata-mata Jerman

Ini sangat berakibat untuk hubungan Jerman – Inggris selanjutnya, ketika Konrad telah menjadi Kanselir RFD.

Sikapnya yang amat bersahabat dengan Perancis musuh buyutan dari Jerman, bukan didasarkan atas luapan emosi semata-mata. Memang pribadi Presiden De Gaulle tidak mengecewakan dia, tapi yang lebih penting ialah keyakinan Konrad sendiri.

Menurut Konrad, Jerman akan hancur kembali tanpa adanya ikatan dengan negara-negara Eropah lainnya (plus Amerika). Tidak seperti Hitler yang meng-Jerman-kan Eropah, Konrad justru meng”Eropoah”kan Jerman. Untuk ini poros “Bonn-Paris” adalah dasar yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Entah disengaja entah tidak, persahabatan kental dua negara ini menimbulkan rasa curiga pemimpin-pemimpin Inggris. Apalagi waktu De Gaulle tegas menolak Inggris untuk ikut dalam Pasaran Bersama Eropah.

Dikatakan Konrad sekongkol dan tidak berusaha meredakan suasana. Keadaan ini ditambah macam-macam persoalan seperti peristiwa heboh bocornya rahasia militer oleh harian “der Spiegel” peristiwa skandal menteri pertahanan Straus dll, menyebabkan goyahnya kepemimpinan Konrad.

Baca juga: Heinz Bar, Pilot Andal Jerman yang Penuh Keberuntungan, 18 Kali Pesawatnya Ditembak Jatuh, Tapi Selalu Selamat

Akhirnya, pada musim gugur di tahun 1963 Konrad “dipaksa” meninggalkan ke-Kanselirannya. Penggantinya adalah anggota separtainya yang sejak dulu tidak pernah disukainya, yaitu Dr. Erhard.

Memang untuk Konrad pengangkatan Erhard bukanlah hal yang menyejukkan hati, apalagi memang nampaknya ia belum rela benar meninggalkan kepemimpinannya. Mungkin untuk “menghibur”nya sebagai orang tertua di partai Konrad di”boleh”kan tetap menjadi Ketua partai.

The Grand Old Man atau “der Alte” demikian sebutannya yang terkenal melewati hari tuanya dengan tenang. Konrad menikah dua kali. Istrinya yang pertama, Emma Weyer, meninggal tahun 1916 dan meninggalkan dua putera dan seorang puteri.

Istrinya yang kedua, Auguste Zinsser, meninggal tahun 1948, meninggalkan dua putera dan dua puteri. Jumlah cucu Konrad seluruhnya 24 orang.

Sebagai hiburan di hari tuanya, Konrad sering mengunjungi Danau Como di Cadenabbia. Memang ia senang sekali daerah Italia Utara yang penuh danau-danau indah. Di sanalah ia menghibur dirinya main bola lempar (sejenis permainan) atau mendengarkan salah seorang puterinya membacakan kisah bersejarah.

Kakek Konrad ini senang musik, terutama yang digubah oleh Hayda. Selain itu Beethoven, Schubert, Mozart pun termasuk favoritnya. Asal jangan Bach, yang tidak disenanginya.

Sebagai “teman” ia senang minum anggur putih Jerman. Bunga mawar penuh menghiasi tamannya. Untuk menambah kesibukannya ia senang mengumpulkan lukisan-lukisan antik, terutama semenjak istrinya yang kedua meninggal.

Pada bulan-bulan terakhir hidupnya, ia sibuk dengan buku hariannya dan katanya amat meletihkan. Ia menambahkan, “Saya ingin menulis buku kenang-kenangan masa lampau saya ini, oleh saya sendiri. Tidak peduli baik atau buruk.”

Ia menulisnya di paviliun bundar khsusus di dalam taman mawarnya di Rhineland. (Intisari Juni 1967)

Baca juga: Terungkap, Sekelompok Korban Selamat Holocaust Pernah Membalas Dendam dengan Meracuni Ribuan Orang Jerman

Artikel Terkait