Find Us On Social Media :

Sejarah Budaya Demokrasi di Indonesia pada Tahun 1959-1966: Periode Demokrasi Terpimpin

By Afif Khoirul M, Senin, 30 September 2024 | 17:30 WIB

Ilustrasi - Setelah dekrit presiden 5 juli 1959 ternyata indonesia memasuki masa demokrasi terpimpin.

Namun, konsep ini justru menimbulkan friksi dan persaingan antar kelompok, yang pada akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Di bawah Demokrasi Terpimpin, peran parlemen semakin terpinggirkan. Presiden memiliki wewenang yang sangat besar, bahkan dapat membubarkan parlemen jika dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.

Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam sistem pemerintahan, di mana kekuasaan terpusat di tangan presiden dan lembaga-lembaga demokrasi lainnya menjadi lemah.

Soekarno juga memperkenalkan Manipol-USDEK (Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara) sebagai pedoman bagi seluruh rakyat Indonesia.

Doktrin ini berisi ajaran-ajaran Soekarno tentang politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Namun, Manipol-USDEK justru membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi, karena setiap warga negara dituntut untuk setia dan mengikuti ajaran-ajaran tersebut.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Soekarno membentuk berbagai lembaga ekstrakonstitusional, seperti Front Nasional dan Dewan Pertimbangan Agung.

Lembaga-lembaga ini memiliki pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan politik, meskipun tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Hal ini semakin mengikis nilai-nilai demokrasi dan memperkuat cengkeraman kekuasaan presiden.

Di era Demokrasi Terpimpin, Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan negara-negara Barat, terutama Malaysia dan Belanda.

Soekarno dengan lantang menyuarakan anti-imperialisme dan kolonialisme, serta memperjuangkan kemerdekaan bagi negara-negara jajahan.

Politik konfrontasi ini membawa Indonesia ke kancah internasional, namun juga menguras sumber daya dan energi bangsa.

G30S/PKI: Tragedi yang Mengguncang Negeri