Advertorial
Intisari-Online.com -Pasca PD II antara pasukan Rusia dan AS serta sekutunya yang semula bertempur bersama untuk menghancurkan Nazi Jerman justru saling bermusuhan.
Rusia dan sekutunya berusaha menyebarkan paham komunis dan membentuk kekuatan militer Pakta Warsawa.
Sedangkan AS dan sekutunya yang berusaha menyebarkan paham negara demokrasi dan kapitalis membentuk kekuatan militer bernama North Atlantic Treaty Organisation (NATO).
Permusuhan ideologi antara sekutu Rusia yang di Indonesia dikenal sebagai negara-negara Blok Timur dan sekutu AS disebut sebagai negara-negara Blok Barat itu, antara lain ditandai dengan lomba kepemilikan senjata nuklir.
Baca juga:Meski Perang Dingin, Korsel Siap Bantu Tanggulangi Wabah Penyakit di Korut
Meski antara Rusia dan Amerika dalam kancah perang ideologi atau lebih dikenal sebagai Perang Dingin (Cold War) itu kekuatan militernya tidak berhadapan secara langsung, tetapi negara-negara yang mau dikomuniskan oleh Rusia sekaligus akan dikapitaliskan oleh AS telah terlibat peperangan (perang saudara/civil war) secara langsung.
Ketika Jerman terbagi menjadi dua wilayah, yakni Jerman Barat dan Jerman Timur, sebenarnya pembagian wilayah itu bukan karena ‘kesalahan Hitler’ tapi lebih karena Rusia dan AS telah menjadi sebagai negara pemenang perang.
Sebagai hadiah negara-negara yang menang perang, Rusia lalu mendapatkan wilayah Jerman Timur dan AS serta sekutunya mendapatkan wilayah Jerman Barat.
Sebenarnya persaingan untuk mendapat wilayah Jerman itu telah terjadi ketika pasukan Rusia dalam PD II terus melaju ke Jerman dari arah Timur dan pasukan Sekutu yang terus melaju dari arah Eropa Barat (Perancis).
Jadi saat itu pasukan yang terlebih dahulu menguasai Jerman sudah memiliki mental untuk mendapatkan Jerman seluruhnya.
Tapi baik pasukan Rusia maupun Sekutu ternyata memasuki wilayah Jerman pada saat hampir yang bersamaan dan Jerman pun akhirnya dibagi menjadi dua.
Seiring perang idiologi antara Rusia dan AS yang makin memanas antara Jerman Timur dan Barat pun kemudian disekat oleh Tembok Berlin serta menjadi wilayah paling berbahaya di era Perang Dingin.
Tembok Berlin akhirnya runtuh setelah pemimpin komunis Rusia Presiden Mikhail Gorbachev gigih mengobarkan semangat demokrasi dan keterbukaan (1990).
Runtuhnya Tembok Berlin yang membuat Jerman bersatu kembali sekaligus merupakan bubarnya negara komunis Rusia (Uni Soviet) dan kemenangan Blok Barat atas idiologi komunis.
Runtuhnya Tembok Berlin dan bubarnya Uni Soviet (lalu namanya berubah menjadi Rusia), khusus bagi AS merupakan kemenangan gemilang setelah kekalahannya dalam Perang Vietnam (1975).
Vietnam setelah Perang Saudara memang menjadi negara yang bersatu lagi tetapi di bawah idiologi komunis dan sekekaligus merupakan simbol kemenangan Uni Soviet di era Perang Dingin.
Hancurnya Tembok Berlin dan bersatunya Jerman sebenarnya diharapkan memberi inspirasi bagi Korut dan Korsel untuk bisa bersatu kembali.
Tapi ternyata sulit karena Korut ternyata bisa menjadi negara komunis sangat tertutup hingga kepemimpinan Kim Jong Un.
Sebagai negara komunis Korut memang berbeda dengan China dan Vietnam, karena kedua negara ini sudah menjadi negara ‘komunis kapitalis’ yang sangat terbuka.
Korut bisa dikatakan menjadi satu-satunya negara komunis ‘asli Perang Dingin’ yang sesungguhnya malah menarik perhatian dunia internasional karena termasuk ‘negara komunis langka’.
Tapi rupanya di bawah kemimpinan Kim Jong Un yang masih muda dan juga berjiwa muda, Korut tidak bisa lagi menjadi negara komunis yang tertutup dan mengobarkan semangat lomba senjata nuklir sendirian saja.
Apalagi negara komunis seperti Rusia dan China yang juga sudah sangat terbuka ternyata merasa tidak cocok lagi dengan Korut yang masih berusaha mengucilkan diri itu.
Rusia dan China bahkan ikut mendukung embargo ekonomi terhadap Korut yang dimotori oleh AS dan PBB.
Maka tidak ada pilihan lain bagi Korut untuk keluar dari kabut ketertutupan yang selama ini menyelimutinya melaui cara perundingan damai dengan Korsel dan juga negara-negara terkait lainnya.
Jika Korut dan Korsel akhirnya jadi berdamai dan bersatu sebagai saudara seperti Jerman, maka garis Zona Demarkasi Militer di Panmunjeon dan bentangan pagar listrik berduri yang selama lebih dari 60 tahun membatasi Korut-Korsel akan dibongkar, seperti runtuhnya Tembok Berlin.
Bersatunya Korut-Korsel bisa dikatakan sebagai kemenangan demokrasi atas sistem komunis ala Perang Dingin.
Tapi sesungguhnya merupakan kemenangan bagi dunia karena masyarakat internasional merasa lebih damai.
Baca juga:Belajar dari Perang Korea, Jika Korut Tiba-tiba Menyerang, Itu Hanya Seperti Sejarah yang Terulang