Advertorial

Jika Saja Bukan Prancis yang Menjajah Vietnam, Bisa Jadi Perang Vietnam akan Dimenangkan AS

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Mungkin benar bahwa dalam Perang Vietnam yang berlangsung dari tahun 1959 sampai jatuhnya Saigon tahun 1975, tentara Amerika selalu menang dalam setiap pertempuran besar melawan pasukan Vietnam Utara dan Viet Cong.

Namun tragisnya, kesudahan perang menunjukkan Amerika Serikat lah yang justru mengalami kekalahan, bahkan kekalahan perang terbesar sepanjang sejarahnya.

Mengapa tragedi seperti itu dapat terjadi?

Jawaban atas pertanyaan itu adalah dengan merunut latar belakang sejarah yang mengantar terjadi Perang Vietnam.

(Baca juga: Di Perang Vietnam, AS Tak Hanya Kehilangan 60 Ribu Pasukan tapi Juga Harus Membuang Puluhan Helikopter ke Lautan)

Kenyataan menunjukkan, sebelum AS melibatkan diri dalam perang di Asia Tenggara ini, orang Amerika dari rakyatnya hingga para ilmuwan, kaum militer, dan para politisinya, praktis sama sekali tidak mengenal Vietnam.

Perhatian dan pengetahuan mereka tentang negeri itu, termasuk kondisi fisik, sejarah, dan kultur rakyatnya, adalah nol besar!

Orang Barat memang sudah lama mengetahui keberadaan Asia Timur termasuk Asia Tenggara.

Namun kesadaran mereka baru terbuka pada abad ke-19 tatkala politik kolonialisme mereka mulai menjamah wilayah itu, khususnya oleh Perancis di kawasan yang mereka namakan ‘Indochina’.

Namun orang Perancis dikenal amat protektif terhadap wilayah kolonialnya.

Mereka tidak mau orang lain mengetahui, apalagi mencampuri urusan wilayah jajahannya.

Akibatnya, orang Barat lainnya tidak peduli dan tidak banyak tahu mengenai kawasan Asia Tenggara yang dikuasai Perancis.

Oleh karena itu, sewaktu Amerika menjelang berakhirnya Perang Dunia II mulai merasakan kepentingan untuk mengetahui persoalan di Asia Tenggara, khususnya kawasan Indochina, mereka tidak tahu apa-apa.

(Baca juga: Awas Jangan Memakannya! Ini 7 Makanan Paling Berbahaya di Dunia, Salah Satunya Daging Hiu Busuk yang Sudah Mengering)

Misalnya atlas atau peta wilayah itu pun tidak menunjukkan adanya negeri yang bernama Vietnam.

Sebab nama itu disembunyikan di bawah sebutan “French Indochina”, atau Indochina-nya Perancis!

Istilah “Indochina” sendiri membingungkan, karena menimbulkan kesan sepertinya sebagai kawasan tambahannya China.

Padahal tak ada sangkutan meskipun pada zaman dahulu China pernah menjajah Vietnam.

Sehingga dalam Konferensi Yalta awal 1945 sewaktu para pemimpin Sekutu merancang masa depan dunia seusai PD II, Presiden Franklin D.Rooselvelt bertanya kepada pemimpin China Jenderal Besar Chiang Kai-shek, “Apakah Anda menghendaki wilayah Indochina?”

Namun Chiang yang paham betul akan sejarah maupun tradisi bangsa di kawasan itu menjawab, “Tidak, kami tidak menginginkannya.

Mereka (rakyat Indochina) bukanlah bangsa China. Mereka tidak akan terasimilasi ke dalam bangsa China.”

Tetapi meskipun ada jawaban yang sejelas itu, orang Amerika toh masih memerlukan waktu tiga puluh tahun lagi.

Termasuk harus melalui kegetiran perang, guna menyadari betapa tepatnya pemahaman Chiang Kai-shek tadi.

Tiada perhatian dari para ilmuwan Barat di luar Perancis dalam mempelajari Indochina/Vietnam terbukti bahwa buku tentang Vietnam yang pertama kali dalam bahasa Inggris, barulah diterbitkan tahun 1958.

Yaitu buku The Smaller Dragon yang ditulis oleh Joseph Buttinger.

Sebagai akibat ketidakpedulian, ignorance, dari orang Amerika terhadap Vietnam, maka hal itu nantinya harus dibayar mahal sekali.

Karena ketidakpedulian tadi menyebabkan orang Amerika cenderung untuk berpikir bahwa Vietnam hanyalah sebuah “negeri kecil”, sehingga sikap awal adalah menyepelekannya.

Padahal bila dibandingkan dengan Jerman yang merupakan musuh terberat AS dalam dua perang dunia, maka sesungguhnya Jerman pun adalah negeri yang kecil.

Gabungan Vietnam Utara dan Selatan luasnya sekitar 127.000 mil persegi, hanya sedikit di bawah Jerman yang mencapai 137.000 mil persegi.

Garis pantai Vietnam pun mencapai 1.400 mil, hampir sama dengan garis pantai Atlantik Amerika antara Miami dengan Boston. Jumlah penduduknya pun melebihi Inggris atau Perancis.

Persepsi AS lainnya yang keliru tentang Vietnam adalah menganggap seolah-olah Vietnam itu “negeri baru” yang masih gampang diotak-atik.

Penjajahan oleh Perancis yang tertutup dan sikap tek peduli terhadap Asia dan sejarahnya, membuat orang Amerika tidak memahami atau menyadari, bahwa Vietnam adalah salah satu negara yang sudah tua.

Jejak sejarahnya yang terekam pun berasal dari tahun 111 sebelum Masehi, atau sekitar 50 tahun sebelum tentara Romawi mendarat di pesisir Inggris.

Dalam sejarah awalnya, Vietnam memang lama dikuasai oleh China.

Namun tahun 946 memperoleh kemerdekaannya dan menjadi negara berdaulat hingga datangnya kolonialis Perancis pada pertengahan abad ke-19, tepatnya mulai tahun 1884.

Karena lamanya Vietnam dalam kekuasaan orang lain, maka sejak dulu pada bangsa Vietnam terbentuk semacam tradisi kependekaran atau warrior tradition.

Tradisi yang memiliki sikap dan daya juang yang ulet, didasari sikap nasionalisme yang kuat.

Ketidaktahuan Amerika terhadap apa yang melatari Vietnam, baik sejarah, kondisi fisik tanahnya, maupun kultur bangsanya, terbukti berakibat fatal bagi AS seperti ditunjukkan dalam Perang Vietnam.

(Baca juga: Tiru Taktik Bertempur Gerilya Pejuang Indonesia di Perang Kemerdekaan, Viet Cong Sukses Bikin Babak Belur Pasukan AS)

Artikel Terkait