Find Us On Social Media :

Cerita Febri yang Selamat dari Bom Bali 2 Sementara Beberapa Temannya 'Pergi Duluan'

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 6 Oktober 2024 | 14:07 WIB

Bom Bali II tak kalah dahsyatnya dari Bom Bali I. Febri menceritakan bagaimana dirinya selamat dari ledakan itu sementara beberapa temannya harus pergi duluan meninggalkannya.

Di mata Febri masih terbayang dengan jelas raut wajah teman-temannya satu demi satu yang meninggal terkena ledakan bom. Di telinganya hingga saat ini masih terngiang suara ledakan bom yang sangat keras bunyinya itu.

Sambil sesekali menghela napas panjang, Febri mulai bertutur, mengisahkan kembali saat-saat yang tak akan pernah dia lupakan sepanjang hidupnya itu.

"Waktu itu rombongan karyawan kantor kami, berjumlah 26 orang, pergi ke Bali untuk berwisata. Kami berangkat dengan pesawat terbang dan menggunakan dua bus, untuk berkeliling Bali," cerita Febri. "Hari Sabtu, tanggal 1 Oktober 2005, setelah seharian berkeliling mulai dari Bedugul, Alas Kedaton, sampai Tanah Lot, kami bermaksud mengakhiri hari dengan melihat indahnya Matahari terbenam di pantai di Jimbaran."

"Pantai Bali memang indah," ucap Febri dengan sorot mata menerawang, seolah keindahan itu ada di depan matanya. Di Jimbaran mereka tak hanya dipuaskan dengan berjalan-jalan di pinggir pantai nan indah, tapi juga berencana melanjutkan kegembiraan di Menega Cafe.

"Seorang dari kami mengusulkan kafe ini. Selain karena lokasinya di bibir pantai, katanya hidangan seafood-nya terkenal enak," sambungnya.

Sekitar pukul 18.55 WITA, rombongan bus pertama tiba lebih dahulu di Menega Cafe. Kalau Febri tidak salah hitung, bus kloter awal itu berpenumpang 16 orang, yaitu Kus, Wali, Enny, Elly, Mega, Fenny, Hendrik, Renol, Iwan, Amin, Kamal, Ifen, Siska, Wiyono, Erna, dan Lily.

Di kafe itu mereka mengambil tempat duduk paling ujung, berjarak sekitar 500 m dari garis pantai.

Lima menit kemudian, sekitar pukul 19.00, rombongan bus kedua tiba. Bus ini berpenumpang 10 orang saja. Di situ ada Melly, Sherly, Rita, Diana, Hery, Atan, Vivi, Surya, Stefan, dan Febri sendiri.

"Malam itu kami meminta pelayan kafe untuk menyatukan meja, agar muat untuk 26 orang. Mejanya disusun memanjang ke arah pantai, masing-masing di sisi kanan dan kiri, terisi 13 orang. Sambil menunggu makanan tiba, kami bergembira, berkelakar, dan sesekali potret-potret," kenang Febri.

Sekitar sepuluh menit kemudian, minuman pun disajikan. Tak lama disusul hidangan pertama, ikan bakar dan nasi.

"Berhubung kami sudah lapar, hidangan langsung kami santap. Lalu hidangan kedua datang, berupa udang asam manis. Makin tambah lahap saja kami menyantapnya. Sekitar dua menit kemudian, menu ketiga berupa cumi bakar juga datang. Makan malam bersama teman-teman di pantai saat itu memang pengalaman yang sangat menyenangkan," ungkap Febri hampir tak bisa menahan haru.

Cumi pun lenyap