Find Us On Social Media :

Mengapa Penulisan Sejarah Bersifat Multidimensional

By Afif Khoirul M, Selasa, 8 Oktober 2024 | 13:55 WIB

Ilustrasi - Sejarah memiliki hubungan dengan manusia.

Ia mengabaikan peran individu, dinamika sosial, perkembangan budaya, dan faktor-faktor lain yang turut membentuk jalannya sejarah.

Penulisan sejarah multidimensional hadir sebagai antitesis dari pendekatan linear yang kaku. Ia menawarkan perspektif yang lebih luas dan mendalam dengan mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan manusia.

Sejarah tidak lagi dipandang sebagai rangkaian peristiwa yang terisolasi, melainkan sebagai jalinan kompleks dari interaksi antara individu, masyarakat, dan lingkungannya.

Menyelami Samudra Masa Lalu: Perspektif, Pendekatan, dan Interpretasi

Salah satu pilar utama dalam penulisan sejarah multidimensional adalah penggunaan beragam perspektif. Setiap peristiwa sejarah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari pelaku, saksi mata, maupun pengamat di masa selanjutnya.

Perspektif seorang raja akan berbeda dengan perspektif seorang petani, perspektif seorang jenderal akan berbeda dengan perspektif seorang prajurit, dan perspektif seorang sejarawan di abad ke-19 akan berbeda dengan perspektif seorang sejarawan di abad ke-21.

Dengan menggabungkan berbagai perspektif, kita dapat memperoleh gambaran yang lebih komprehensif dan berimbang tentang suatu peristiwa sejarah.

Selain perspektif, pendekatan yang digunakan dalam penulisan sejarah juga turut menentukan dimensi dan kedalaman narasi. Pendekatan politik dapat membantu kita memahami dinamika kekuasaan, intrik politik, dan konflik antar kelompok.

Pendekatan ekonomi dapat mengungkap faktor-faktor ekonomi yang mendorong perubahan sosial dan perkembangan teknologi. Pendekatan sosial dapat memberikan gambaran tentang struktur sosial, mobilitas sosial, dan kehidupan sehari-hari masyarakat di masa lampau.

Pendekatan budaya dapat membantu kita memahami nilai-nilai, kepercayaan, dan ekspresi artistik yang mewarnai suatu peradaban.

Tak kalah pentingnya adalah interpretasi. Sejarawan, layaknya seorang detektif, harus mampu menganalisis data dan bukti-bukti sejarah, menyusun potongan-potongan informasi, dan merangkai narasi yang koheren dan bermakna.

Interpretasi bukanlah sekadar spekulasi liar, melainkan sebuah proses intelektual yang didasarkan pada penalaran logis, analisis kritis, dan pemahaman konteks.