Find Us On Social Media :

HOS Tjokroaminoto, Keturunan Kiyai Ponorogo, Dicap sebagai Raja Jawa Tanpa Mahkota karena Kharismanya

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 9 Oktober 2024 | 10:27 WIB

HOS Tjokroaminoto, Raja Jawa Tanpa Mahkota, dikenal sebagia tokoh kharismatik. Bung Karno hingga Belanda mengakuinya.

Hal ini juga diakui oleh pihak Belanda. Tentang Kongres Sarekat Islam pertama itu, Encyclopedie van Nederlands Indie menulis:

"Kongres SI pertama ini adalah sebagai suatu wahyu bagi pergaulan hidup di Hindia. Pemuka-pemuka perhimpunan sedang menempatkan dirinya di antara pemerintah dan anak negeri, menurunkan derajat kebesaran pemerintah untuk menetapkan kebesarannya sendiri. Mereka mulai sadar akan tali perhubungan antara mereka itu bersama."

"The Uncrowned King of Java", Raja Jawa Tanpa Mahkota telah lahir.

Tjokroaminoto pada bulan Maret 1913 terpilih menjadi Ketua Sarekat Islam dalam Kongres II di Solo. Salah satu keputusan terpenting adalah, pangreh praja dilarang menjadi anggota untuk menjaga agar jiwa kerakyatan SI tidak diracuni oleh semangat kompromis BB.

Pak Tjokro berusaha mendapatkan kedudukan rechtspersoon bagi SI. Ini ditolak pemerintah yang takut akan bangkitnya satu gerakan rakyat yang dalam waktu singkat meluas di mana-mana.

Setiap cabang SI harus minta pengakuan sendiri-sendiri. Ketua SI tidak kehabisan akal, SI diubah menjadi Centraal Comite Sarekat Islam. Bentuknya federatif, tetapi semangatnya tetap satu. Kongres tahun 1916 di Bandung dihadiri oleh 80 cabang SI yang mewakili 360.000 anggota.

SI benar-benar pergerakan rakyat. Unsur nasionalisme, Islam dan kemudian marxisme masuk ke dalamnya. Tokoh-tokoh seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka pernah menjadi anggota Sarekat Islam. Tetapi kemudian terpaksa keluar, karena SI melarang keanggotaan rangkap.

Ketiga pemuka tersebut di samping menjadi anggota SI juga anggota Indische Sociaal Democratische Vereeniging yang kemudian berubah jadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain disiplin partai, di antara kedua partai ini juga ada perbedaan asas, yakni antara asas Marxisme Leninisme dan Islamisme.

Birnie adalah seorang Belanda, pengusaha perkebunan. Sehabis mendengarkan pidato Tjokroaminoto dan Abdul Muis dalam Volksraad, dia tertegun dan langsung bertanya, "Zijn ze werkelijk Javanen?" - Benarkah mereka itu orang-orang Jawa?

Bukan hanya lincah dan berwibawa dalam suara, tetapi revolusioner dalam isi. Sebab tahun 1918 Tjokroaminoto berpidato di sidang Volksraad, "Jika pemerintah tidak hendak mengindahkan segala tuntutan itu dalam waktu lima tahun, maka Sarekat Islam sendiri yang kelak akan melaksanakannya."

Yang dituntut adalah perubahan Volksraad menjadi perwakilan rakyat yang sebenar-benarnya. Bersama-sama Boedi Oetomo, Insulinde, ISDP, Pak Tjokro membentuk Radicale Concentratie, penyusunan kekuatan bersama untuk memaksakan kehendak.

Dan ketika kehendaknya tak dipenuhi karena pemerintah kolonial tidak melaksanakan November Belofte, Pak Tjokro menyatakan keluar dari Volksraad.