Find Us On Social Media :

Pasukan Khas, Kekhasannya Tak Hanya pada Baret Jingganya, Seleksinya Superberat

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 3 Oktober 2024 | 11:51 WIB

Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU tidak hanya baret jingganya yang istimewa. Ada tugas-tugas penting lain yang tak kalah istimewa.

Makan monyet

Sebagai pasukan elite TNI-AU, Paskhas dinyatakan lahir tanggal 17 Oktober 1947. Hari itu, dalam sejarah tercatat sebagai operasi pertama pasukan payung Indonesia. Operasi tersebut dilaksanakan atas permintaan Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Mohammad Noor, pada bulan Juli 1947 kepada AURI.

Isinya meminta pengiriman pasukan payung ke wilayahnya. Tugas pasukan ini membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di Kalimantan, membuka stasiun radio induk untuk keperluan komunikasi Yogyakarta - Kalimantan, dan mengusahakan serta menyempurnakan dropping zone (areal penerjunan) untuk penerjunan berikutnya.

Tepat tanggal 17 Oktober 1947 diterjunkanlah 13 anggota pasukan di Kotawaringin. Pasukan ini bernama Pasukan MN (Mohammad Noor) 502. Mereka terpilih dari 45 orang yang direkrut dari berbagai angkatan dan badan perjuangan. Mereka belum pernah berlatih terjun betulan.

Bekal yang mereka dapatkan cuma teori dan latihan darat selama seminggu. Cuma mendapatkan breifing terpisah malam hari menjelang penerjunan. Bahkan, pada waktu berangkat ada anggota tidak mengenal anggota lainnya.

Mereka merasakan punggung terbebani payung pun baru pertama kali. Bekal yang mereka bawa cuma semangat dan cinta tanah air. Seragam yang mereka kenakan berwarna hijau muda. Cuma ada dua orang, Sujoto dan Hari Hadisumantri yang kebetulan komandan pasukan, yang mengenakan seragam baru berwarna coklat.

Bajunya berkantung empat besar-besar dan tanpa atribut pengenal sama sekali. Beat pinggang dari kulit berukuran sedikit lebih kecil dari kopelrim. Untuk menyimpan persediaan air rninum, digunakan veldples dari tempurung kelapa.

Senjata yang jadi bekal mereka ada empat jenis. Sujoto bersenjatakan pistol FN disertai 88 peluru dan granat, Hari Hadisumantri menggunakan Jinggel Carabine, Johanes Bitak bersenjata mitraliur 7,7, dan sisanya menggunakan stand gun.

Dengan pesawat Dakota RI-002 yang dipiloti Robert Earl Freeberg (orang Amerika Serikat), tepat pukul 03.40, 14 orang pasukan lepas landas dari Maguwo. Sewaktu pesawat berada di atas medan operasi, tiba-tiba satu orang menolak diterjunkan. Dia cuma duduk tertunduk di sudut pesawat. Mayor Tjilik Riwut yang menjadi penunjuk arah cuma bisa marah tanpa dapat memaksanya.

Tatkala matahari masih bersembunyi di timur cakrawala, satu per satu mereka berhamburan ke udara. Sebenarnya mereka diterjunkan di Sepanbihak, namun atas berbagai pertimbangan mereka terpaksa diterjunkan di Kotawaringin.

Mereka mendarat terpencar di Kampung Sambi. Meski dengan bantuan gerilyawan suku Dayak di sana, mereka tak bisa berkumpul segera. Bahkan, ada yang baru tiga hari berhasil bergabung kembali. Peralatan komunikasi juga ditemukan 3 hari kemudian. Namun, tidak bisa digunakan. Baterai tidak berfungsi.

Perjuangan pasukan ini sangat berat. Apalagi, salah seorang di antara mereka yang ditugasi melakukan pengintaian ternyata berkhianat. Dia menyerahkan diri pada pasukan musuh, Belanda. Segala rencana pasukan ini akhirnya bocor. Tugas mereka menyiapkan tempat pendaratan pasukan berikutnya terpaksa ditanggalkan karena mereka harus menghindari kejaran musuh.