Find Us On Social Media :

HOS Tjokroaminoto, Keturunan Kiyai Ponorogo, Dicap sebagai Raja Jawa Tanpa Mahkota karena Kharismanya

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 9 Oktober 2024 | 10:27 WIB

HOS Tjokroaminoto, Raja Jawa Tanpa Mahkota, dikenal sebagia tokoh kharismatik. Bung Karno hingga Belanda mengakuinya.

Perhatian Pak Tjokro kini ditumpahkan pada pengorganisasian kaum buruh. Dari semula penderitaan buruh mendapat perhatian penuh. Dalam Kongres 1917 Pak Tjokro berkata:

"Bagi SI, sebagai pelindung Si Kromo (Si Marhaen) hanyalah tinggal satu-satunya tindakan yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kebenaran sehabis-habis daya. Jika semua onderneming (perusahaan) masih tetap bertindak secara yang sudah-sudah, kita hendak mempertahankan hak kita sampai kepada titik darah yang penghabisan. Apabila kata damai tidak dapat diperoleh, maka salah satulah yang harus lebur."

Jangan salah paham; kini pun banyak pemimpin berkata demikian. Tetapi ada perbedaan besar dengan masa itu. Sekarang tanpa risiko, pada masa itu penuh risiko.

Dalam Kongres tahun 1918 dia malah lebih tegas, "Menentang pemerintah dalam tindakannya melindungi kapitalisme dan akan menggerakkan semua organisasi bangsa Indonesia untuk menentang kapitalisme. Sarekat Islam akan mengorganisasikan kaum buruh."

Pak Tjokro mendirikan gerakan Jawa Dwipa yang bersemboyan: sama rata sama rasa, satu menderita semua turut merasa, satu senang semua bahagia. Gerakan tersebut mempunyai lencana berwujud lingkaran segitiga di tengahnya pohon beringin diapit oleh padi.

Tidak mustahil, sewaktu almarhum Prof. Moh. Yamin menyusun lambang Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila, ia juga mendapat ilham dari lencana Jawa Dwipa. Anggotanya rakyat jelata.

Untuk memberantas kurang harga diri yang ditanamkan oleh kolonialisme lewat feodalisme, para anggotanya saling menegur dalam bahasa ngoko, bukan kromo. Pak Tjokro sendiri sudah lama membuang gelar Raden Mas-nya.

Gerakan Pak Tjokro radikal, revolusioner, dan terarah langsung kepada masyarakat. Cita-citanya kemerdekaan nasional dan susunan masyarakat sosialis, sosialisme Islam yang "bermaksud mencari keselamatan dunia dan juga keselamatan akhirat".

Dia menulis buku Islam dan Sosialisme. Kalau menurut rumusan Dr. Roeslan Abdulgani, Pancasila adalah aliran sosialis yang ilmiah dan religius. Pasti Pak Tjokro menentukan corak religiusnya.

Pak Tjokro pemimpin nasional yang paripurna. Asas perjuangannya yang progresif tidak saja di bidang politik dan sosial-ekonomi, juga dalam bidang pendidikan. Pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas menjadi perhatiannya.

Ini pernah ditulis panjang lebar dalam Muslim National Onderwijs dan dikemukakan dalam Kongres Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) perubahan dari SI tahun 1925:

"Di mana asas-asas Islam itu adalah asas-asas yang menuju demokrasi dan sosialisme dan asas-asas itu juga menuju maksud akan mencapai cita-cita kemerdekaan umat dan kemerdekaan negeri tumpah darah, maka kalau kita kaum muslimin mendirikan sekolah-sekolah kita sendiri, tak boleh tidak pengajaran yang diberikan di dalamnya haruslah pengajaran yang mengandung pendidikan akan menjadikan muslim yang sejati dan bersifat nasional dalam arti kata, menuju maksud akan mencapai cita-cita kemerdekaan umat."