Find Us On Social Media :

Dikenal sebagai Jagal Berdarah Dingin, Bagaimana Raymond Westerling Menceritakan Dirinya Sendiri?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 29 September 2024 | 11:54 WIB

Raymond Westerling, jagal berdarah dingin yang telah membantai lebih dari 40 ribu jiwa orang Sulawesi Selatan. Bagaimana petualangannya hingga sampai di Indonesia?

Pada waktu fajar menyingsing Westerling mulai dengan pembersihan polisi (NIT). Pada waktu yang bersamaan Pasukan Komandonya mengadakan operasi serentak di beberapa tempat. Enam di antara yang ada di daftar hitam ditangkap. Pada pukul 09.00 para tertuduh itu dihukum mati di hadapan seluruh kesatuan polisi Makassar.

Cari info di Societeit

Di Makassar ada Societeit, satu-satunya tempat bertemunya masyarakat kulit putih, pengusaha perkebunan, pedagang, pejabat dan perwira tentara Belanda, beberapa orang pedagang Indonesia dan Cina.

Sebenarnya Westerling lebih suka makan di tangsi atau di salah sebuah restoran Cina di bagian kota yang dihuni penduduk pribumi, tetapi Societeit ini merupakan sumber informasi baginya.

Salah seorang sumber informasinya menganjurkan ia memperhatikan Moetalib, seorang yang tampaknya terpandang. Sebelum pendudukan Jepang ia mempunyai hubungan bisnis dengan orang-orang Belanda di Makassar.

Setelah perang ia memanfaatkan hubungan yang terjalin kembali untuk mencari informasi yang diteruskan kepada kaum pejuang. Berkat dia para pemuda bersenjata mengetahui sebelumnya bila ada operasi-operasi militer Belanda.

Informasi-informasi yang diperolehnya memungkinkan para pejuang melakukan pelbagai penyergapan terhadap beberapa bagian tentara Belanda, di antaranya yang mengakibatkan tewasnya Mayor Le Roy tanggal 5 Oktober 1946.

Moetalib menjadi mata-mata karena keyakinannya. Westerling memutuskan untuk tidak menangkapnya dan mencoba agar dia "berbalik arah". Moetalib didatangi langsung di Societeit. "Moetalib, saya sudah tahu semuanya. Saya masih memberikan kesempatan. Hanya sekali ini saja. Saya tak mau melihat mukamu lagi."

Lawan bicaranya menjadi pucat pasi. Westerling merasa puas karena Moetalib tidak memperlihatkan diri lagi di rumah bola itu. Tetapi seminggu kemudian ia mendengar kabar bahwa Moetalib muncul kembali, tetapi hanya pagi hari, pada waktu Westerling tidak hadir.

Keesokan harinya dengan gaya acuh tak acuh Westerling menuju ke rumah bola lebih pagi daripada biasanya. Dia melihat Moetalib duduk-duduk dengan beberapa kawannya di sekitar sebuah meja. Ia menegurnya, "Masih ingat kau apa yang kukatakan tempo hari?"

Wajah orang itu pucat kelabu. Tanpa mengatakan sesuatu Westerling mengeluarkan Colt 32-nya, lalu menembak kepala korban. Para saksi mata menjerit ngeri dan jeritan itu bergema di seluruh masyarakat Eropa di Kota Makassar. Pembunuh merupakan gelar yang paling mendingan yang dilontarkan ke alamat Westerling. Namun, ia tak peduli.

Main sandiwara